SIDOARJO, BANGSAONLINE.com – Salah satu tonggak sejarah penting perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah Gedung Markas Besar Oelama (MBO) Djawa Timoer. Bangunan ini hingga sekarang berdiri tegak di Jalan Satria RT 17 RW 03 Kedungrejo Waru Sidoarjo Jawa Timur.
MBO Djawa Timoer dikenal sebagai markas para ulama NU, terutama yang berperang melawan penjajah di Jawa Timur dan daerah-daerah lainnya di seantero Jawa dan Madura. Termasuk dalam pertempuran 10 November Surabaya.
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
Dari berbagai sumber yang diperoleh BANGSAONLINE, semua para kiai pejuang kemerdekaan, terutama dari luar Jawa Timur, berkumpul di MBO Djawa Timoer ini, sebelum terjun ke dalam pertempuan 10 Nopember Surabaya.
Termasuk KH Abdul Chalim Leuwimunding dan KH Abbas Buntet Jawa Barat. Kiai Abdul Chalim adalah ayah Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, yang kini Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.
Meski demikian Gedung MBO itu sempat terlantar. Bahkan lepas dari kepemilikan NU. Untungnya saat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat sebagai ketua umum PBNU memerintahkan Kiai Asep Saifuddin Chalim untuk menyelamatkan dan membeli kembali gedung bersejarah yang merupakan monomen perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia itu.
Baca Juga: Sertifikasi Aset Tanah NU dan Ormas Keagamaan di Jatim Bakal Semakin Dipercepat
“Karena Gus Dur yang perintah, saya berusaha untuk menyelamatkan dengan cara membeli gedung itu,” kata Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada BANGSAONLINE di sela-sela rapat pengusulan KH Abdul Chalim Leuwimunding sebagai pahlawan nansional di Pondok Pesantren Amanatul Ummat Pacet Mojokerto, Sabtu (8/4/2023) malam.
(KH Abdul Chalim Leuwimunding. Foto: dok keluarga)
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
Menurut Kiai Asep, bangunan dan tanah itu sejatinya sudah menjadi milik orang. “Saya kemudian membelinya. Pokoknya, begitu ada perintah dari Gus Dur saya carikan uang,” tambah Kiai Asep.
Kiai Asep bercerita saat itu sebenarnya dirinya tak punya uang. “Tapi karena ini perintah Gus Dur dan ini tempat bersejarah bagi NU dan kemerdekaan bangsa Indonesia, ya saya berusaha,” kata Kiai Asep yang mantan ketua PCNU Kota Surabaya.
Ternyata MBO itu tak lepas dari sejarah perjuangan ayah Kiai Asep sendiri, yaitu Kiai Abdul Chalim Leuwimunding. Sebab Kiai Abdul Chalim inilah bersama Kiai Abbas Buntet Jawa Barat yang mengordininir para ulama dan santri Jawa Barat menuju Jawa Timur untuk berperang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dalam peristiwa pertempuran 10 Nopember Surabaya.
Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto
Prof Dr Agus Mulyana, sejarawan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung mengatakan bahwa peran Kiai Abdul Chalim sangat besar dalam peristiwa 10 Nopember itu. Menurut dia, Kiai Abdul Chalim bersama KH Abbas Buntet menuju Surabaya sambil mengordinir para ulama Jawa Barat.
"Karena itu Kiai Abdul Chalim sangat layak diangkat sebagai pahlawan nasional," kata Prof Agus Mulyana yang juga Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia dalam Seminar Nasional bertema Perjuangan KH Abdul Chalim yang digelar Dinas Sosial Kabupaten Majalengka di Pondopo Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Kamis (30/3/2023).
Seminar itu diselenggarakan dalam rangka mengusulkan Kiai Abdul Chalim sebagai pahlawan nasional. Seminar nasional itu dibuka Bupati Majalengka Dr H Karna Sobahi dan dihadiri Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto, Ketua Umum Pergunu Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, Anggota DPR RI Maman Imamul Haq, Wakil Bupati Mojokerto Dr Muhammad Albarra dan para sejarawan Indonesia. Acara itu digelar di Gedung Yudha Abdi Karya Pemkab Majalengka, Jawa Barat.
Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim
KH Abbas adalah seorang ulama besar di Jawa Barat. Kiai Abbas adalah pengasuh Pondok Pesantren Buntet di Desa Mertapada Kulon, Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat.
(KH Abbas Buntet. Foto: NUO)
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Kiai Abbas adalah Panglima Perang dalam Peristiwa Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Kiai Abbas juga pernah menjabat Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Sedang Kiai Abdul Chalim Naibul Katib atau Wakil Katib Syuriah PBNU pertama.
Alhasil, MBO adalah saksi sejarah para kiai NU dalam perjuangan kemerdekaan RI, termasuk dalam peristiwa 10 Nopember Surabaya.
Dalam peristiwa 10 Nopember itu jenderal kebanggan tentara Inggris terbunuh, yaitu Jenderal Mallaby. Siapa pembunuhnya sangat misteri. Namun hasil riset film dokumenter berjudul Sang Kiai akhirnya diketahui bahwa penembaknya adalah santri Pesantren Tebuireng. Dalam beberapa lieteratur sejarah perjuangan kemerdekaan selalu disebut bahwa ribuan santri Tebuireng terjun dan terlibat dalam peristiwa 10 Nopember itu. Ini mudah dipahami karena Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari, pendiri Pesantren Tebuireng, mengeluarkan fatwa resolusi jihad yang menjadi semangat para pejuang kemerdekaan RI. Terutama dalam peristiwa 10 Nopember itu.
Baca Juga: Lautan Manusia Padati Kampanye Akbar Paslon 02 Khofifah-Emil dan Gus Barra-Rizal di Mojokerto
Hebatnya, Kiai Asep justru menyerahkan secara ikhlas tanah dan gedung MBO kepada PBNU. Kiai miliarder tapi dermawan itu tak ingin aset bersejarah itu dimiliki secara pribadi. Padahal harga tanah itu diperkirakan mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
“Saya ikhlas. Untuk apa saya miliki secara pribadi. Ini untuk NU dan bangsa,” kata Kiai Asep. Apalagi, abahnya, Kiai Abdul Chalim Leuwimunding, bagian dari sejarah penting dari MBO itu.
Maka pada para tahun 2019, tepatnya Rabu (13/11/2019), Kiai Asep Saifuddin Chalim, menandantangani penyerahan tanah wakaf Markas Besar Oelama (MBO) Jawa Timur itu kepada PBNU di Guest House Kampus Institut KH. Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur.
Baca Juga: Kedatangan Kiai Asep dan Tim Mubarok di Pasar Bangsal Disambut Antusias Pedagang dan Warga
Penandatangan itu disaksikan KH Sholeh Hayat, pengurus PWNU Jawa Timur yang mengantarkan berkas persyaratan adiministrasi ke Kiai Asep untuk selanjutnya dibawa ke notaris. Saat itu M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE, ikut menyaksikan proses penandatangan dan penyerahan tanah dan bangunan itu kepada Sholah Hayat yang menjadi utusan PWNU Jawa Timur sekaligus PBNU.
(Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA (kiri) menandantangani penyerahan tanah wakaf Markas Besar Oelama (MBO) Jawa Timur kepada PBNU di Guest House Kampus Institut KH. Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur, Rabu (13/11/2019). Penandatangan itu disaksikan KH Sholeh Hayat (kanan), pengurus PWNU Jawa Timur yang mengantarkan berkas persyaratan adiministrasi ke Kiai Asep untuk selanjutnya dibawa ke notaris. foto: BANGSAONLINE.com)
Seperti beritakan BANGSAONLINE, tempat bersejarah bernama Markas Besar Oelama (MBO) Djawa Timoer itu kemudian dinapaktilasi oleh PWNU Jawa Timur pada Sabtu, 16 Nopember 2019.
