Kutip Imam Ghazali, Penulis Buku Kiai Miliarder: Penulis Bisa Punya Pengaruh setara Ulama-Presiden

Kutip Imam Ghazali, Penulis Buku Kiai Miliarder: Penulis Bisa Punya Pengaruh setara Ulama-Presiden M Mas'ud Adnan (paling kanan), KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin, nomor dua dari kanan), Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, ( nomor tiga dari kanan) dan Dr H Abdullah Aminuddin Aziz, M.Pd (paling kiri) dalam Seminar Nasional Entrepreneur dan Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Pesantren Tebuireng Jombang, Ahad (30/7/2023). Foto: bangsaonline

Mas’ud Adnan juga bercerita awal ketertarikannya menjadi penulis. “Waktu mondok di Tebuireng, teman-teman saya banyak putra-putri kiai. Banyak yang kaya. Sedang saya anak petani. Bahkan saya ditinggal abah saat saya kelas 2 SD,” kata putra H. Adnan dan Hj Mutiha, warga Patemon Tanah Merah Bangkalan Madura itu.

Saat itu, tutur Mas’ud Adnan, dirinya sering berpikir tentang masa depannya. “Saat saya di Madrasah Tsanawiyah Tebuireng saya mulai berpikir. Saya kalau boyong atau pulang dari Pesantren Tebuireng akan jadi apa. Masak saya akan macul lagi ke sawah. Karena waktu kecil saya kadang ikut kerja ke sawah,” kata Mas’ud Adnan yang membuat peserta bedah buku tertawa.

“Kalau teman-teman saya yang anaknya kiai kan enak. Pulang dari pondok atau pesantren langsung mengajar atau membantu abahnya yang kiai atau kelak menggantikan posisinya sebagai pengasuh pesantren. Lah, nasib saya gimana,” kata Mas’ud Adnan.

Ia mengaku sempat ingin jadi orator atau penceramah terkenal. Tapi saat salat istikharah (minta pilihan kepada Allah SWT) ia mengaku lebih mantap menjadi wartawan. Sejak itulah ia belajar menulis.

Tapi tentu tak mudah. Ia siang malam belajar menulis. Sampai akhirnya berbuah ketika kelas 1 Madrasah Aliah Tebuireng.

“Saat saya kelas 1 Aliyah tulisan saya sudah dimuat Jawa Pos. Bahkan dua tulisan sekaligus dalam satu minggu,” kenang Mas’ud Adnan yang kini CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.

Ia mengaku makin senang menulis karena ternyata dapat honor. Saat itu ia mengaku mendapat honor Rp 27.500 dari dua tulisannya di Jawa Pos.

“Ini penting bagi adik-adik mahasiswa yang bukan anak seorang kiai dan bukan anak orang kaya atau anak pejabat. Mohon maaf, saya dulu saat seusia adik-adik sangat gelisah memikirkan tentang masa depan. Karena saya anak petani. Masak saya pulang dari pondok saya harus mau macul lagi,” kata Mas’ud Adnan.

Meski demikian ia kini sedang berpikir tentang nasib petani di Madura. Ia ingin sawah di Madura produktif seperti di negara-negara maju sehingga nasib para petani terangkat, baik penghasilan maupun status sosialnya.

Sebagai anak petani atau orang biasa Mas’ud Adnan mengaku sangat serang dengan taushiah Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. “Saya sangat tertarik dengan taushiah Imam Ghazali. Beliau mengatakan, jika kalian bukan anak seorang ulama besar atau raja (presiden), maka jadilah penulis. Sebab dengan menjadi penulis akan banyak memberikan manfaat bagi orang banyak atau masyarakat. Seorang penulis yang hebat akan punya pengaruh besar dan status sosial tinggi yang bahkan bisa setara dengan presiden dan ulama sekalipun,” kata Mas’ud Adnan yang mengaku merasa tetap sebagai santri Tebuireng, meski sudah boyong.

Begitu juga secara ekonomi. Menurut Mas’ud, penulis akan mengalami mobilitas vertikal. “Buktinya mobil saya lebih bagus dibanding mobil dosen Unhasy,” kata Mas’ud Adnan yang disambut tawa para dosen dan mahasiswa Unhasy. “Tapi ini guyon, maaf, ini hanya guyon,” tambahnya sembari tertawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO