JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan metamorfosa dari organisasi Al Qiyadah Al Islamiyah. Organisasi yang didirikan Ahmad Musadeq itu bersalin rupa untuk menghindari tekanan pemerintah. "Mereka berubah format menjadi organisasi yang lebih modern," ujar peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama, Abdul Jamil Wahab, Rabu, 13 Januari 2015.
Abdul menjelaskan, Kementerian Agama pernah meneliti aktivitas Gafatar sejak tahun lalu. Berdasarkan penelitian tersebut, organisasi yang didirikan sejak 2012 itu saat ini memiliki puluhan ribu pengikut yang tersebar di seluruh provinsi. Sebanyak 7.800 di antara mereka merupakan jajaran pengurus yang ada di tingkat provinsi. "Para pengurus dilantik langsung oleh Musadeq," katanya.
Baca Juga: Ini Kesibukan Eks Gafatar Sumenep Sekarang
Kesimpulan itu juga diperkuat lewat dokumen yang disita polisi saat menggerebek kantor Gafatar di Lamgapang, Aceh, pada Januari 2015. Dokumen itu menjelaskan pelantikan 27 pengurus Gafatar Aceh. "Mereka mengucapkan persaksian yang menyatakan siap berkorban jiwa, raga, harta, benda untuk mengikuti ajaran mesias, yaitu Musadeq. Persaksian ini diucapkan para pengurus, bukan semua pengikut," kata Jamil.
Musadeq alias Abdussalam merupakan terpidana kasus penistaan agama. Pada tahun 2006, sosok Ahmad Musadeq tenar di penjuru negeri dengan predikat nabi palsu. Saat itu Musadeq menafsirkan kitab suci dengan cara sendiri dan tidak mewajibkan umatnya solat, puasa dan ibadah wajibnya.
Seperti nabi-nabi palsu lainnya, Musadeq mengaku mendapatkan wangsit setelah selama 40 hari 40 malam bertapa di gunung Bunder, Bogor. Dinilai semakin meresahkan, Musadeq pun diamankan polisi hingga akhirnya bertobat.
Baca Juga: Lagi, 10 Eks Anggota Gafatar asal Bojonegoro Dipulangkan
Didampingi tokoh ulama, Musadeq menulis salat taubatnya di tiga lembar kertas HVS yang menyatakan dirinya kembali ke ajaran Islam pada tahun 2007.
Majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 4 tahun penjara karena menyebarkan ajaran sesat lewat Al Qiyadah Al Islamiyah. Ajaran ini tidak menganjurkan ibadah salat dan meyakini nabi lain setelah Muhamad. Ajaran ini dikembangkan Musadeq akibat perbedaan haluan dengan pendiri Negara Islam Indonesia KW IX, Panji Gumiwang.
Jamil menjelaskan, vonis pengadilan kala itu tak menyurutkan upaya Musadeq untuk menyebarluaskan ajarannya. Ia kembali mengajak para pengikutnya mendirikan Komunitas Millah Abraham (KOMAR). Organisasi inilah yang kemudian bersalin rupa menjadi Gafatar. "Organisasi ini cepat menuai simpati karena banyak berperan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan," katanya.
Baca Juga: Tujuh eks Anggota Gafatar Asal Terate Gresik Pulang ke Rumah
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, mengatakan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan “copy-paste” (sama) dari gerakan NII. Bahkan program Gafatar, yakni masyarakat Indonesia membangun, mirip program NII.
"Setelah NII dibubarkan, muncul Al-Qiyadah al-Islamiyah, barulah Gafatar," ujarnya saat dihubungi, Selasa, 12 Januari 2016.
Menurut Ken, Al-Qiyadah al-Islamiyah dulunya dipimpin Ahmad Musadeq. Musadeq dihukum pemerintah selama 2,5 tahun penjara dengan tuduhan menistakan agama. "Setelah bebas, Musadeq kemudian mendirikan Komunitas Milah Abraham," ucapnya.
Baca Juga: Satu Keluarga Eks Gafatar di Nganjuk Ditolak Warga
Komunitas Milah Abraham akhirnya juga dilarang Majelis Ulama Indonesia di beberapa daerah karena dianggap sesat. Setelah Komunitas Milah Abraham dinyatakan terlarang, Musadeq kemudian mendirikan Gafatar pada 2011. "Kegiatan-kegiatan Gafatar positif, sehingga bisa diterima masyarakat," ucapnya.
Kegiatan Gafatar antara lain donor darah, khitanan massal, pelatihan pertanian, dan pelatihan peternakan. "Bahkan kegiatan mereka sering menggandeng instansi pemerintah dan militer, seperti Kodim dan polres," katanya.
