70 Tahun Kementerian Agama: Madrasah Anak Tiri dan Usul Pembubaran Kemenag

70 Tahun Kementerian Agama: Madrasah Anak Tiri dan Usul Pembubaran Kemenag Gus Solah

Oleh: Salahuddin Wahid

Pengasuh Pesantren Tebuireng

Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng

1. Dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 11/7/1945, Mohammad Yamin menyampaikan perlunya pembentukan kementerian yang berhubungan dengan agama. Yamin mengatakan "Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan wakaf, masjid dan penyiaran harus diurus oleh kementerian yang istimewa, yang kita namai Kementerian Agama". Pendapat Yamin itu belum bisa meyakinkan semua anggota BPUPKI.

2. Dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 19/8/1945 tentang pembentukan kabinet, usul pembentukan Kementerian Agama ditolak oleh Johannes Latuharhary dan kelompok non-muslim. Maka dalam Kabinet 1 (September 1945) dan Kabinet 2 (Nopember 1945) belum ada Menteri Agama. Beberapa anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terus berjuang secara gigih untuk mewujudkan kementerian agama dalam sidang KNIP pada 25-27 Nopember 1945. Mereka adalah KH Abu Dardiri, KH Moh Saleh Suaidy, Sukoso Wirjosaputro yang didukung oleh Mohammad Natsir, Dr Muwardi, Wahid Hasyim, Dr Marzuki Mahdi, M Kartosudarmo dll.

3. KNIP menyetujui usul para anggota di atas. Pada 3 Januari 1946 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat berdirinya Kementerian Agama RI dan mengangkat Haji Mohammad Rasyidi sebagai Menteri Agama pertama Republik Indonesia. Keberadaan Kementerian Agama mempertegas bahwa agama adalah elemen yang penting dan terkait secara fungsional dengan kehidupan bernegara di Indonesia. Keberadaan Kementerian Agama membuktikan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler. Kementerian Agama adalah perpaduan Islam dan Indonesia.

Baca Juga: Kepala Kemenag Lamongan Tegaskan Rekrutmen PPPK Transparan dan Gratis

4. Dalam persidangan DPR awal 1950-an muncul kembali gugatan terhadap keberadaan Kementerian Agama. Syukur bahwa gugatan itu dapat ditepis dengan baik oleh KHA Wahid Hasyim. Suara serupa muncul lagi pada awal Reformasi. Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh "Tim Lima PBNU", ketika ada pihak yang mengusulkan namanya untuk menjadi Menteri Agama, seorang tokoh petinggi PBNU menjawab bahwa tindakan pertama yang akan dilakukannya kalau menjadi Menteri Agama ialah membubarkan Departemen Agama. Saya tidak tahu apakah ucapan itu guyon atau bukan. Harian Duta Masyarakat edisi 20 Mei 2000 menulis bahwa Dr Nur Muhammad al Barsyani Ketua DPW PKB Jateng (kini alm) mengusulkan supaya Departemen Agama dibubarkan. Menurut seorang Kakanwil Kementerian Agama, kini mulai ada pemikiran untuk mengurangi secara berarti peran kementerian agama.

Kementerian Semua Agama

5. Setelah diangkat sebagai Menteri Agama pertama, H Rasyidi datang sendiri kepada I J Kasimo pimpinan Katolik dan mengatakan bahwa harus ada wakil dari Katolik didalam Kementerian Agama. Kemudian Pak Kasimo menunjuk seorang wakil untuk duduk di Kementerian Agama. Pihak Kristen, Hindu dan Budha juga menunjuk wakil mereka di Kementerian Agama.

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenag Jatim Berikan Pembinaan ASN di Lamongan

6. Maka berdirilah unit-unit dalam Kementerian Agama yang kini kita kenal sebagai Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimas (Bimbingan Masyarakat) Kristen, Ditjen Bimas Katolik, Ditjen Bimas Hindu, Ditjen Bimas Budha dan Ditjen Bimas Islam. Keberadaan Ditjen itu terkait adanya enam agama yang diakui secara resmi oleh negara, kecuali ditjen Konghuchu yang tidak ada. Sebenarnya semua agama bukan tidak diakui atau dianggap tidak ada oleh negara, mereka punya hak hidup di negara Indonesia tetapi pengakuan secara resmi terhadap agama-agama besar itu terkait masalah administratif.

