
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Aksi heroik KH Muhammad Yusuf Hasyim (Pak Ud) luar biasa. Adik kandung KH A. Wahid Hasyim, anggota BPUPKI, itu mau menyergap mata-mata Belanda. Tapi ketika masuk rumah sasaran ia kepergok tentara Belanda. Kiai Yusuf Hasyim ditembak. Tapi secepat kilat Kiai Yusuf Hasyim lari. Lompat jendela. Tembakan tentara Belanda itu meletus. Kiai Muhammad Yusuf Hasyim pingsan. Lalu bagaimana nasib selanjutnya. Silakan ikuti tulisan M. Mas’ud Adnan, wartawan BANGSAONLINE, seri ke-7 di bawah ini.
Prof Usep Abdul Matin, MA (Leiden), MA (Duke), Ph.D, secara terus terang mengakui nyali dan keberanian Kiai Yusuf Hasyim dalam berperang melawan penjajah, baik Belanda, Jepang maupun Inggris.
“Pak Ud, usianya masih muda, belum 20 tahun, sudah mampu ledakkan tank penjajah. Dahsyat,” kata Prof Usep Abdul Matin kepada HARIAN BANGSA seusai menjadi nara sumber dalam seminar pengusulan KH Muhammad Yusuf Hasyim sebagai pahlawan nasional di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya, Rabu (28/5/2025).
Prof Usep Abdul Matin, MA (Leiden), MA (Duke), Ph.D. Foto: M. Mas'ud Adnan/bangsaonline
Kiai Yusuf Hasyim meledakkan tank dan mobil konvoi itu dalam pertempuran 10 November 1945. Dalam perang melawan penjajah Inggris itu Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad yang mewajibkan umat Islam berperang melawan penjajah sehingga mengobarkan semangat perang melawan Inggris.
Dalam pertempuan Surabaya yang berlangsung 10 hari itu Jenderal Mallaby terbunuh. Nama lengkapnya Brigadir Aubertin Walter Sothern Mallaby CIE OBE. Mallaby adalah seorang perwira Angkatan Darat India Britania yang menjadi jenderal andalan Inggris. Hasil riset tim Film Sang Kiai, Jenderal Mallaby terbunuh oleh tembakan santri Pesantren Tebuireng.
Menurut Prof Usep, prestasi Pak Ud sangat gemilang. Ketika agresi militer Belanda I (21 Juli – 5 Agustus 1947) Pak Ud ditugaskan menjaga kawasan Cukir, sebuah desa di Pesantren Tebuireng. Pak Ud sukses. Maka jabatan Pak Ud dinaikkan menjadi Komandan Kompi Bataliyon Mekanisasi Yon 39 Condromowo untuk kawasan Jombang Jawa Timur. Saat itu Pak Ud berusia 19 tahun 2 bulan.
“Saat menjadi Komandan Kompi Pak Ud memimpin 250 prajurit. Pak Ud menjadi Komandan Kompi sampai 1 Januari 1951,” kata Prof Usep yang menulis secara detail proflil Kiai Muhammad Yusuf Hasyim.
Kenaikan jabatan menjadi Komandan Kompi itu, menurut data yang ditemukan Prof Usep, menghadapkan Pak Ud pada 2 (dua) tugas berat. Pertama, mempertahankan Jombang dari garis van Mook (perbatasan kawasan yang dikuasai pemerintah Hindia Belanda).
Pada agresi militer II Belanda (19 Desember 1948-5 Januari 1949), tulis Prof Usep, wilayah kekuasan van Mook sudah menyebar dari Gresik sampai selatan Mojoagung, sebuah wilayah yang berbatasan dengan Jombang. Ini berarti agresi militer Belanda kian meluas.
Tugas Pak Ud kedua, tutur Prof Usep, adalah merebut kembali beberapa daerah Jawa Timur yang sudah dikuasi tentara Belanda.
“Seperti Perning (perbatasan Sidoarjo dan Mojokerto), Krian, Sidoarjo, dan Mojokerto, yang saat itu sudah masuk ke dalam garis van Mook,” ujar Prof Usep.
Dua tugas berat itu dilaksanakan Kiai Yusuf Hasyim dengan cepat. Bahkan Kiai Yusuf Hasyim semakin berani.
“Kiai Muhammad Yusuf Hasyim berani melibatkan dirinya dalam perang terbuka,” kata Prof Usep sembari mengungkap bahwa saat itu Kiai Yusuf Hasyim berusia 19 tahun 7 bulan hingga usia 20 tahun.
Pada usia itu juga Kiai Yusuf Hasyim melancarkan aksi dramatis yang sangat berani. Ia bersama teman-temannya, Laskar Hizbullah, melakukan aksi penculikan atau penyergapan terhadap mata-mata Belanda di sebuah rumah gelap di kawasan Cukir.
“Kiai Yusuf Hasyim menyalakan korek api. Namun, tanpa ia duga ada pasukan tentara Belanda di dalam rumah itu sambil mengacungkan senapan ke arah KH M Yusuf Hasyim,” kata Prof Usep.
Kiai Yusuf Hasyim pun kaget. “Dengan cepat, Kiai Muhammad Yusuf Hasyim melompat lewat pintu jendela. Suara yang didengar oleh Kiai Muhammad Yusuf Hasyim saat itu adalah suara tembakan dari pasukan tentara Belanda. Kemudian Kiai Muhammad Yusuf Hasyim pingsan. Ketika dia bangun, dia sudah dikelilingi oleh teman-teman seperjuangannya,” kata Prof Usep sembari mengatakan bahwa saat bangun Kiai Muhammad Yusuf Hasyim sudah berada di sebuah rumah.
Menurut Prof Usep, Kiai Muhammad Yusuf Hasyim menamakan perang yang ia jalankan itu sebagai “perang gerilya”. Yaitu perang dengan taktik sembunyi-sembunyi, serangan mendadak atau penyergapan, dan bergerak dalam unit kecil.
Kiai Muhammad Yusuf Hasyim, tutur Prof Usep, mengatakan: “Alhamdulillah, perang gerilya itu menang, walau kita banyak korban, maklum senjata tak seimbang”. (M.Mas’ud Adnan/bersambung).