JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Sangat menarik mencermati alasan para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold, yaitu ambang batas minimal prosentase pengusulan calon presiden dan wakil presiden yang mensyaratkan harus didukung oleh 20 % kursi DPR RI. Menurut MK, presidential thereshold selain bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat juga melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intorelable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun1945.
Menurut MK, seperti ditulis di laman mkri.id, alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden.
Baca Juga: Yani-Alif Tunjuk Enam Kuasa Hukum untuk Hadapi Sidang Gugatan di MK
“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujar Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Sidang Pengucapan Putusan ini digelar pada Kamis (2/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK. Mahkamah menilai pokok permohonan para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah beralasan menurut hukum.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.
Baca Juga: Inilah Tokoh-Tokoh yang Pernah Gugat Presidential Threshold Tapi Ditolak MK
Mengacu pada putusan MK ini, maka pada Pilpres 2029 otomatis semua parpol bisa mengusung capres dan cawapres.
Seperti diberitakan, putusan MK dengan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang berhasil menghapuskan presidential threshold tersebut berkat gugatan yang diajukan oleh empat mahasiswa UIN Kalijaga Yogyakarta.
Mereka adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Baca Juga: Kenapa Presidential Threshold Harus Dihapus? Didominasi Parpol dan Bisa Terjebak Calon Tunggal
Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menilai syarat presidential threshold berapa pun besaran persentasenya pada dasarnya bertentangan dengan Pasal 6A ayat 2 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Menurut MK, adanya ketentuan ini justru dapat membatasi kedaulatan rakyat dalam berdemokrasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News