7. Mengapa tidak ada Ditjen Konghuchu padahal agama itu termasuk enam agama yang diakui secara resmi oleh Pemerintah? Pertimbangannya ialah karena belum cukup efisien jika punya Direktorat Jenderal Bimas Konghuchu. Lalu bagaimana kedudukan sekian banyak agama yang sudah ada sejak Republik Indonesia belum berdiri? Tentu mereka punya hak untuk hidup dan menjalankan kegiatan ibadah. Ada pertanyaan apakah mungkin mendirikan Direktorat Jenderal agama-agama diluar kelima agama yang sudah ada ? Tentu butuh pertimbangan mendalam dan menyeluruh untuk menjawab pertanyaan tersebut.

8. Ada beberapa masalah pelik terkait keberadaan sekian banyak agama di negara kita. Pertama, pencantuman agama mereka didalam KTP. Kedua, boleh tidaknya pernikahan dilakukan dengan menggunakan tata cara sesuai agama masing-masing. Ketiga, pernikahan antar agama. Keempat, ijin mendirikan rumah ibadah. Kelima, keberadaan sekte didalam agama tertentu, seperti Syiah dan Ahmadiyah didalam Islam.

Baca Juga: Antisipasi Pernikahan Dini, Kasi Bimas Islam Kemenag Lamongan Sebut Pentingnya Peran Orang tua

9. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) mengatakan bahwa dia adalah menteri semua agama. Dibanding dengan Suryadarma Ali (SDA), LHS bisa dibilang menteri semua agama dan SDA boleh dibilang menteri agama Islam. Saya pernah mendengar ucapan SDA di TV yang menganggap Ahmadiyah adalah aliran sesat. Sebagai menteri agama kita tidak boleh menyuarakan pendapat pribadi kita menjadi pendapat menteri. Mestinya SDA tidak boleh berkata seperti itu, atau bisa dimulai dengan ucapan secara pribadi saya berpendapat bahwa Ahmadiyah itu sesat.

10. Sikap LHS terhadap warga Syiah

juga menunjukkan bahwa dia adalah menteri semua agama. LHS ingin mengayomi semua agama dan semua sekte dalam Islam. LHS memberi izin organisasi kalangan Syiah Indonesia untuk mengadakan kegiatan di gedung kantor Kementerian Agama dan memberi izin ulama Syi'ah memberi ceramah di masjid Istiqlal. Selain itu LHS memberi kata pengantar buku "Syi'ah Menurut Syi'ah", padahal dia tidak memberi sambutan terhadap buku MUI tentang Syi'ah. Sikapnya itu menuai kritik dari banyak pihak termasuk Syuriah PWNU Jatim. Walau sikap itu benar dari sudut pandang seorang menteri yang tidak boleh memihak, LHS perlu lebih hati-hati dan tidak terlalu cepat bertindak, bisa menunggu waktu yang tepat.

Baca Juga: Kepala Kemenag Lamongan Buka Bimtek Pendampingan Implementasi Kurikulum Merdeka

Kerukunan Umat Beragama

11. Pada 2003 Departemen Agama dan DPR setuju untuk membahas RUU Kerukunan Beragama. Seingat saya muncul banyak penolakan terhadap RUU itu yang intinya ialah menolak campur tangan negara dalam masalah kerukunan umat beragama. Jika masalah kerukunan umat beragama mesti diatur oleh negara dengan perangkat hukum, itu berarti pluralisme agama mengalami proses mundur ke belakang.

12. Sudah hampir setahun Kementerian Agama menyusun naskah RUU Perlindungan Umat Beragama (PUB). Menteri Agama mengatakan bahwa dia sering dihubungi Polri terkait landasan hukum untuk menyelesaikan persoalan keagamaan. Dibanding menteri-menteri agama yang lalu, LHS lebih memahami hubungan agama dan HAM, bagaimana posisi agama dalam UUD. Perwakilan PGI Pendeta Albertus Patty mengatakan bahwa RUU PUB adalah salah satu media untuk menjawab permasalahan yang muncul. Pendeta Patty menggarisbawahi satu poin, pembahasan RUU ini harus kritis, konstruktif dan meninggalkan sikap apriori.

