PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, akhirnya DPRD Kabupaten Pasuruan mengesahkan raperda non-APBD dalam paripurna ke IV, pada Senin (19/6/2023).
Pengesahan tersebut setelah pansus DPRD melakukan pembahasan intensif dengan beberapa OPD penampung. Selain itu, melalui rapat kerja antara pansus dengan perangkat daerah pemungut pajak dan retribusi daerah, serta kunjungan kerja ke Pemerintah Kabupaten Batang asistensi dari Kementerian Dalam Negeri.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Pasuruan Mendadak Rombak AKD, Muchlis: Catatan Buruk Sepanjang Sejarah
Sebelum penandatanganan persetujuan dilaksanakan, Ketua DPRD M. Sudiono Fauzan memberikan kesempatan kepada Samsul Hidayat, Ketua Pansus Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk menyampaikan hasil pembahasan.
Samsul menjelaskan raperda yang disahkan merupakan sumber keuangan daerah yang notabene implementasi desentralisasi. Terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Pasuruan Hendak Rombak AKD Mendadak, Lujeng Pusaka Lihat Adanya Politik Dagang Sapi
Pria asal Gempol ini menambahkan, sumber keuangan daerah yang fundamental yang didikelola oleh pemerintah daerah adalah pendapatan asli daerah (PAD).
PAD merupakan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
"Optimalisasi PAD nanti diharapkan bisa menjadi penyangga dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah. Semakin banyak kebutuhan daerah yang dapat dibiayai oleh PAD, maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, sehingga daerah tersebut semakin mandiri dalam bidang keuangannya," paparnya.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Pasuruan Sahkan APBD Tahun Anggaran 2025 Rp3,9 Triliun
Seiring telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mencabut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan perubahan terhadap perda yang mengatur tentang pajak daerah dan Perda yang mengatur retribusi daerah untuk disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
"Dengan disahkan raperda non-APBD ini bisa memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sesuai dengan potensi daerah yang lebih luas. Selain itu, daerah lebih memiliki ruang fiskal untuk membiayai urusan penyelenggaraan otonomi daerah guna mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkeadilan," jelasnya.
Pansus DPRD bersama dengan perangkat daerah pemungut pajak dan retribusi telah melakukan pembahasan bersama terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Baca Juga: Pilkada Telah Usai, Abah Heru: Mari Kita Gandengan Tangan Membangun Pasuruan Lebih Baik
Untuk pajak daerah meliputi PBB-P2, BPHTB, PBJT, pajak reklame, pajak air tanah, pajak MBLB, Opsen PKB, dan Opsen BBNKB.
Sedangkan retribusi daerah terdiri atas retribusi jasa umum (pelayanan kesehatan, pelayanan kebersihan, pelayanan parkir di tepi jalan umum, pelayanan pasar, retribusi jasa usaha).
Pansus DPRD Kabupaten Pasuruan sepakat dan menyetujui agar rancangan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah ini dapat ditetapkan menjadi peraturan daerah dan dilanjutkan pada tahapan berikutnya sesuai dengan Ketentuan Pasal 95 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Baca Juga: Warga Komplain Limbah PT Cargill, Komisi III DPRD Kabupaten Pasuruan Desak Pertanggungjawaban
Pansus juga memberikan saran kepada pemerintah daerah. Pertama dalam tahap implementasinya (pengurangan, keringanan, pembebasan, penghapusan, atau penundaan atas pokok pajak/retribusi) di pasal 87 sampai dengan pasal 88 agar lebih diperjelas di dalam peraturan bupati.
Kedua terkait dengan retribusi parkir berlangganan ke depan agar pemerintah daerah memberikan fasilitas berupa tempat parkir berlanggan yang layak. (bib/par/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News