Sidang PN Kota Kediri Terkait Pengadangan Kajari Kabupaten, Terdakwa Bantah Ingin Rebut Senpi Korban

Sidang PN Kota Kediri Terkait Pengadangan Kajari Kabupaten, Terdakwa Bantah Ingin Rebut Senpi Korban Dua terdakwa, Achmad Musliyanto dan Hikmawan Fendi Laksono saat mendatangi Penasehat Hukumnya. Foto: Muji Harjita/BANGSAONLINE

KOTA KEDIRI,BANGSAONLINE.com - Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri menggelar sidang lanjutan kasus dugaan pemukulan dan pengadangan oleh dua anggota LSM di Kediri terhadap Kajari Kabupaten Kediri Pradhana Probo Setyarjo, Selasa (11/3/2025).

Agenda siding kali ini adalah pemeriksaan saksi meringankan dan pemeriksaan terdakwa.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Bayu Agung Kurniawan tersebut mendatangkan dua terdakwa. Yakni Achmad Musliyanto dan Hikmawan Fendi Laksono serta dua saksi meringankan yaitu Ketua LSM Gerak Indonesia Rifai dan saksi lain, Andre.

Sebelum mendengarkan keterangan kedua saksi, Majelis Hakim terlebih dahulu mencerca kedua terdakwa dengan pernyataan-pernyataan yang harus dijawab.

Di depan majelis siding, terdakwa Hikmawan Fendi Laksono mengakui telah melakukan penampolan (pemukulan) terhadap korban (Kajari Kabupaten Kediri) sebanyak tiga kali. Salah satunya kena punggung korban.

Namun begitu, kedua terdakwa membantah akan merebut senjata api yang dipegang korban. Terdakwa berdalih, upaya memegang tangan korban yang memegang senjata api itu, agar tidak menembak lagi.

Salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Sigit Artantojati mengatakan, bahwa sidang lanjutan akan dilaksanakan pada Kamis tanggal 13 Maret 2025 dengan agenda masih pemeriksaan saksi meringankan dari pihak terdakwa.

Kata Kajari Kabupaten Kediri

Sementara itu, ditemui secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Kediri, Pradhana Probo Setyarjo menegaskan bahwa kejaksaan kota memiliki kewenangan dalam memberikan keterangan lebih lanjut mengenai kasus tersebut.

"Kasus yang kemarin sudah memasuki proses hukum, dan posisi saya sebagai saksi (korban). Sejatinya yang menjawab adalah kejaksaan kota," kata Pradhana, Selasa (11/3/2025).

Menurut Pradhana, dalam penghentian penuntutan berdasarkan prinsip restorative justice, terdapat syarat utama yang harus dipenuhi, yakni pelaku belum pernah dijatuhi hukuman pidana sebelumnya.

"Itu bisa kita lihat di SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara). Nah, kenapa teman-teman di Kejaksaan Kota tidak melakukan restorative justice, karena salah satu pelaku tercatat dalam SIPP, "cetusnya.

Masih menurut Pradhana, pihak berwenang terus menangani kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Masyarakat diimbau untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. (uji/van)