JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Berbagai komunitas menggelar Haul ke-15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), termasuk komunitas non muslim. Haul presiden ke-4 RI itu digelar di berbagai tempat. Namun Haul Gus Dur yang cukup besar digelar di Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan di kediaman Gus Dur di Ciganjur Jakarta Selatan.
Baik di Pesantren Tebuireng maupun di Ciganjur dihadiri para tokoh nasional dan ribuan warga NU, disamping komunitas non muslim. Tokoh yang hadir, antara lain, Menteri Agama Prof Dr Nasaruddin Umar, Kepala Badan Urusan Haji dan Umroh KH Muhammad Irfan Yusuf, Mantan Mekopolhukam Prof Dr M Mahfud MD, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wakil Gubernur Jawa Timur Dr Emil Dardak, dan tokoh lainnya.
Baca Juga: Ning Inayah Wahid Sebut Gus Dur Selalu Bela Orang Lemah, Yakin Menolak Kenaikan PPN 12 %
Haul Gus Dur di Tebuireng selain dihadiri Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfud (Gus Kikin) juga dihadiri Inayah Wulandari Wahid, salah seorang putri Gus Dur.
Menurut Ning Inayah Wahid, dalam Haul ke-15 Gus Dur, keluarga Gus Dur memutuskan mengambil tema Mengasah Nurani Membela yang Lemah. Alasannya, karena ketajaman nurani dan pembelaan terhadap yang lemah ini semakin menipis dewasa ini.
“Kenapa tema itu diambil. Karena itu salah satu warisan Gus Dur, yang mungkin hari ini mulai menipis atau sulit kita temukan,” kata Inayah Wulandari Wahid dalam Haul ke-15 Gus Dur di Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur, Ahad (22/12/2024).
Baca Juga: Haul ke-15 Gus Dur, Pisahkan Polri dari TNI untuk Tegakkan Demokrasi, Bukan Jadi Alat Kekuasaan
Karena itu, menurut Ning Inayah, nurani kita perlu diasah kembali.
Diasah dengan apa?
“Untuk mengasah nurani itu melalui akal dan akhlak,” kata Ning Inayah saat sambutan mewakili keluarga Gus Dur.
Baca Juga: Ngaku Pelayan, Gus Fahmi Nangis saat Launching Majelis Istighatsah dan Ngaji Kitab At Tibyan
Menurut Ning Inayah, tempat mengasah nurani paling tepat adalah pondok pesantren.
“Dan tempat mana lagi yang paling tepat kalau bukan pesantren,” kata Ning Inayah di depan ribuan kiai dan warga NU yang memenuhi Pesantren Tebuireng dan jalan raya di luar pesantren.
Ning Inayah yakin Gus Dur terasah nuraninya karena begitu lama berada di lingkungan pesantren. “(Gus Dur) menjadi bagian dari pesantren,” kata Ning Inayah.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Sehingga Gus Dur punya kepekaan sosial sangat tinggi, terutama terhadap orang-orang lemah atau dilemahkan.
Menurut dia, salah satu warisan Gus Dur adalah selalu bersama orang lemah dan membela orang lemah atau dilemahkan. Inilah yang perlu diteladani.
Tapi pertanyaannya, kata Inayah, bagaimana kita memaknai membela orang lemah. Seperti apa membela orang lemah. Soalnya, kata Inayah, ada orang bilang membela wong cilik.
Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama
“Tapi pada akhirnya yang dibela orang gede (orang besar),” kata Ning Inayah.
“Wong ciliknya tetap cilik. Bahkan mungkin makin cilik. Sementara yang gede semakin gede,” tambah Ning Inayah.
Untuk memaknai dan meneladani Gus Dur membela orang lemah, Inayah memberi contoh Gus Dur dalam membela posisi perempuan.
Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu
“Untuk semua perempuan yang ada di sini. Dan semua laki-laki yang ada di sini. Karena semua lahir dari rahim perempuan,” kata Ning Inayah.
Menurut dia, di Indonesia perempuan itu diperingahati sebagai Hari Ibu Nasional. Padahal, tutur Inayah, saat Hari Ibu Nasional itu dicanangkan oleh Presiden Soekarno adalah sebagai kekuatan perempuan.
“Untuk pemberdayaan perempuan. Bahwa perempuan adalah makhluk yang berdaya seperti laki-laki,” tegasnya.
Baca Juga: Persiapan Konferwil NU Jatim Capai 100 Persen, Pembukaan Siap Digelar Malam ini
Tapi dalam perkembangannya Hari Ibu Nasional kemudian direduksi, dikurangi, menjadi Hari Ibu saja. Yaitu hanya sebagai orang ibu yang mengurusi keluarga dan anak-anak.
Maka Gus Dur, terutama saat menjadi presiden, mengembalikan kekuatan mereka. Gus Dur menganggap bahwa perempuan berdaya. “Oleh Gus Dur kembali dibangkitkan kekuatannya,” katanya.
Karena itu Inayah berkesimpulan bahwa membela yang lemah itu ada dua hal.
Baca Juga: Ponpes Tebuireng Siap Gelar Konferwil NU XVIII
“Pertama, membela yang lemah itu kita bersama mereka. Kita berdiri bersama mereka. Dan tidak diragukan lagi. Kita semua sudah paham bagaimana Gus Dur selalu bersama mereka,” katanya.
Ning Inayah bercerita, ketika ada kelompok diperlakukan tidak adil oleh kelompok yang lebih berkuasa, apapun kekuasaannya, entah itu negara atau kelompok yang lain, Gus pasti membela.
“Beliau (Gus Dur) pasti bersama mereka yang dilemahkan. Beliau pasti bersama mereka para mustad’afin. Jadi kalau hari ini kita ngomongin kelompok-kelompok yang sedang pusing karena mulai bulan depan akan menghadapi PPN 12 %. Saya yakin Gus Dur akan bersama mereka yang pusing harus menghadapi PPN naik 12 % tersebut,” tegasnya.
Kedua, kata Inayah, bagaimana harus memaknai membela yang lemah. “Gus Dur selalu percaya bahwa tidak ada manusia yang lemah, bodoh dan miskin. Yang ada hanya kelompok-kelompok yang dilemahkan, dimiskinkan dan dibodohkan,” jelasnya.
“Dan seringkali hal tersebut dilakukan secara terstruktur dan massif untuk kepentingan mereka,” tambahnya.
Maka satu hal yang harus kita lakukan, kata Ning Inayah, dalam membela mereka yang lemah adalah mengembalikan kesadaran kepada mereka yang dilemahkan bahwa mereka tidak lemah.
“Dan membantu memulihkan keberdayaan mereka. Dan saya yakin itu yang dilakukan Gus Dur selama ini. Dan bagaimana kita melakukan itu semua, kita harus selalu mengasah nurani,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News