Gafatar ramai diperbincangkan setelah dikaitkan dengan hilangnya dokter Rica Tri Handayani di Yogyakarta sejak 30 Desember 2015. Dokter muda tersebut akhirnya berhasil ditemukan polisi di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, dan dibawa kembali ke Yogyakarta pada Senin, 11 Januari 2016.
Baca Juga: Mantan Anggota Gafatar di Trenggalek Merasa Ditipu, ini Ceritanya
Di Surabaya, seorang mahasiswa bernama Eri Indra Kausar juga telah meninggalkan rumahnya di Jalan Suripto, Kenjeran, Surabaya, sejak empat bulan lalu. Dia sempat memberi kabar melalui pesan pendek kepada keluarganya bahwa ia ikut bergabung dengan Gafatar.
Sementara Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Fajar Nusantara (DPD Gafatar) Aceh, T Abdul Fatah membantah secara tegas organisasi yang dipimpinnya membawa ajaran sesat. Akan tetapi, organisasi yang dipimpinnya membawa visi Aksos (Aktualisasi Sosial) sesuai dengan butir-butir Pancasila.
"Kita gini, organisasi ini tidak membawa suku, agama, ras dalam bentuk apapun, lingkupnya nasional, siapapun putra-putri bangsa berhak mengikuti organisasi ini," kata T Abdul Fatah, Rabu (7/1) di tempat terpisah.
Baca Juga: Usai Bersyahadat, Eks Anggota Gafatar Malang Dipulangkan
Kegiatan Gafatar, dia menjelaskan, melakukan aksi-aksi sosial seperti donor darah, gotong royong dan juga seminar kebangsaan dan audiensi dengan masyarakat yang sudah hilang karakter bangsanya selama ini.
Dia juga menyebutkan, keberadaan organisasi Gafatar sudah dilaporkan pada kepala desa. Selain itu juga sudah menjelaskan visi-misi Gafatar dengan memberikan majalah. "Sudah keluar izin dari kepala Desa Lamgapang, Kecamatan Krueng Barona Jaya dan kita hendak juga melaporkan ke provinsi," tuturnya.
Saat disinggung bahwa warga menemukan beberapa dokumen mengarah adanya dugaan membawa aliran sesat. Seperti ditemukannya dokumen yang bertuliskan Masias, Ahmad Musadeq dan juga Milah Abraham. T Abdu Fatah berdalih semua tokoh-tokoh tersebut merupakan guru spiritual untuk pemberi semangat.
Baca Juga: Diwarnai Tangis Haru, Anggota Eks Gafatar asal Jombang Akhirnya Pulang ke Rumah
"Mesias itu guru selamat, itu guru spiritual kita. Ahmad Musadeq juga itu guru spiritual kita," ujarnya.
T Abdul Fatah kemudian memberikan contoh dengan mengambil semangat dari perjuangan Soekarno dan juga Soeharto sebagai bapak pembangunan. Demikian juga halnya dengan guru speritual ini untuk mengembalikan karakter bangsa yang sudah runtuh saat ini.
"Jadi ini untuk mengangkat karakter bangsa ini kembali, makanya kita mengambil spirit yang digunakan oleh Ahmad Musadeq atau Masias," tegasnya.
Baca Juga: Bupati Suyoto Minta Warga Tak Kucilkan Eks Anggota Gafatar
T Abdul Fatah memang tidak menampik untuk memperbaiki karakter bangsa mereka mengambil semangat dan spirit dari guru spiritual tersebut. "Kita tidak bisa pungkiri bahwa spiritnya memang dari sana (Masias, Ahmad Musadeq), dari guru spiritualnya saja sudah jelas, saya rasa itu tidak perlu diperpanjang," imbuhnya.
Kendati demikian, T Abdul Fatah meskipun mengambil spirit dari guru spiritualnya itu, namun asas organisasi Gafatar tetap pancasila. "Jelas-jelas kita tidak membawa agamis, tetapi kami hanya mengambil semangatnya saja, spiritnya saja, seperti kita mengambil spiritnya Soekarno," ujarnya.
Ahmad Musadeq adalah mantan pimpinan aliran Al-qiyadah Al Islamiyah yang populer pada 2006 lalu karena mengaku diri sebagai rasul. Dia mengaku mendapatkan wahyu saat sedang bersemedi dan melaporkan hal ini kepada teman-temannya. Dia juga mengaku bertemu dengan malaikat Jibril dan diangkat menjadi rasul untuk membawa risalah yang baru, kasus ini mirip dengan kasus Lia Aminudin alias Lia Eden.
Adapun Milah Abraham merupakan sebuah komunitas ajaran yang dianggap sesat sesuai Fatwa MUI karena mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani dan Yahudi. Aliran itu disebut-sebut metamorfosa dari aliran Al-Qiyadah yang didirikan Ahmad Musadeq.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News