SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pengetatan izin pembagunan tower oleh Pemkot Surabaya, membuat para pengusaha operator telekomuikasi kelimpungan. Buktinya, mereka kini memasang beberapa tempat strategis dengan antena receiver karena dianggap lebih murah dan efisien dibanding jika harus membangun tower baru.
Operator seluler kini lebih memilih untuk memanfaatkan gedung gedung pencakar langit serta bangunan reklame dengan ketingian tertentu. Tak ayal, hal ini kemudian dipersoalkan oleh komisi A DPRD Surabaya.
Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas
Kemarin (22/10) Komisi A melakukan hearing masalah ini dengan Kepala Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DKCTR), Eri Cahyadi dan Antiek Sugiharti Kepala Diskominfo.
Penempatan antena receiver di atas konstruksi reklame ini dianggap menyalahi aturan perda dan perwali terkait peruntukannya. Sebab, saat pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB) reklame jelas-jelas akan dipakai untuk pendirian papan iklan. Namun kenyataannya selain untuk reklame, bangunan tersebut juga dipakai untuk pemasangan antena receiver.
“Awalnya IMB yang diajukan itu kan untuk reklame. Lha kalau sekarang digunakan untuk antena telekomunikasi kan berarti tidak sesuai pengajuan awalnya. Ini harus disikapi oleh DCKTR, karena nyata-nyata sudah menyalahi regulasi yang ada di Pemkot Surabaya. Coba kalau konstruksi reklame itu tak kuat menahan beban dan roboh siapa yang bertanggung jawab,” ujar Adi Sutarwijono, wakil ketua komisi A saat hearing.
Baca Juga: PT Umroh Kilat Indonesia, Prioritaskan Beri Edukasi ke Para Jemaah
Adi mengatakan bahwa masalah ini tak boleh disepelekan oleh DCKTR yang menerbitkan IMB reklame. Sebab, pemasangan antena tersebut sudah pasti tidak melalui perijinan yang benar. Selain itu DCKTR juga perlu membuat terobosan baru untuk masalah ini karena paling tidak akan ada sumber PAD baru dari pemasangan antena di atas konstruksi reklame ini.
“Kami telah menerima pengaduan dari Kasatpol PP soal maraknya pemasangan antena di atas konstruksi reklame ini. Untuk sementara Satpol PP ini belum bisa melakukan tindakan apapun karena masih menunggu koordinasi antar SKPD,” ujar Herlina Darsono Njoto, ketua komisi A.
Disinyalir banyaknya pengusaha telekomunikasi memasang antena di atas konstruksi reklame ini lantaran posisinya terjepit dengan pengetatan regulasi tower di Surabaya. Saat ini tidak bisa membangun tower sembarangan karena sudah dilakukan pemetaan untuk zona zona tertentu.
Baca Juga: Korban Tewas, Begal Perempuan di Surabaya Hanya Dikenakan Pasal Curat, Pengacara Beberkan Alasannya
Bahkan Pemkot sudah mendata tower yang tak berizin untuk ditertibkan. Alasan ini yang kemudian menjadi dasar para pengusaha untuk memilih praktis memasang antena miliknya di sembarang tempat yang dianggap bisa mengkover area tertentu yang dikehendaki.
Eri Cahyadi, Kepala DCKTR, menanggapi hal ini dengan enteng. Sejak beberapa waktu lalu menurutnya banyak pengusaha yang berkirim surat ke kantornya terkait masalah ini.
“Kalau saya pak, yang penting kekuatan konstruksi untuk reklame itu sudah sesuai dengan berat bidang reklame yang ditopang. Kalau sudah dihitung kekuatannya memenuhi syarat maka tidak ada masalah jika konstruksi reklame dipasangi antena,” ujarnya.
Baca Juga: Hearing Lanjutan soal RHU dan Efek Pengendara Mabuk, DPRD Surabaya Soroti SOP, Perizinan, dan Pajak
Menurut Eri, sebenarnya pemasangan antena di atas konstruksi reklame itu juga bukan kewenangannya. Sebab DCKTR dalam pembangunan reklame hanya berwenang untuk menerbitkan IMB nya. Sedangkan pajaknya diurusi oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. “Tapi intinya kekuatan konstruksi itu sudah kami hitung dan tidak ada masalah,” tambah pejabat muda yang masih Plt ini. (lan/dur)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News