JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Keluarnya SE penanganan netizen ditanggapi sejumlah kalangan. Sejumlah aktivis dan anggota dewan mengecam keras lantaran aktivitas di medsos bisa berujung penjara tersebut.
Koordinator Indonesia Bersih Adhie Massardi mengatakan, pernyataan yang disampaikan publik melalui sosial media adalah bentuk kebebasan berpendapat.
Baca Juga: Tanggapi Cuitan Netizen di X, Ridwan Kamil: Boleh Bully Saya, Tapi Jangan Keluarga Apalagi Anak Saya
Menurutnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mencoba menakut-nakuti masyarakat. "Cuma karena masyarakat kita itu sangat sensitif terhadap aturan-aturan yang dianggap mengekang kemudian ditakut-takuti ini menjadi menakutkan, sebetulnya kalau diabaikan juga tidak masalah. Itu kebebasan berpendapat," ujar Adhie.
Secara tegas Adhie mengatakan, surat itu sebagai bentuk mengekang kebebasan berpendapat melalui media sosial. Dia tidak menampik bahwa ada pendapat atau komentar liar di media sosial. "Tetapi selama ini kontrol sosial yang paling efektif itu di sosmed," tandasnya.
(Baca juga: Kapolri Keluarkan SE Penangangan Netizen, Pelaku Hate Speech bakal Dipidana)
Baca Juga: Cegah Ajaran Radikalisme Melalui Medsos, Polresta Sidoarjo Perkuat Barisan Netizen
Sementara Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul mendukung langkah Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti untuk memidanakan penebar kebencian (hate speech) via jejaring media sosial. Menurutnya setiap orang harus berani bertanggung jawab atas pendapatnya apalagi jika menimbulkan konflik sosial.
"100 persen saya dukung Kapolri. Jadi tangan kita berdalih seolah tidak ada kebebasan. Kebebasan itu harus bertanggung jawab. Ada pepatah di kampung saya, mulutmu harimaumu. Jadi kalau sudah berani berucap, pertanggungjawabkan ucapan itu, jangan suka-suka. Jadi saya setuju. Saya dukung Kapolri," kata Ruhut.
Menurutnya, selama ini dia sering menjadi korban hate speech. Bahkan seluruh anggota DPR diklaim sebagian banyak pengguna media sosial sebagai koruptor.
Baca Juga: Tak Puas dengan Penetapan PPS pada Pemilu 2024, Netizen Geruduk Akun Sosmed KPU Tuban
"Ini kan manusia yang merusak demokrasi. Kau buka saja online, tiap hari saya dimaki anjing, babi, segalanya. Saya diam saja. Tiap hari DPR itu dimaki koruptor. Saya kata KPK, saya yang paling bersih. Tapi semua disamakan," tuturnya.
Sedangkan Anggota Komisi III Fraksi Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa menilai institusi kepolisian sudah melanggar konstitusi. Hal tersebut karena munculnya surat edaran dari Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk mempidanakan penyebar kebencian di jejaring media sosial.
"Itu kan ibaratnya surat itu panduan bagi kepolisian, jadi bukan hukum. Berarti bukan harus dinormakan. Jadi kalau polisi menganggap ini sebagai norma, ya polisi pembuat undang-undang, itu enggak benar. Kalau polisi membuat undang-undang, ini kan membuat aturan menjadi norma. Ini kan sudah enggak jelas institusi kepolisian," kata Desmond.
Baca Juga: Trending 'Kecurangan' di SPBU Pertamina, Netizen Bagi Tips Nominal Mengisi Bensin
Menurut Desmond, surat edaran tersebut hanya bersifat pengumuman saja. Akan tetapi bukan landasan hukum agar kepolisian bisa mengambil tindakan untuk mempidanakan masyarakat sipil.
"Kan surat edaran ini sebetulnya bukan hukum. Polisi itu sebenarnya, dia tidak bisa menuntut berdasarkan surat edaran ini. Dalam persoalan kepolisian harus jelas aturannya," tuturnya. (mer/det/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News