
BANGKALAN, BANGSAONLINE.com - Kebocoran pajak dari rumah makan (RM) dan restoran di Kabupaten Bangkalan diduga mencapai sekitar Rp22 miliar per tahun.
Hal ini disampaikan Anggota DPRD Bangkalan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), H. Musawwir, usai pembahasan KUA-PPAS 2026 bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Menurut Musawwir, potensi pajak yang bisa diraup Pemkab Bangkalan mencapai Rp34,5 miliar per tahun. Namun, realisasi setoran pajak dari sektor RM baru sekitar Rp12 miliar per tahun.
"Di Bangkalan ada sekitar 63 rumah makan dan restoran yang berpotensi memiliki omzet kurang lebih Rp15 juta per hari. Masing-masing bisa menyumbang pajak rata-rata Rp1,5 juta per hari, maka total setoran pajaknya bisa mencapai sekitar Rp94,5 juta per hari, atau sekitar Rp34,5 miliar per tahun," jelas Musawwir kepada BANGSAONLINE.com, Rabu (5/9/2025).
Ia menduga kebocoran pajak terjadi pada tingkat juru tagih pajak. Musawwir menyebut ada indikasi juru pajak menyelewengkan uang hasil menangih pajak. Bahkan, tak menutup kemungkinan ada permainan antara oknum juru tagih dan pemilik rumah makan.
"Diduga ada kebocoran di penagih pajak rumah makan dan restoran. Saya yakin ada masalah di situ. Penagih lama harus dievaluasi, bahkan kalau perlu diganti dengan orang-orang baru yang memiliki integritas, tanggung jawab, dan moralitas yang baik," tegasnya.
Ia juga menduga ada praktik kongkalikong antara penagih dan pemilik rumah makan, sehingga retribusi pajak yang masuk tidak maksimal.
Musawwir pun memberikan tiga rekomendasi kepada Bupati Bangkalan dan Sekretaris Daerah (Sekda) Ismed Efendi untuk menekan kebocoran pajak.
Pertama, mengevaluasi dan mengganti juru tagih pajak yang sudah lama bertugas untuk meminimalkan praktik kongkalikong.
Kedua, meningkatkan gaji, bonus, dan insentif juru tagih agar mereka tidak tergoda melakukan pelanggaran.
Ketiga, menambah jumlah juru tagih pajak supaya beban kerja lebih ringan dan kinerja mereka bisa maksimal.
Selain itu, Musawwir juga mengimbau para pemilik rumah makan dan restoran agar tidak takut membayar pajak. Sebab, pajak tersebut ditarik dari pembeli melalui pungutan PPN 10%, bukan dari keuntungan.
"Saya berharap para pemilik rumah makan dan restoran mau membantu pemerintah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Pajak itu bukan diambil dari kantong mereka, melainkan sudah dibebankan ke konsumen. Jadi tidak ada alasan untuk menahan atau mengurangi setoran pajak," tegasnya.
Dengan perbaikan sistem penagihan pajak dan kesadaran para pelaku usaha, Musawwir optimistis PAD Bangkalan bisa meningkat signifikan.
"Sehingga ketergantungan terhadap pemerintah pusat dapat dikurangi," pungkasnya. (uzi/rev)