Saat itu BANGSAONLINE.com dan HARIAN BANGSA sempat datang ke lokasi MBO yaitu Jalan Satria RT 17 RW 03 Kedungrejo Waru Sidoarjo Jawa Timur.
Pantauan BANGSAONLINE, di depan bangunan yang tak terawat itu sudah dipasang terop dan beberapa kursi dan meja untuk acara “Napak Tilas Sejarah Markas Besar Oelama” yang akan berlangsung pada pukul 18.30, Sabtu 16 November 2019 nanti malam.
Sementara di pagar besi bangunan tersebut dipasang sepanduk dengan foto gedung tua plus foto KH Marzuki Mustamar, ketua PWNU Jawa Timur. “Iya ada pengajian nanti abis maghrib,” kata Mat Rai, warga NU yang kebetulan berada di lokasi tersebut.
MBO Djawa Timoer dikenal sebagai markas para ulama NU yang berperang melawan penjajah terutama dalam pertempuran 10 November Surabaya. Tanah dan bangunan itu terletak di Jalan Satria RT 17 RW 03 Kedungrejo Waru Sidoarjo Jawa Timur.
Napak tilas ini sangat pas dalam rangka memperingati semangat hari pahlawan nasional. Dan yang menarik, napak tilas MBO ini dilakukan tiga hari setelah Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, menyerahkan wakaf tanah dan bangunan MBO Djawa Timoer itu kepada PBNU.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, tiga hari sebelumnya – tepatnya pada Rabu (13/11/2019), Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA menyerahkan wakaf tanah dan bangunan Markas Besar Oelama (MBO) Djawa Timoer kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Tanah dan bangunan berlokasi di Waru Sidoajo Jawa Timur itu diserahkan Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada PBNU melalui KH. Sholeh Hayat, salah seorang Pengurus Wilayah NU Jawa Timur di Guest House Institut KH Abdul Chalim, Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (13/11/2019).
Saat penandatangan itu juga disaksikan Drs Fathurrohman, salah seorang ketua PCNU Kota Surabaya dan M Mas'ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com yang kebetulan bersama Kiai Asep Saifuddin Chalim.
Kiai Asep menandangani sejumlah dokumen administrasi pengurusan pindah hak kepemilikan dari Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada PBNU.
“Waktu saya terpilih jadi Ketua PCNU Surabaya, PCNU kan gak punya aset. Mesin ketik aja gak punya, karena gak tahu dibawa ke mana oleh pengurus sebelumnya. Akhirnya saya belikan banyak mesin ketik elektronik, termasuk MWC-MWC NU juga saya belikan dengan uang pribadi,” kata Kiai Asep yang kini memiliki 16.000 santri itu.
Nah, di antaranya, Kiai Asep juga menyelamatkan tanah dan bangunan MBO Djawa Timoer bersejarah itu, yang dulu jadi markas pejuangan para kiai NU Jawa Timur untuk kemerdekaan RI.
Menurut Kiai Asep, berkas tanah MBO Djawa Timoer itu sebenarnya sudah lama diserahkan kepada PBNU. Tapi karena penyimpanan dokumen di PBNU kurang rapi, akhirnya hilang. Karena itu, ia menandatangani lagi dokumen ke notaris untuk pemindahan hak milik itu ke PBNU.
“Kalau orang lain mungkin gini ini minta uang. Dulu waktu saya jadi ketua PCNU Surabaya pernah saya minta tandatangan seperti ini. Orangnya minta Rp 300 juta. Ya saya kasih. Kalau saya untuk apa,” kata Kiai Asep yang putra KH Abdul Chalim Leuwiunding Majalengka Cirebon Jawa Barat itu.
Gedung Markas Besar Oelama Djawa Timoer itu lama tak terawat. Bahkan plakat atau papan bertuliskan Markas Besar Oelama Djawa Timoer yang dulu tertancap dengan gagah sudah lama hilang. Padahal gedung ini saksi sejarah yang sangat penting bagi perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia. (M Mas’ud Adnan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News