SITUBONDO, BANGSAONLINE.com - Praktik judi dalam pesta demokrasi mewarnai pemilihan bupati dan wakil bupati di Situbondo. Bahkan, salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya menyatakan bursa taruhan lebih condong ke paslon petahana, Karna Suswandi-Khoirani.
"Bursa taruhan lek-lekan (menang kalah) hingga saat ini masih banyak pasangan Karunia (Karna Suswandi-Khoirani), kalau pasangan sebelah (Rio-Ulfi) belum ada," ujarnya kepada BANGSAONLINE.com, Rabu (2/10/2024).
Baca Juga: KPU Situbondo Kirim Surat Penetapan Paslon Terpilih ke DPRD, Mahbub: Siap Gelar Rapat Paripurna
Menurut dia, bursa taruhan untuk pasangan petahana kuat di semua wilayah.
"Hampir mayoritas wilayah barat, wilayah tengah, dan timur," katanya.
Ia menambahkan, para petaruh datang dari berbagai daerah di Jawa Timur.
Baca Juga: Sidang Gugatan Pilkada Gresik di MK, KPU Sudah Siapkan Jawaban
"Petaruh itu dari Bondowoso, Jember, Lumajang, Probolinggo, dan Madura," ucapnya.
Diungkapkan olehnya, terdapat berbagai jenis taruhan, dan besarannya antara jutaan sampai miliaran rupiah.
"Yang umum ada lek-lekan dan kotasan (suara dipotong), ada juga apet, unggul, belluk (delapan). Besaran taruhan ada yang Rp100 juta, Rp10 juta, Rp20 juta, Rp500 juta, bahkan miliaran kalau dikumpulkan," sebutnya.
Baca Juga: Yani-Alif Tunjuk Enam Kuasa Hukum untuk Hadapi Sidang Gugatan di MK
Menanggapi hal tersebut, pengamat sosial politik dari Universitas Abdurachman Saleh (Unars) Situbondo, Dini Noor Aini, mengatakan bahwa taruhan di ajang pesta demokrasi layaknya fenomena yang tak bisa ditumpas.
"Ini sudah menjadi fenomena, tidak hanya Pilkada, tapi juga pemilihan kepala desa. Taruhan ini seperti perjudian, karena kebiasaan yang terus-menerus, sehingga menjadi tradisi," tuturnya.
Ia menilai, ada beberapa faktor yang mendukung taruhan pada Pilkada 2024 di Situbondo.
Baca Juga: Sitkamtibmas Tetap Kondusif, Ketua PWI Apresiasi Kinerja Polres Mojokerto Kota
"Faktor sosial dan lingkungan yang mendukung, tidak berusaha untuk mencoba mengurangi atau memberantas. Kedua, faktor ekonomi, mencari keuntungan, dan faktor ketiga adalah faktor politis, seorang bos butuh pengakuan memiliki 'kesaktian' untuk mendukung suatu paslon," paparnya.
Dosen Sistem Politik Indonesia Unars ini turut membeberkan realitasnya, di mana para petaruh hadir dalam kontestasi lantaran sifat pragmatis yang terus berkembang.
"Kedaulatan atau kepentingan rakyat semakin hari semakin terkikis, karena masyarakat kita terbuai oleh praktik-praktik pragmatisme," ujarnya.
Baca Juga: DPRD Situbondo Siap Gelar Paripurna Pelantikan Bupati Terpilih, Ketua KPU Tunggu SK dari MK
Perempuan yang pernah menjadi Komisioner Pemilihan Umum (KPU) Situbondo itu menyebut keberadaan para petaruh bisa berpengaruh pada pemenangan paslon dalam pesta demokrasi.
"Ia bekerja sama dengan paslon atau tim sukses untuk melakukan pemetaan suara dan pemenangan," pungkasnya. (sbi/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News