PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Direktur Pusaka Lujeng Sudarto bersama beberapa rekannya mendatangi Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, Senin (26/6/2023). Kedatangan mereka untuk audiensi terkait penanganan kasus redistribusi tanah di Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan.
"Pada intinya kami meminta dengan tegas kepada kejaksaan supaya bisa menangkap mafia tanah, meskipun dia penguasa jabatan," kata Lujeng yang saat itu ditemui Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan, Agung.
Baca Juga: Pesan AHY Sebelum Akhiri Kerja: Perangi Mafia Tanah
Menurutnya, dalam program redistribusi tanah itu yang berhak mendapat sertifikat adalah petani yang mengelola selama berpuluh-puluh tahun di lahan tersebut. Namun di lapangan, yang mendapat sertifikat justru orang luar yang tidak ada peranan mengelola tanah tersebut.
Di samping itu, Lujeng menjabarkan bahwa program sertifikat redistribusi tanah semestinya diberikan secara gratis oleh negara kepada petani pengelola lahan. Namun, fakta di lapangan ada tarif biaya dengan nominal per meter Rp2.500.
"Anehnya juga, lahan milik negara justru dikuasai oleh perorangan dan itu jelas perbuatan melawan hukum," tegas dia.
Baca Juga: Serahkan Sertifikat Elektronik, Menteri AHY Harap UMKM Pariwisata Terus Berkembang
Ia menegaskan bahwa PPL atau panitia pertimbangan landreform mempunyai peran penting dalam program redistribusi ini. Untuk itu, Lujeng mendesak agar kejari juga memproses PPL, mulai dari jajaran ketua, sekretaris, dan bendahara.
"Adanya pungli itu dikarenakan lemahnya dari PPL," tegas Lujeng.
Meski demikian, ia yakin kejakasaan bisa bekerja secara profesional dalam menangani perkara ini. "Kami tetap memberikan prasangka positif, tidak ada diskriminatif di kejaksaan," kata lujeng.
Baca Juga: Kinerja Buruk, Kepala Desa Kawisrejo Pasuruan Didesak Mundur
Sementara Kasi Intel Kejari Pasuruan, Agung, berterima kasih kepada LSM Pusaka yang mengawal soal penanganan perkara redistribusi.
Ia mengatakan penanganan perkara ini terus berjalan, tidak berhenti pada penangkapan Kepala Desa Tambaksari, ketua panitia, oknum pimpinan LSM, dan lainnya.
Agung menjelaskan penanganan perkara tersebut membutuhkan waktu dan tahapan yang panjang. Mulai dari penggalian data, pengumpulan data, kajian kerugian negara, saksi, dan bukti pendukung lainnya.
Baca Juga: Tak Dukung Lingkungan Hidup, Lujeng Pertanyakan Visi 2 Paslon Pilbup Pasuruan 2024
Menurutnya, proses penanganan perkara ini dinamis. Bisa bertambah, bisa juga berakhir. Soal penangkapan mafia tanah, dia menjelaskan bahwa beberapa orang yang sudah ditahan saat ini adalah bagian dari mafia tanah.
Terkait pemanggilan ketua PPL, ia mengaku belum bisa melakukannya tanpa ada bukti kuat.
"Misal ketua PPL saat ini bupati, apakah kita tahu atau melihat bupati saat penyeleksian, pengajuan, beliau ada di balai desa atau di lapangan, kan kita juga tidak tahu, butuh bukti juga," kata Agung.
Baca Juga: Pemilik Kafe di Ruko Gempol 9 Keluhkan Pungutan Rp80 Ribu per Hari, Minta Pertanggungjawaban
"Kita tidak berhenti, kami terus melakukan pengembangan," tambah Agung. (afa/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News