PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Pemkab Pasuruan bersama anggota DPRD setempat menggelar diskusi bersama membahas Perda RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Salah satunya, terkait konflik agraria di wilayah pusat latihan tempur (Puslatpur) TNI AL dengan warga 10 desa, di wilayah Pasuruan Timur.
Baca Juga: Anggota Dewan ini Sebut Hortikultura Kabupaten Pasuruan Tak Kalah dengan Daerah Lain
Pihak TNI, dalam hal ini diwakili perwakilan Kemenhan, Kolonel Rekso menegaskan bahwa pusat latihan tempur di wilayah dua kecamatan itu sudah sah terdaftar dalam administrasi negara, dan tidak bisa diganggu gugat.
"Wilayah Hankam itu sudah diadakan sejak tahun 1963, pada tahun 1993 sudah selesai secara administrasi," tegas Rekso saat sidang paripurna melalui rapat virtual bersama DPRD Kabupaten Pasuruan, Rabu (10/05/2023).
Dia menjelaskan bahwa sertifikat yang dimiliki puslatpur sudah sah barang milik negara dan terdaftar di Menkeu. Meliputi daerah latihan menembak, latihan selam, latihan tempur, perkantoran, pemukiman Anggota TNI, dan lainya yang dilindungi hukum.
Baca Juga: Dua Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan Resmi Dilantik Gantikan Rusdi dan Shobih
Karena itu, Rekso menyatakan soal konflik dengan warga 10 desa, TNI tidak menyerobot lahan warga.
"Yang perlu digarisbawahi, bahwa kami tidak menyerobot lahan warga. Jika memang ada warga merasa memiliki lahan di sana dan bersertifikat, mari kita duduk bersama," jelas Rekso.
Secara hukum, lanjut Rekso, lahan yang dimiliki TNI tersebut kurang lebih sekitar 3.760 hektare.
Baca Juga: Politisi PDIP Ungkap Alasannya Pilih Pasangan MUDAH di Pilbup Pasuruan 2024
"Dulu kami sudah melakukan mediasi, tapi mintanya warga aneh-aneh. Ada yang minta sekian hektare ada yang minta ganti rugi ini, akhirnya gagal," ujar dia.
Sementara Anggota DPRD Eko Suryono menilai statemen Rekso seperti menantang warga.
"Beliau itu menantang kita, seolah-olah warga tidak punya legalitas resmi, seolah-olah yang punya surat itu TNI," kata Eko saat dikonfirmasi HARIAN BANGSA.
Baca Juga: Keluhkan Perizinan, Sejumlah Perusahaan Wadul ke Komisi II DPRD Kabupaten Pasuruan
Menurut Eko, konflik itu terjadi sejak 1960-an. Sementara, wilayah tersebut bersertifikat sejak 1993, di mana di wilayah 10 desa itu sudah padat penduduk. Namun dalam peta yang dibuat oleh TNI, di wilayah itu dinyatakan kosong penduduk.
"Kita punya data itu," cetus Eko.
Lanjut dia, kalau dikaji detail, di sana ada zona militer, tapi di sisi lain lahan industri. Karena itu ia mempertanyakan disetujuinya zona industri oleh wilayah strategi nasional.
Baca Juga: Komisi l DPRD Kabupaten Pasuruan Pertanyakan Serapan Anggaran yang Minim di Bawaslu
"Kalau gini kan lucu, kalau zona industri beres, kalau yang ditempati masyarakat gak beres," ucapnya.
Oleh karena itu, Eko berharap ada solusi demi kesejahteraan rakyat. "Karena TNI juga bagian dari rakyat, maka kami akan terus berjuang secara lahir dan batin untuk kepentingan rakyat," pungkas Eko.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Sekda Kabupaten Pasuruan, Ditjen ATR/BPN, Kepala Dinas Bina Marga, seluruh pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Pasuruan. (afa/rev)
Baca Juga: Ning Mila Siap Perjuangkan Aspirasi Pendidikan dan Kesejahteraan Masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News