Perahu Nelayan Pasuruan Terbalik di Sidoarjo, 2 Tewas Dihantam Ombak Besar

Perahu Nelayan Pasuruan Terbalik di Sidoarjo, 2 Tewas Dihantam Ombak Besar Evakuasi korban meninggal dunia dalam peristiwa perahu terhantam ombak di Pasuruan.

PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Sebuah perahu nelayan asal Kota Pasuruan terbalik setelah dihantam ombak besar di perairan Ketingan, Sidoarjo, Minggu (28/9/2025) malam. Insiden tragis ini menewaskan dua orang dan menyebabkan lima lainnya selamat.

Korban meninggal dunia adalah Hamimah dan Suya, warga Kelurahan Tapaan, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan. Jenazah keduanya telah dievakuasi ke RSUD dr. R. Soedarsono untuk proses autopsi sebelum diserahkan kepada keluarga.

“Awalnya perjalanan pulang berjalan normal, tapi kemudian dihantam ombak besar hingga perahu terbalik. Semua penumpang terlempar ke laut,” kata Idris, salah satu korban selamat, Senin (29/9/2025).

Menurut keterangan kepolisian, perahu tersebut mengangkut enam penumpang dan satu nakhoda. Mereka berangkat melaut pada Sabtu (27/9/2025) malam menuju perairan Gresik untuk mencari kerang tiram. Namun saat kembali, ombak besar menggulingkan perahu.

“Kedua korban ditemukan nelayan lain yang sedang mencari ikan di sekitar lokasi,” ujar Aipda Laswanto dari Polair Kota Pasuruan.

Proses evakuasi berlangsung dramatis pada pagi ini. Polisi bersama warga mendorong perahu ke tepi pantai di Kelurahan Panggungrejo untuk mengangkat korban. Setelah pemeriksaan medis, jenazah dimakamkan di pemakaman umum dekat rumah duka.

Tragedi ini kembali menyoroti minimnya perlindungan keselamatan bagi nelayan tradisional. Sebagian besar nelayan di pesisir utara Jawa Timur masih mengandalkan intuisi tanpa dukungan sistem informasi cuaca yang memadai.

Data BMKG menunjukkan peringatan gelombang tinggi di perairan utara Jawa Timur sejak akhir pekan lalu. Namun informasi tersebut tidak sepenuhnya menjangkau nelayan kecil yang minim akses teknologi komunikasi.

Selain itu, mayoritas kapal nelayan tradisional belum dilengkapi pelampung keselamatan (life jacket) dan perangkat komunikasi darurat, sehingga risiko kecelakaan laut menjadi sangat tinggi.

“Kalau saja ada life jacket atau alat komunikasi darurat, peluang korban selamat bisa lebih besar,” kata seorang relawan nelayan yang ikut dalam evakuasi.

Pemerintah daerah sebelumnya telah menjanjikan program modernisasi armada dan distribusi alat keselamatan bagi nelayan. Namun hingga kini, implementasinya masih jauh dari harapan.

Tragedi di Ketingan menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk segera mempercepat langkah nyata dalam melindungi nelayan tradisional dari ancaman cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi. (maf/par/mar)