Baca Juga: Kejati dan Kemenag Jatim Tegaskan ASN dan Pegawai Kejaksaan harus Netral di Pilkada 2024

13. Tidak bisa dihindari muncul kritik keras bahkan mungkin akan muncul penolakan dari pihak non Islam dan sejumlah LSM seperti ICRP, Setara Institute, Wahid Institute dan lain-lain. Menurut ICRP, persoalan mendasar hubungan keagamaan di Indonesia terletak pada tidak adilnya perlakuan Pemerintah, bahkan jelas sekali terletak pada ketidakberanian Pemerintah untuk menegakkan konstitusi dan menjamin penegakan hukum. ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) menganggap bahwa pengajuan RUU PUB yang sedang digulirkan ini bila tidak jelas dan tidak visioner dan tidak antisipatif terhadap masalah-masalah, harus dibicarakan sampai matang dan mendalam. Bila tidak, ICRP akan menolaknya.

14. Melihat pengalaman pada RUU KUB, ICRP mengingatkan bahwa meskipun sudah berdasarkan UUD (pasal 28 huruf E dan pasal 29 ayat 2) dan juga kovenan internasional hak sipil politik dan hak ekosok, hal itu tidak lebih dari sekedar pemanis. Memang tidak mudah untuk menggolkan RUU ini sejalan dengan aspirasi kalangan pegiat HAM, karena didalam DPR masih banyak pihak yang akan juga menampilkan UUD pasal 28 huruf J.

15. Ada dua PBM (Peraturan Bersama Menteri) dimana Menteri Agama ikut menandatangani, yang digugat oleh sejumlah organisasi pegiat HAM, yaitu PBM yang mengatur izin rumah ibadah dan PBM yang mengatur warga Jama'ah Ahmadiyah Indonesia. Tidak mudah bagi menteri agama manapun untuk bersikap dalam masalah ini, antara sesuatu yang ideal dan keadaan nyata terdapat pertentangan yang luar biasa.

Baca Juga: Bersama Kemenag, Kejaksaan Gelar Sholawat di Pantai Bentar Probolinggo

Pendidikan Islam

16. Pendidikan tertua di Nusantara ialah yang sudah ada sejak hampir 1000 tahun lalu. Pesantren tertua yang masih ada saat ini ialah Pesantren Sidogiri yang berdiri pada 1718. Sekolah Belanda yang menjadi cikal bakal sekolah yang kini ada di Indonesia berdiri pada 1840-an. Pada beberapa tahun pertama kemerdekaan mulai terjadi arus deras dari putra-putri kalangan untuk belajar di SD, SMP dan SMA.

17. Pada 1950-an awal pada era KHA Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama, diterbitkan peraturan yang mengatur bahwa di sekolah-sekolah yang ada (SD, SMP, SMA) diberikan mata pelajaran agama dan akan didirikan madrasah (MI, MTs dan MA). Pada tahun itu juga didirikan PTAIN yang lalu berkembang menjadi STAIN dan IAIN. Selanjutnya sejumlah IAIN berkembang menjadi UIN. Berdirinya IAIN itu membuka pintu untuk proses mobilitas vertikal anak-anak muda tamatan , banyak dari mereka yang belajar ke berbagai universitas yang baik di berbagai negara.

Baca Juga: Berikut 5 Pesan Kemenag Lamongan untuk ASN

18. Pada saat itu ada yang mengkritik bahwa kebijakan Menteri Wahid Hasyim itu membuat dualisme pendidikan di Indonesia. Kritik itu dijawab bahwa pendidikan Islam sudah ada jauh sebelum sekolah mulai berdiri di Indonesia. Kalau dianggap ada dualisme, maka perlu ditanya siapa sebenarnya yang membuat dualisme itu? Bagi saya dualisme itu adalah konsekwensi logis dari fitrah pendidikan di Indonesia. Saat ini ada sekitar 74.000 madrasah di Indonesia, sekitar 90% adalah milik swasta. Sebagai perbandingan ada sekitar 175.000 sekolah di Indonesia. Bayangkan kalau tidak ada madrasah di Indonesia, maka berapa puluh juta anak bangsa yang tidak mendapatkan kesempatan belajar karena pemerintah tidak mampu menjalankan amanah UUD untuk memberi pelayanan pendidikan dasar menengah kepada anak bangsa.

19. Saat ini anggaran madrasah terasa masih seperti anak tiri dibanding anggaran sekolah yang berada dibawah naungan Kementerian Dikbud. Anggaran itu perlu ditingkatkan secara berarti (signifikan) karena lebih dari 90% madrasah adalah milik swasta yang kebanyakan gurunya masih perlu ditingkatkan dalam aspek mutu dan kesejahteraan. Hal itu sejalan dengan tugas negara sesuai UUD yaitu untuk menyediakan pelayanan pendidikan dasar dan menengah. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO