
BANGSAONLINE.com - Cerita ini merupakan kelanjutan dari part 1. Agar paham dengan alur cerita, maka kami sarankan untuk membaca Kisah Mistis Gunung Kawi, Mitos atau Fakta? (1) di sini.
Mendirikan tenda di pos 3
Saat itu, waktu tengah menunjukkan pukul 17.00 WIB, dan kami hanya dua orang, sepanjang perjalanan tidak bertemu pendaki lain. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, kami memutuskan untuk bermalam di pos 3.
Sebelumnya, saya pernah menonton channel Youtube Dzawin Nur, seorang stand up comedian Indonesia yang lebih dulu mendaki Gunung Kawi.
Di videonya, Dzawin mendirikan tenda di pos yang sama, yakni pos 3. Namun, Dzawin bersama rekannya mengalami hal yang mengganjal saat ngecamp di pos ini.
Di beberapa konten lain, saya juga pernah membaca pengalaman orang lain yang diganggu makhluk gaib saat mendirikan tenda di tempat ini, mulai dari penampakan makhluk hitam besar yang duduk di sebelah tendanya, hingga menemukan tulang yang diduga bagian dari manusia untuk dijadikan sebagai tumbal pesugihan.
Namun berbeda dengan saya, selama bermalam di pos 3, tidak ada kejadian apapun hingga matahari terbit.
Benar, tidak ada satu pun kejadian semalam!
Pagi hari di pos 3
Kami terbangun pada pukul 05.00 WIB. Bergegas menunaikan salat, membereskan peralatan yang tertendang saat tidur, memasak, dan sedikit melakukan pemanasan.
Tak lupa kebiasaan laki-laki saat pagi, yakni sejenak menikmati kopi, sambil memandangi pemandangan sekitar.
Di pos 3 pepohonan cukup padat, tapi saya tidak bisa mengira-ngira, seberapa luas pos ini. Yang jelas, jika untuk mendirikan 3 tenda, kemungkinan masih cukup.
Summit dimulai
Setelah pos 3, jalur mulai terasa menanjak, semakin jauh melangkah, semakin terjal tanjakan.
Apakah kalian pernah ke Gunung Penanggungan? Pernah merasakan summit dari Pos Bayangan ke Puncak Pawitra Penanggungan? Seberapa berat medannya?
Nah, di Gunung Kawi, ternyata medan menuju puncak jauh lebih terjal dibanding Penanggungan. Ini benar-benar diluar dugaan saya.
Tak hanya itu, jarak menuju puncak pun cenderung lebih lama daripada Penanggungan.
Di perjalanan menuju puncak ini, kami sempat bertemu dengan rombongan lain. Satu rombongan yang terdiri dari tiga orang. Tapi kami hanya sekedar menyapa, karena ketika saya lihat, ekspresi mereka seperti orang yang sedang terburu-buru untuk turun.
Saya tidak tahu, apa yang terjadi pada mereka, yang jelas, tak jauh dari lokasi saya bertemu rombongan itu, saya menemukan sebuah petilasan yang berada pas di tengah jalur. Entah petilasan siapa, tapi kami tidak berani mengambil gambar dan membaca tulisan di petilasan tersebut.
Singkat cerita, setelah berhasil melewati medan yang sangat terjal, akhirnya kami berhasil sampai di Puncak Batu tulis, yaitu puncak tertinggi Gunung Kawi.
Di puncak ini tidak ada orang selain kami berdua. Saat itu, cuaca sedang panas dengan embusan angin yang sepoi-sepoi.
Di puncak juga terdapat sesajen yang ditaruh di beberapa titik. Siapa yang menaruh? Apa tujuannya? Yang jelas, tak berselang lama, tiba-tiba embusan angin menjadi lebih kencang dari sebelumnya.
Semakin lama semakin kencang, dan diiringi dengan perasaan yang mulai tak nyaman. Tanpa berlama-lama, setelah mengambil gambar, kami memutuskan untuk turun kembali.
Selama perjalanan kami di Gunung Kawi, kami tidak merasakan hal yang mengganjal seperti yang diceritakan oleh orang-orang. Tidak menemukan tulang manusia, tidak diganggu makhluk gaib, melainkan hanya perasaan tak nyaman saat berada di puncak. (msn)