BBPJN Belum Beri Penjelasan Resmi Soal Pohon Beringin di Mondoroko yang Tumbang

BBPJN Belum Beri Penjelasan Resmi Soal Pohon Beringin di Mondoroko yang Tumbang Humas BBPJN Jatim saat menemui awak media. (Ist)

MALANG, BANGSAONLINE.com - Pohon beringin besar yang dulu menaungi jalan utama di Mondoroko, Singosari, Kabupaten Malang, kini tinggal kenangan. Batangnya ditebang, akarnya dicabut, dan tanah bekasnya dicor. Hingga saat ini, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur (Jatim) belum memberi penjelasan.

Aksi penebangan yang terjadi beberapa waktu lalu itu dinilai banyak pihak sarat kejanggalan. Prosesnya terkesan terburu-buru dan diduga tidak melalui prosedur resmi sebagaimana mestinya.

Sumber di lapangan menyebut, kegiatan itu bukan sekadar perapian seperti yang tertulis dalam surat izin, melainkan benar-benar pemotongan pohon hingga ke akar.

Kecurigaan makin kuat karena di lokasi bekas pohon tersebut kini tampak permukaan jalan yang sudah dicor dan diberi patok batas. Warga menduga, area itu akan dijadikan akses menuju kawasan komersial baru di belakang lokasi.

Yang membuat publik geram, hingga kini Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jatim selaku otoritas yang mengeluarkan izin, masih belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi awak media pun belum berbuah hasil.

“Mohon maaf, kalau mau bertemu Kepala harus bersurat dulu. Ada SOP yang harus dilalui,” ujar Dian, bagian Humas BBPJN Jatim, saat ditemui awak media di kantornya, Jumat (24/10/2025).

Ketika ditanya mengenai surat izin, penebangan pohon yang ditandatangani oleh Adi Rosadi atas nama Kepala BBPJN, Dian mengungkapkan bahwa pejabat tersebut kini sudah tidak bertugas di Jatim.

“Beliau sudah pindah ke Bengkulu. Saat ini Kepala BBPJN yang baru juga belum menerima SK secara resmi,” jelasnya.

Meski begitu, Dian mengklaim bahwa proses pemotongan tersebut telah dilakukan berdasarkan hasil survei lapangan.

“Semua sudah melalui survei dan kajian teknis. Namun nanti kami sampaikan persoalan ini ke pimpinan untuk diagendakan waktunya. Nanti rekan-rekan akan kami hubungi,” tambahnya.

Sayangnya, hingga berita ini ditulis, BBPJN belum juga menghubungi atau memberikan klarifikasi lanjutan. Tak ada keterangan resmi, tak ada penjelasan terbuka. Publik pun semakin bertanya-tanya, mengapa lembaga sebesar itu memilih diam di tengah sorotan masyarakat.

Sumber internal menyebut, surat izin yang dikeluarkan BBPJN menggunakan istilah perempesan atau perapian, bukan penebangan. Perbedaan istilah itu dianggap bukan sekadar kesalahan redaksi.

“Itu bisa menjadi tanda bahwa prosedur administratif hanya dijalankan sebatas formalitas,” ujar seorang pemerhati lingkungan di Malang.

Warga juga mempertanyakan mengapa pemohon izin bukan instansi pemerintah, melainkan perorangan yang diduga memiliki keterkaitan dengan pengusaha properti.

Nama pemohon inilah yang memicu spekulasi. Sebab, di belakang lokasi pohon memang terdapat lahan kosong yang kabarnya akan dikembangkan menjadi kawasan ruko atau perumahan.

Beringin besar itu dulunya menjadi peneduh jalan, saksi bisu lalu lalang kendaraan dan warga yang berteduh di bawahnya. Kini, keberadaannya tinggal cerita.

Penebangan pohon itu telah memantik lebih dari sekadar emosi ekologis, tapi juga kecurigaan bahwa ada kepentingan ekonomi di balik tindakan yang dibungkus rapi dengan dalih penataan.

Hingga kini, masyarakat terus menunggu, berharap ada penjelasan jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik robohnya pohon tua itu. (dad/msn)