BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Hujan yang tak kunjung turun di wilayah Bojonegoro membuat debit air Sungai Bengawan Solo terus menyusut. Bahkan air yang mengalir di sungai terpanjang di Pulau Jawa itu kini sudah tidak boleh digunakan. Alasannya, kondisinya sudah kritis.
"Sehingga sudah tidak boleh lagi digunakan untuk kebutuhan irigasi pertanian," ujar Kabid Operasional, Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro, Masahid, Selasa (27/10).
Baca Juga: Deklarasi Relasi Jamur, Ketua Dekopinwil: Jangan Sampai Jatim Dipimpin Selain Khofifah
Dia mengatakan, hasil pengamatan yang dilakukan Perum Jasa Tirta (PJT) Malang saat ini debit Sungai Bengawan Solo sudah habis. Di waduk Gajah Mungkur Wonogiri, pintu air hanya dibuka tujuh meter kubik perdetik.
"Dalam perjalanan air dari Gajah Mungkur sampai ke Bendung Gerak di Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro sudah dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan," paparnya.
Untuk menjaga keseimbangan air baik dari hulu hingga hilir, maka ketersediaan air seharusnya sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Ketinggian elevasi di Bendung Gerak sekarang sekitar +13 meter, sedangkan pada posisi normal +15 meter. Untuk pengendalian penggunaan air Bengawan Solo, PJT Malang, membuka pintu Bendung Gerak hanya empat meter kubik perdetik.
Baca Juga: Peletakan Batu Pertama Masjid Darussalam Trucuk Bojonegoro, Khofifah Bahas soal Perdamaian Gaza
Pembukaan pintu bendung gerak yang hanya empat meter kubik perdetik ini untuk menjaga keseimbangan air di hulu dan hilir. Selain itu juga mempertahankan ketersediaan air hingga musim penghujan. "Kondisi ini banyak yang mengeluhkan, baik di hulu dan hilir. Setiap hari menyusut antara 10 cm elevasi di bendung gerak," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News