Bawaslu Jatim Gelar Sosialisasi Pengawasan Partisipatif di Kediri

Bawaslu Jatim Gelar Sosialisasi Pengawasan Partisipatif di Kediri Anggota Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia Jatim, Elsa Fifajanti, saat menyampaikan paparan. Foto: MUJI HARJITA/BANGSAONLINE

KOTA KEDIRI, BANGSAONLINE.com Jatim melaksanakan Sosialisasi Pengawasan di Kota Tahu, Sabtu (23/11/2924). Agenda tersebut dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota serentak tahun ini. 

Sosialisasi bertajuk 'Pengawasan Partisipatif Mengawal Pemilihan 2024 Yang Demokratis dan Bermartabat. Mewujudkan Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur Yang Demokratis, Berintegritas dan Anti Politik Uang' itu dilaksanakan dalam 2 sesi. 

Baca Juga: Gelar Doa Bersama Sambut Kemenangan, Puluhan Ribu Masyarakat Siap Kawal Suara Khofifah-Emil

Sesi pertama sosialisasi diikuti oleh komunitas-komunitas, termasuk komunitas kawan-kawan disabilitas. Sedangkan sesi kedua, dikuti oleh sekitar 200 pemantau pemilihan dari Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Jawa Timur.

Kegiatan dibuka oleh anggota Jatim, Dewita Hayu Shinta, lalu materi pada sesi kedua diisi oleh Eko Sasmito, (Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia Jatim) dan Elsa Fifajanti (Anggota Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia Jatim).

Dalam paparannya, Eko mengatakan bahwa tidak akan mampu untuk melaksanakan pengawasan sendirian, karena keterbatasan personil .

Baca Juga: Relawan Jari Mata Siap Kawal Kemenangan Khofifah-Emil Hingga Akhir

"Maka dari itu, agar pengawasan pemilihan semakin efektif, diperlukan partisipasi dari masyarakat untuk membantu melaksanakan tugas pengawasan tersebut," kata mantan Ketua KPU Jatim itu.

Sedangkan, Elsa Fifajanti dalam paparannya lebih menyoroti terkait masalah politik uang dan netralitas ASN. Menurut Elsa, poltiik uang dalam pemilu atau pemilihan kepala daerah memang dilarang oleh aturan. Bahkan, bagi orang yang terbukti melakukan politik uang, bisa di penjara.

"Tapi ada sebuah fenomena menarik terkait politik uang ini. Ada survei yang dilakukan oleh lembaga survei kredibel, di salah satu Kota di Jawa Timur pada bulan Mei 2024 lalu, dimana hasilnya cukup mencengangkan. Hasil survei itu, menyebutkan sebanyak 53,4 persen dari responden, menyatakan pemberian uang dalam Pilkada adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan masyarakat sebagai ganti uang transport saat pencoblosan," paparnya.

Baca Juga: Dukungan Para Pekerja MPS Brondong Lamongan untuk Menangkan Khofifah di Pilgub Jatim 2024

Perempuan yang juga mantan Ketua Panwaslu Kota Mojokerto itu mempertanyakan, apabila dianggap politik uang yang dilarang dalam Undang-undang, apakah tidak menjadi anomali terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan, bagaimana dan jajarannya menyikapi hal ini.

Dijelaskan olehnya, meskipun ada pelaku politik uang tertangkap dan diproses oleh , bisa saja pelaku tidak bisa dijerat karena dalam proses tidak ada saksi yang mau hadir ke kantor untuk diperiksa.

Elsa mencontohkan kasus dugaan politik uang yang melibatkan pelawak kondang Eko Patrio. Pada Pemilu 2009 lalu, saat kampanye Eko ketahuan bagi-bagi uang. Akan tetapi ketika diproses di Panwaslu Kota Mojokerto, saksi yang ditemukan, tidak mau bersaksi. Selain itu, Panwas tidak berhasil menemukan barang buktinya.

Baca Juga: Bawaslu Kota Batu Catat Ada 7 Laporan Dugaan Pelanggaran Kampanye Pilkada 2024

"Karena tidak ada saksi dan barang bukti, maka kasus dugaan politik uang yang melibatkan Mas Eko Patrio tidak bisa diproses lebih lanjut dan Mas Eko Patrio akhirnya bisa melenggang ke Senayan," cetusnya.

Sedangkan terkait netralitas ASN, Elsa menyatakan ASN termasuk Kepala Desa, harus netral dalam Pilkada sesuai regulasi. Namun dalam praktik di lapangan, tidak sedikit ASN dan Kepala Desa yang secara diam-diam menjadi tim sukses dari salah satu calon.

"Maka menjadi tugas dan kita semua untuk mengawasi perilaku ASN dan Kepala Desa ini," katanya.

Baca Juga: Jelang Pilbup 2024, Polres Kediri Bentu Satgas Anti Money Politic

Ia menambahkan, fenomena ASN atau Kepala Desa menjadi Tim Sukses salah satu calon, meski secara diam-diam, sebenarnya bukan rahasia lagi.

"Kenapa? mereka melakukan hal yang sebenarnya dilarang itu? Menurut Elsa, ASN itu punya jalur birokrasi, ada kepatuhan kepada atasannya dalam menjalankan tugas dan kewajiban dan ini mengangkut karir masa depannya. Kalau ketahuan (menjadi tim sukses), berarti ada yang mengintip. Itu namanya pelanggan hak asasi," pungkasnya. (uji/mar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO