
BANGSAONLINE.com - Mustolih Siradj selaku Ketua Komnas Haji meminta Kementerian Agama (Kemenag) untuk menata ulang pelaksanaan haji Furoda.
Pernyataan itu merupakan respons atas Pemerintah Arab Saudi yang belum menerbitkan visa haji Furoda tanpa merinci apa alasan kebijakan tersebut.
Bahkan, menurutnya, beberapa asosiasi pengusaha travel sudah memberikan pernyataan resmi, potensi visa furoda memang tidak terbit sehingga perlu menjelaskan kepada jemaahnya.
"Lantas apakah persoalan ini menjadi tanggung jawab pemerintah (Kemenag)? Dalam kaitannya pengurusan haji furoda murni menjadi urusan antara pihak travel dengan jemaahnya sebagai kegiatan bisnis murni (biusness to costumer)," kata Mustolih dalam siaran persnya.
Mustolih mengatakan, dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) pemerintah hanya bertanggungjawab pada visa yang berasal dari kuota resmi dari otoritas Arab Saudi. Yang dibagi 98 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus (ONH Plus) dengan ketentuan standar pelayanan yang jelas.
"Dimungkinkan visa mujamalah yang merupakan jalur undangan dengan syarat diurus oleh travel dan mendapat izin Menteri Agama tanpa ada ketentuan lebih rinci," ucapnya.
Oleh sebab itu, ia menyarankan pada tahun berikutnya syarat, mekanisme dan standar pelayanan haji furoda ini harus diatur dan ditata dengan lebih baik dalam revisi UUPIHU yang akan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah usai musim haji.
Menurut dia, hal itu untuk melindungi calon jemaah dari serangkaian kerugian materiil maupun secara imateriil.
"Bukan hanya rugi besar karena sudah membayar biaya tetapi juga secara sosial," ucapnya.
Di sisi lain, kata Mustolih, pengaturan tersebut bisa menjadi panduan persaingan yang sehat dan wajar antar travel. Termasuk mempersempit ruang gerak travel-travel ilegal yang selama ini ikut bermain.
Sebab sudah bukan rahasia lagi, ajakan dan iklan yang bertebaran terkait haji furoda begitu sangat manis dan menjanjikan, cukup hanya mendaftar langsung bisa berangkat haji pada tahun tersebut.
"Haji Furoda ini tanpa perlu antri bertahun-tahun sebagaimana haji reguler dan haji khusus dengan bandrol harga selangit, dari ratusan juta hingga miliaran rupiah per jemaah," katanya.
Sayangnya, menurutnya, janji tersebut acapkali tidak dibarengi dengan informasi yang detil, transparan dan potensi terjadi gagal berangkat yang juga terbuka lebar. Karena sangat tergantung pada dinamika kebijakan Arab Saudi yang cepat berubah.
"Kegagalan berangkat tahun ini tentu membuat calon jemaah sangat kecewa," ujarnya.
Namun, menurutnya, akan lebih baik jika diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai solusi bersama (win win solution). Dengan pihak travel bisa dengan skema pengembalian biaya (refud), penjadwalan ulang (reschedule) atau jemaah didaftarkan sebagai haji khusus.
Apalagi, beberapa informasi yang beredar, ada beberapa travel resmi yang bersedia mengembalikan biaya seratus persen kepada para jemaah demi menjaga reputasi dan nama baik di tanah air dan di Arab Saudi.
"Itu dilakukan meski mereka juga mengalami kerugian yang tidak sedikit," kata Mustolih. (rom)