Oleh: Mukhlas Syarkun
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Tesis Kiai Imaduddin mengenai pembatalan nasab klan Ba’Alawi menjadi perhatian masyarakat termasuk kalangan akademisi di lingkungan NU.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Diantaranya Dr. Sholeh al-Basyari. Ia mengatakan bahwa tesis Kiai Imaduddin Al-Bantani tidak memenuhi standar sebagai tesis, hanya sekedar paparan semacam maqola (omon-omon). Namun demikian tesis itu memiliki manfaat besar, yaitu mencerahkan dan membangun kesadaran warga Nahdhiyin yang selama ini silau oleh habaib sebagai keturunan nabi.
Begitu pula, Dr Kiai Ubaidillah, dosen hermeneutik yang mendukung penuh tesis Kiai Imaduddin. Bahkan Ubaidilah sampai kepada tahap mengakui sebagai pendapat qoth'i, sehingga menolak mentah-mentah pendapat di luar Kiai imad. Ya, Kiai Ubaidillah masuk kategori pendukung militan Kiai Imad. Menurut dia, Kiai Imaduddin berhasil membebaskan warga NU dari hegemoni kehabiban.
Prof Muhammad AS Hikam juga memberi apresiasi terhadap upaya-upaya yang bersifat akademik, baik yang dilakukan oleh Kiai Imad maupun yang kontra seperti Gus Romeil. Menurut dia, selama perdebatan tetap berbasis pada kajian ilmiah.
Baca Juga: Prof Kiai Imam Ghazali Ingatkan PBNU Klan Ba'Alawi Berpotensi Ubah Sejarah NU
Prof AS Hikam menilai kajian akademik (pro-kontra) sifatnya hipotesis (dhanni) dan karena itu, tidak ada mutlak mutlakan, karena ia tetap membuka ruang ikhtilaf. (baik yang Pro atau kontra).
Sementara Dr Ayik Heriansyah menilai tesis Kiai Imaduddin dari kacama perowi hadits. Menurut dia, derajatnya tesis Kiai Imaduddin seperti Al-Bani. Jadi belum sampai pada derajat sebagaimana Imam Al-Bukhari. Bahkan Ayik melihat ada fenomena efek negatif dari thesis Kiai Imad, yaitu menumbuhkan benih radikalisme di kalangan Nahdhyyin.
Dr KH Fahrur Razi, salah satu ketua PBNU menilai, tesis kiai Imad menyalahi ijma' (salah satu sumber hukum diikuti NU adalah ijma').
Baca Juga: Prof Kiai Imam Ghazali: Klaim Habib Luthfi tentang Kakeknya Pendiri NU Menyesatkan
Oleh karena itu, ia diminta agar tidak membawa bawa NU dalam perdebatan ini. Ia mempersilakan melakukan kajian diluar NU, tentu harus dipikirkan dampak negatifnya.
Nah, dengan demikian kita tentu sepakat, kajian akademik yang harus menjadi fokus garapan. Sementara narasi rasis dan kebencian harus dibuang jauh, agar perdebatan menghasilkan pencerahan dan membebaskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News