GRESIK, BANGSAONLINE.com - Pengerukan dan pendalaman waduk di Desa Sumengko Kecamatan Duduksampeyan yang memiliki luas 230 hektar lebih diduga menyalahi aturan. Sebab, limbah (tanah) hasil kerukan tersebut dijual, namun uangnya tidak masuk ke kas pemerintah.
Pasalnya, waduk merupakan aset provinsi Jatim (pemerintah). Di mana, segala bentuk pemutihan atau penjualan barang aset milik pemerintah, uangnya harus kembali masuk ke pemerintah. "Ya jelas tidak boleh. Waduk di Desa Sumengko itu aset pemerintah. Di mana, kalau waduk itu dikeruk, kemudian hasil kerukan (limbah tanah) dijual, maka hasilnya tidak diperbolehkan dinikmati perorangan. Namun, harus kembali ke kas daerah, karena waduk itu aset pemerintah," kata Wakil Ketua DPRD Gresik, Nur Saidah.
Baca Juga: Jalankan Putusan PN, Kejari Gresik Keluarkan Nur Hasim dari Rutan Banjarsari
Karena itu, DPRD Gresik meminta instansi terkait, baik DPPKAD (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Pemkab Gresik, maupun Satpol PP(Satuan Polisi Pamong Praja) Pemkab Gresik, harus menertibkan dan menghentikan aktivitas penambangan atau pengerukan waduk tersebut.
Dua SKPD tersebut, lanjut Nur Saidah, harus menyetop aktivitas penambangan hingga pengusaha yang lakukan pengerukan waduk tersebut mau membayar limbah tanah bekas tambang di waduk tersebut ke pemerintah. Sehingga, ada uang masuk ke pemerintah. "Kalau uang dari hasil pengerukan waduk itu masuk ke kantong pribadi, maka negara atau pemerintah dirugikan. Sehingga, ada kerugian negara," tuturnya.
Sementara H, Musthofa, warga Sumengko, salah satu panitia yang mengurus pengerukan waduk Sumengko mengakui, kalau limbah tanah hasil kerukan waduk tersebut dijual. Satu truknya dijual dengan harga Rp 20.000. "Ya betul, tanah hasil kerukan waduk itu dibeli oleh pengusaha," kata Musthofa tanpa menyebutkan siapa pengusaha yang membeli limbah tanah bekas kerukan waduk Sumengko tersebut.
Baca Juga: Kejari Gresik Belum Ungkap Peran 11 Penyedia di Kasus Korupsi Hibah UMKM
Menurut dia, uang dari hasil penjualan limbah tanah bekas kerukan waduk itu, kemudian Rp 15.000 diserahkan ke Desa Sumengko untuk kebutuhan di desa, seperti untuk membantu biaya perbaikan balai desa dan operasional lainnya. Sedangkan, sisanya Rp 5.000 untuk membayar penjaga ceker (alat berat) dan keperluan lain. "Uang tidak untuk kepentingan pribadi, tapi untuk kepentingan desa," terangnya.
Musthofa mengaku sudah menyetor puluhan juta rupiah ke rekening Desa Sumengko uang dari hasil penjualan limbah tanah hasil kerukan waduk tersebut. Bahkan, Musthofa juga sempat menunjukkan bukti transferan melalui bank pemerimtah.
Ditambahkan Musthofa, waduk Sumengko seluas 200 hektar lebih tidak dikeruk semua. Namun, hanya 5 hektar. Saat ini, aktivitas pengerukan sudah mencapai sekitar 4 hektar. Namun, aktivitas pengerukan berhenti, karena ada larangan dari Polda Jatim. "Pascaadanya kasus penambangan di Lumajang, Polda meminta aktivitas kami dihentikan," pungkas Musthofa. (hud/rev)
Baca Juga: Rugikan Negara Miliaran Rupiah, Masyarakat Minta Kejari Gresik Bongkar Penikmat Korupsi Hibah UMKM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News