Berawal dari Tradisi Peh Cun, Kalijodo Berubah jadi Lokalisasi

Berawal dari Tradisi Peh Cun, Kalijodo Berubah jadi Lokalisasi Suasana penghuni lokalisasi Kalijodo dan tepian Kali Angke, Jakarta Utara.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Rencana penertiban daerah Kalijodo kembali ke fungsi awalnya sebagai ruang terbuka hijau tengah gencar dilakukan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menekankan, pihaknya segera membongkar kawasan tempat hiburan Kalijodo.

Kemasyhuran Kalijodo sebagai sebagai tempat orang mencari cinta sudah dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Akan tetapi, saat itu nama kawasan tersebut bukanlah Kalijodo. Budayawan Betawi Ridwan Saidi menyebutkan bahwa sekitar tahun 1950 kawasan Kalijodo dikenal dengan sebutan Kali Angke.

Baca Juga: Polresta Jakarta Utara Tolak Penangguhan Penahanan Daeng Azis

Dilansir dari Liputan6.com, sejarawan JJ Rizal menuturkan, Kalijodo berasal dari kata 'Kali dan Jodo'. Kali yang berarti sungai, merujuk pada Kali Angke yang memang ada di lokasi itu. Sementara kata 'Jodo' berasal dari tradisi pencarian jodoh yang memang kerap dilakukan di lokasi tersebut.

Histori nama Kalijodo sendiri berawal dari kebiasaan masyarakat di zaman itu, terutama warga Indonesia keturunan Tionghoa yang kerap mengadakan tradisi perayaan Peh Cun di Kali Angke. Pada masa itu, air di Kali Angke masih begitu jernih dan bersih.

Dalam tradisi tersebut, laki-laki dan perempuan melintasi Kali Angke dengan menaiki perahu yang berbeda. Setiap perahu diisi oleh tiga sampai orang laki-laki atau perempuan. Di perahu tersebut, si laki-laki akan melihat ke perahu yang berisi perempuan. Jika ada yang ditaksir oleh laki-laki itu, maka dia akan melempar sebuah kue ke arah sang perempuan.

Baca Juga: Pengembang Berebut Bangun Taman Kalijodo, Ahok: Syaratnya Sungai Jelangkeng harus jadi Bening

Kue yang dilempar bernama tiong cu pia, yakni kue dari campuran terigu yang di dalamnya ada kacang hijau. Kue yang sama akan dilempar oleh si perempuan kalau dia juga menyukai laki-laki yang melemparinya kue.

Meski perayaan Peh Cun diikuti oleh warga keturunan Tionghoa, warga lainnya yang tinggal di sepanjang aliran Kali Angke dulu suka menonton perayaan tersebut. Keriuhan perayaan tersebut menjadi hiburan tersendiri bagi para warga.

"Perahu bujangan laki-laki bisa terbalik, saking nafsunya mencari cewek-cewek, panggilannya xiao ce,” ujar Ridwan seperti dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Masjid Al Mubarokah Kalijodo Akhirnya Ikut Dibongkar

Selain karena tradisi Peh Cun, JJ Rizal menuturkan, suasana kali yang saat itu sejuk dan banyak pohon juga menjadi alasan mengapa tempat tersebut menjadi lokasi favorit bagi anak muda untuk berkumpul, bahkan membawa pasangan mereka.

Menurut JJ Rizal, suasana kali yang saat itu sejuk dan banyak pohon juga menjadi alasan mengapa tempat tersebut menjadi lokasi favorit bagi anak muda untuk berkumpul, bahkan membawa pasangan mereka. Namun wajah Kalijodo berubah saat pemerintah menggusur pusat prostitusi di daerah Senen, Jakarta Pusat, di tahun 1950-an. Penggusuran kawasan Senen yang tidak diikuti dengan pembinaan, membuat para Pekerja Seks Komersial (PSK) bermigrasi ke Kalijodo hingga kawasan tersebut menjadi lokaliasi.

Sementara kemarin, di tengah gencarnya rencana penutupan lokalisasi, muncul sosok Abdul Azis (52 tahun) atau akrab disapa Daeng Azis. Dia sangat dihormati oleh anak buahnya, juga warga Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara.

Baca Juga: Seperti ini Konsep Pembangunan RTH Eks Kalijodo yang Disiapkan Ahok

Bukan karena tersohor lantaran memiliki perusahaan besar atau memiliki ribuan hektar tanah, Azis dihormati lantaran sikapnya yang tegas dan selalu membela teman.

J (41), salah seorang warga Kalijodo yang enggan diungkap identitasnya, mengungkap sekilas sosok pria yang dikenal sebagai Kepala Keamanan Lokalisasi Kalijodo itu. Azis diketahui datang ke kawasan Kalijodo sekitar tahun 1970. Kala itu, dia tidak serta-merta terkenal dan dihormati seperti saat ini.

Azis, katanya, harus bekerja sebagai kaki tangan seorang jagoan yang menguasai lapak lokasi prostitusi kala itu. Lantaran hidup di dunia hitam yang sarat persaingan dan risiko, Azis muda kerap kali terlibat dalam perkelahian, baik satu lawan satu maupun lebih.

Baca Juga: Komisi I DPR Sayangkan Keterlibatan TNI dalam Penggusuran Kalijodo

Berbicara tentang Azis, tambahnya, tidak terlepas dengan sejarah Kalijodo sejak lama.

Rencana penggusuran yang terjadi hampir dilakukan setiap gubernur DKI Jakarta, sejak zaman Ali Sadikin hingga Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Namun, kata dia, rencana itu tidak pernah terealisasi lantaran Azis selalu pasang badan.

Terkait rencana penggusuran tersebut, Azis yang datang bersama puluhan warga Kalijodo mengaku siap memasang badan apabila penertiban resmi dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Baca Juga: Pemulung Serbu Bekas Pembongkaran Kalijodo

Selain itu, Tokoh Masyarakat lokalisasi Kalijodo di Jalan Kepanduan II, RW05, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Selasa (16/2), sepakat menunjuk kuasa hukum dalam menjalankan proses perlawanan secara hukum atas rencana penertiban oleh Pemprov DKI Jakarta.

Lima tokoh masyarakat, yakni Daeng Abdul Azis, Tamin, Kunarso, Leonard Eko Wahyu Widiatmoko, dan Mohammad Sidik, sepakat untuk menunjuk pengacara kondang Razman Arif Nasution dibantu Femmy Fitria Ferdinandus sebagai kuasa hukum mereka.

Dalam pernyataannya, Razman mengungkapkan dirinya baru saja ditunjuk oleh tokoh masyarakat untuk memperjuangkan nasib mereka agar tidak semena-mena digusur oleh Pemprov DKI Jakarta.

Baca Juga: Pembongkaran Kalijodo Berlangsung Kondusif, Jadi Tontonan Warga

"Masyarakat dengan tegas menolak penutupan atau penggusuran, sepanjang Pemprov DKI Jakarta tidak bisa dengan kompherensif dan konkrit memberikan jawaban yang obyektif terhadap permintaan warga Kalijodo," ujar Razman, Selasa (16/2).

Sementara menurut pandangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, kasus lokalisasi di kawasan Kalijodo tidak sama dengan kawasan Dolly di Surabaya.

Perbedaan paling mencolok adalah kawasan Dolly merupakan lokalisasi resmi yang berada di bawah pengawasan Pemkot Surabaya, sementara kawasan Kalijodo merupakan prostitusi liar yang sama sekali tidak memberi pemasukan pajak untuk Pemkot Administrasi Jakarta Utara maupun Pemprov DKI Jakarta.

Baca Juga: Kawasan Kalijodo Terbakar, "Sengaja Buat Mengalihkan Isu"

Menurut Ahok perlakuannya juga pasti berbeda. Apalagi seharusnya kawasan Kalijodo diperuntukkan sebagai jalur hijau. Sehingga ia menegaskan akan segera mengembalikan kawasan Kalijodo menjadi peruntukan aslinya sebagai jalur hijau.

“Kalijodo kasusnya beda, ini kan memang jalur hijau yang diperjualbelikan. Anda enggak mungkin terus membiarkan pelanggaran terjadi hingga puluhan tahun,” ujar Ahok.

Ahok pun berencana untuk merampungkan proses penertiban kawasan Kalijodo secepat mungkin, kalau bisa akhir Februari ini semua sudah beres. Sebab Maret 2016 Jakarta akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). (pos/har/mer/det/lan)

Sumber: poskotanews/harianterbit/merdeka.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO