Kejaksan Tak Perlu Izin Presiden Periksa Novanto, Menteri Laoly: Ini Tipikor, Tak Perlu

Kejaksan Tak Perlu Izin Presiden Periksa Novanto, Menteri Laoly: Ini Tipikor, Tak Perlu Setya Novanto memberikan keterangan kepada wartawan terkait skandal Freeport. foto: detik.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo mengatakan permintaan izin Kejaksaan Agung kepada Presiden Joko Widodo untuk memeriksa bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto sebenarnya tak diperlukan. Artinya, kata dia, Kejaksaan bisa langsung memeriksa Novanto dalam kasus dugaan pemufakatan jahat 'Papa Minta Saham' dalam lobi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.

"Karena memang pokok perkaranya sebenarnya tidak termasuk hal yang diatur untuk izin Presiden," kata Pramono, di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu, 6 Januari 2015. Meski demikian, Pramono mengatakan lembaganya masih akan mengkaji soal surat itu untuk diserahkan langsung kepada Presiden.

"Yang jelas sampai dengan hari ini, kami sedang mengkaji surat R-78 tertangal 23 Desember 2015 tersebut, dan nantinya apakah Kejaksaan Agung bisa langsung memeriksa," kata dia. "Nanti setelah kajian itu."

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly juga mengatakan seharusnya Kejaksaan Agung bisa langsung memeriksa Novanto tanpa seizin Presiden. Laoly mengatakan kasus yang menjerat Novanto adalah dugaan pemufakatan jahat yang mengacu pada tindak pidana korupsi.

"Saya kira ini kan tindak pidana korupsi, jadi tidak perlulah itu (izin Presiden). Apalagi beliau kan tidak dalam kapasitas tugas," kata dia. "Saya kira tipikor tak perlulah. Jaksa Agung bisa meneruskan pemeriksaan."

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sendiri mengirimkan surat permohonan izin kepada Presiden Joko Widodo untuk memeriksa Novanto dalam kasus dugaan pemufakatan jahat untuk melakukan korupsi. Prasetyo mengatakan surat izin itu perlu diberikan ke Presiden lantaran dalam UU MD3, pemeriksaan kasus hukum anggota Dewan perlu izin Presiden.

Dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3 yang telah direvisi Mahkamah Konstitusi, izin pemeriksaan anggota Dewan yang diduga melakukan tindak pidana ada di tangan Presiden. Namun, ketentuan itu tak berlaku jika ada anggota Dewan tertangkap tangan, diancam pidana mati, dan melalukan tindak pidana khusus seperti yang diatur dalam ayat 3 pasal itu. Dugaan pemufakatan jahat yang diduga dilakukan Novanto mengacu pada tindak pidana khusus.

Sementara kemarin, Setya Novanto menandatangani sendiri penunjukan dirinya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI.

Seperti dijelaskan dalam surat yang ditujukan kepada pimpinan DPR RI tertanggal 4 Januari 2016 tersebut, DPP Golkar telah melakukan pergantian pimpinan fraksi. Turut dilampirkan, surat keputusan DPP Golkar Nomor KEP-68/DPP/GOLKAR/XII/2015 tanggal 23 Desember 2015. (ber/kcm/rev)

Sumber: kompas.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO