JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Di tengah gegap gempita peresmian kereta api cepat Jakarta-Bandung ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengingatkan pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia minta agar Indonesia jangan mau dijadikan tempat "pembuangan sampah" China terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Saat ini, tegas dia, China kelebihan kapasitas sehingga kesulitan membuang hasil industrinya.
Menurutnya, saat ini terjadi kelebihan kapasitas pada industri di China. Karena itu, mereka harus membuang kelebihan kapasitas tersebut ke seluruh dunia, salah satunya dengan ikut proyek prestisius kereta cepat.
Baca Juga: Tingkatkan Layanan, PT KAI Daop 7 Madiun Mulai Penataan Stasiun Kediri
"Terjadi massive over capacity dari industri (China), dia harus salurkan itu kelebihan kapasitasnya ke seluruh dunia. Jangan mau kita buat buang sampahnya Tiongkok dong," katanya di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Seperti diketahui, sebanyak 60% pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hasil pinjaman lunak China Development Bank (CDB). Sisanya dibiayai Indonesia melalui konsorsium kereta cepat.
Atas dasar itu, Faisal meminta pemerintah agar tidak terlena dengan pinjaman yang diberikan Negeri Tirai Bambu tersebut. Pasalnya, saat ini kondisi perekonomian China tengah dalam kondisi yang kurang baik. "Tiongkok itu kan ekonominya sedang terjerembab," ucap dia.
Baca Juga: Perkenalkan Dunia Kereta Api, PT KAI Daop 7 Madiun Gelar Edutrain
Selain itu, China juga sedang dihantui demonstrasi dan pemogokan para buruh dan kalangan menengah. Mereka meminta kenaikan upah yang lebih tinggi. "Itu karena growing middle class-nya enggak bisa ditekan terus oleh Partai Komunis. Karena itu, mereka minta upah lebih tinggi," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin telah meresmikan pembangunan proyek kereta cepat rute Jakarta-Bandung di Kota Walini, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Proyek ini merupakan kerja sama business to business (b to b) antara Indonesia dengan China.
Faisal Basri juga meminta agar Presiden Jokowi tidak terjerumus dengan bisikan para menterinya terkait proyek kereta cepat (high speed train) rute Jakarta-Bandung. Dia menerangkan banyak hal-hal yang tidak bisa diterima akal sehat dan tidak rasional dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Baca Juga: Diduga Bunuh Diri, Pria di Kota Malang Tewas Mengenaskan Tertabrak Kereta Api
Apalagi, menurut dia, rute yang dipilih
adalah Jakarta-Bandung yang notabenenya tidak cocok untuk dibuat transportasi
sekelas kereta cepat. "Dasar kereta cepat itu adalah penumpang. Jadi ada
hal-hal rasional yang susah diterima dengan akal sehat. Peresmiannya di Walini
yang kawasan perekonomian. Orang dari Jakarta atau Bandung, kerjanya di situ
kan aneh. Kecuali kalau itu kawasan wisata," katanya.
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan
Gas ini justru curiga dengan proses awal hingga akhirnya proyek ini diketok.
Menurutnya, Jokowi telah salah menerima input dari para menterinya terkait
proyek tersebut. "Saya makin tertarik untuk menelaah ini proses awalnya
bagaimana. Saya masih percaya sama pak Jokowi, tapi saya rasa ia menerima input
bermacam-macam," lanjutnya.
Ekonom senior Indef ini juga mempertanyakan kaitan proyek ini dengan pinjaman yang diberikan kepada tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Bank Mandiri (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang masing-masing sebesar USD 1 miliar dari China.
"Apa kaitannya dengan pinjaman yang diberikan ke Mandiri, BNI, dan BRI yang masing-masing USD 1 miliar. Ini hubungannya apa? Jadi menurut saya harus dibuka dan terang benderang supaya Pak Jokowi tidak dijerumuskan oleh para pembantunya yakni para menterinya. Harus jelas karena tidak ada rasionalitasnya KA cepat Jakarta-Bandung," tandasnya.
Baca Juga: Mau Naik Kereta Secara Rombongan? Ini Syarat dari KAI Daop 8 Surabaya
Sementara Duta Besar Cina untuk Indonesia, Xie Feng, mengatakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek pertama Cina di luar negeri yang memasukkan "sepenuhnya unsur Cina", yaitu dalam standar, teknologi dan peralatan.
Dalam wawancara dengan China's Global Time, Xi Feng mengatakan Cina juga akan berpartisipasi dalam rancangan, pembangunan, operasi dan pengelolaan.
Ini dikatakan Xi Feng dalam penandatanganan kesepakatan proyek kereta cepat senilai US$5,5 miliar yang menghubungkan Jakarta-Bandung di Jakarta, Jumat (16/10).
Baca Juga: Tekan Angka Kecelakaan KA, Kemenhub Berencana Tutup Perlintasan Sebidang
Kesepakatan ditandatangani Pimpinan China Railway International Yang Zhongmin dengan Dwi Windarto, presiden direktur konsorsium BUMN Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.
Cina akan memegang 40% saham, sedangkan sisanya oleh Indonesia, dan 75% pendanaan disediakan China Development Bank milik pemerintah Cina dan sisanya ditanggung bersama China Railway dan konsorsium BUMN Indonesia.
PT Pilar Sinergi BUMN merupakan perusahaan patungan yang didirikan oleh PT Wijaya Karya, PT Kereta Api Indonesia, PT Jasa Marga, PT Perkebunan Nusantara VIII.
Baca Juga: Satlantas Polres Ngawi Berikan Imbauan Kepada Masyarakat Sekitar Perlintasan Kereta Api
'One belt one road'
Penandatanganan ini mengakhiri situasi tak menentu seputar proyek ini, termasuk kabar penolakan proyek ini oleh Presiden Joko Widodo, serta persaingan antara Jepang dan Cina.
Bulan lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Sofyan Djalil mengatakan Cina memperbaiki proposal tanpa menuntut jaminan utang atau penyertaan anggaran negara, setelah sebelumnya menyebut proyek itu terlalu mahal.
Baca Juga: Tiga Penumpang Mobil Tewas Akibat Kecelakaan Kereta Api di Ngawi, Kapolda: Ada Kelalaian Petugas
Sebuah sumber, seperti dikutip sejumlah media, mengatakan bahwa Indonesia merupakan mitra kunci bagi strategi Cina untuk pengembangan 'Jalur Sutra abad ke-21'.
Proyek ini akan memperkuat kerjasama Cina dengan negara-negara Asia Tenggara untuk menjalankan prakarsa "One Belt One Road" dari Presiden Xi Jinping untuk membangun jaringan pelabuhan, kereta dan jalur angkutan cepat untuk mengembangkan perdagangan, investasi dan pengaruh mereka secara regional.
Berdasar prakarsa ini, BUMN Cina diharapkan secara aktif terlibat dalam penanaman modal luar negeri bidang infrastruktur.
Baca Juga: KAI Siapkan Kereta dan Tiket untuk Libur Natal dan Tahun Baru
Pemeritah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang cenderung berkiblat ke China dan Rusia ketimbang kepada Amerika Serikat (AS). Indonesia bahkan disebut-sebut sebagai mitra kunci bagi strategi Cina untuk pengembangan 'Jalur Sutra abad ke-21'.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News