SURABAYA,BANGSAONLINE.com - Putusan Makhkamah Konsitusi (MK) yang membolehkan kampanye politik di lingkungan kampus tengah menjadi sorotan.
Terlebih kampus menjadi sumber intelektual di mana akademisi dan mahasiswa dapat menguji dinamika kontestasi politik.
Baca Juga: Elemen Masyarakat Jatim Dukung Putusan MK soal Netralitas ASN dan Polisi dalam Pilkada 2024
Namun, beberapa pihak juga menyayangkan kampanye di lingkungan kampus terkait netralitas institusi pendidikan.
Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Irfa'i Afham menanggapi Amar Putusan MK tersebut.
Irfa'i melihat masuknya politik ke kampus merupakan bentuk nyata dinamika politik yang tidak terelakkan.
Baca Juga: Pascaputusan MK, PDIP Gresik Minta Bawaslu Tindak Pejabat dan TNI-Polri Tak Netral di Pilkada 2024
"Saya sepakat dengan kehidupan politik yang dinamis di lingkungan kampus karena di kampus menjadi tempat lahirnya ide-ide politik besar dan alternatif dalam konteks berbangsa dan bernegara,"kata Irfa'i, di Surabaya, Selasa(29/8/2023).
Politik di kampus tidak pernah terlepas dari sejarah yang ada di Indonesia. Menurutnya, periode otoritarian yang membawa dampak partisipasi politik di kampus.
"Kita mengalami 32 tahun era otoritarian di bawah pemerintahan Soeharto. Dampaknya adalah pasifnya keterlibatan politik di kampus. Mahasiswa dan dosen yang berpendapat kritis sering dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai potensi untuk mengembangkan ide-ide besar dalam politik," tuturnya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Meski kampus adalah tempat mahasiswa belajar berpolitik, mahasiswa harus menjaga batasan agar tak masuk ke dalam politik praktis.
Mahasiswa penyelenggara kampanye juga diminta untuk menjaga etika. Irfa'i menyebut isu antikorupsi harus menjadi agenda utama.
"Agenda anti korupsi seharusnya menjadi agenda utama dalam memperkuat budaya politik di kalangan mahasiswa, yang mencakup pembentukan karakter yang toleran dan demokratis," ujar dosen Ilmu Politik itu.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, Pentas Wayang Perjuangan Hadratussyaikh, Dalang Ki Cahyo Kuntadi Riset Dulu
Kendati begitu, Irfa'i mengakui ada dampak baik dan buruk bagi mahasiswa. Ini terkait tentang bagaimana kampanye membentuk kultur kritis mahasiswa.
Hal tersebut ia ungkap ketika melihat praktik kampanye saat menempuh pendidikan di kampus luar negeri.
"Ketika saya belajar di Eropa, khususnya di Prancis, saya melihat suasana politik yang dinamis di mana mahasiswa, calon legislatif, calon walikota, dan calon presiden berdiskusi tentang gagasan-gagasan. Ini sangat penting dalam membangun kultur kritis di kalangan mahasiswa," ungkapnya.
Baca Juga: Didukung Penyintas Semeru, Rakka dan TPD Lumajang yakin Khofifah-Emil Menang
Mengenai regulasi kampanye ini, Pemerintah dan lembaga pengawas memiliki peran penting.
"Dalam menghadapi situasi ini, kampus-kampus yang memiliki otonomi perlu merumuskan aturan yang mengayomi agar politik di kampus tetap sehat," ujar Irfa'i.
"Dengan mengambil langkah bijak, putusan MK ini dapat menjadi peluang untuk membangun politik yang lebih dinamis setelah lebih dari dua dekade reformasi," pungkasnya. (van)
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News