SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Hasil Rapat Pleno Partai Golkar menetapkan bahwa Ketua DPR RI masih dijabat oleh Setya Novanto. Ketua Parliament Watch Umar Sholahuddin menyatakan, keputusan itu secara otomatis Partai Golkar menyandra kepentingan DPR.
"Ini bisa menjadi preseden buruk karena Setnov saat ini tersangka. Lembaga DPR adalah lembaga tinggi di negeri ini. Akan menimbulkan ketidakpercayaan rakyat karena institusi ini dipimpin oleh seorang tersangka," kata Umar, Rabu (22/11).
Baca Juga: Siapkan Atribut, Anis Galang Dukungan Jadi Calon Ketua DPD Golkar Gresik
Bahkan, bisa jadi akan memperburuk citra parlemen indonesia di mata dunia. Sudah banyak media-media international yang menyorot bahwa parlemen di Indonesia dipimpin oleh seorang tersangka.
Umar mengakui posisi ketua DPR RI adalah jatahnya Partai Golkar. Namun, dengan kondisi seperti ini, ia berharap ada niatan dari partai berlambang pohon beringin itu untuk memperbaiki citra DPR. Kata Umar, ada dua cara yang bisa dilakukan dari faktor internal DPR.
Pertama, Setya Novanto dengan gentleman mengundurkan diri dari posisi Ketua DPR RI karena saat ini yang bersangkutan sedang menjalani proses hukum. "Nah, ketika Setnov bersedia mengundurkan diri maka dengan mudah partai Golkar menunjuk penggantinya. Sebagimana beberapa waktu lalu perpindahan dari Setnov ke Ade Komarudin dan kembali ke Setnov lagi," jelasnya.
Baca Juga: Jadi Kandidat Ketua DPD Golkar Gresik, Anha: Regenerasi Saya Sudah 4 Periode
Kemudian dari internal DPR secara kelembagaan melalui mekanisme Badan Kehormatan memproses Setya Novanto dengan tujuan menjaga marwah DPR.
"DPR harus menggelar rapat ditengah ketuanya yang terbelit proses hukum. Tentunya ini adalah sikap politik untuk menyelamatkan marwah lembaga. Dari mekanisme badan kehormatan ini kemudian melalui rapat paripurna. Namun tetap dikembalikan ke Golkar karena memang Ketua DPR RI adalah Jatah dari partai Golkar," pungkasnya. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News