JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Dalam sepekan ini dua kali kantor PBNU di Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat didatangi para pendemo. Pertama, pada Selasa (16/2/2015). Para pendemo yang mengatasnamakan GARANSI (Gerakan Anti Korupsi) dan Tour Anti Korupsi itu membeber tuntutan lewat kertas karton sambil berteriak meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Helmy Faishal Zaini dan A Muhaimin Iskandar karena dianggap terlibat kasus korupsi.
Namun dari press release yang mereka sebar kepada wartawan tampaknya yang menjadi sasaran utama adalah Helmy Faishal Zaini yang kini menjadi Sekjen PBNU. Buktinya, mereka mengungkap dugaan keterlibatan Helmy Faishal Zaini dalam kasus kementerian PDT yang kini telah menyebabkan Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk dan pengusaha Teddy Renyut dipenjara.
Baca Juga: Cak Imin Berani Melawan Ketum PBNU, karena Digoyang atau Faktor HMI-PMII?
Namun para pendemo itu oleh satgas PBNU kemudian diarahkan ke kantor DPP PKB di Jalan Raden Saleh Jakarta Pusat. Jarak antara kantor PBNU dan kantor DPP PKB memang dekat.
Pada Rabu (17/2/2016) para pendemo datang lagi ke kantor PBNU. Namun belum sempat muncul nyali mereka langsung ciut karena di kantor PBNU sudah berjaga-jaga satgas dan aparat keamanan. Meski demikian di lingkungan pengurus PBNU demo ini terus menjadi rasan-rasan.
”Ini akibatnya kalau pengurus parpol jadi pengurus PBNU. Nama NU jadi tercoreng. Kalau orang bersih karuan,” kata seorang pengurus PBNU bersungu-sungut.
Baca Juga: Tarik Menarik, Sekjen PBNU Bilang Tunda Muktamar NU, Rais Am Ingin Memajukan
Dalam press release itu para pendemo menyebut Teddy Renyut, direktur PT Papua Indah Perkasa yang sudah divonis 3.5 tahun penjara. Seperti diberitakan, ketika membacakan pleidoi Teddy Renyut merasa menjadi korban sistem ijon proyek di Kementerian PDT. Teddy merasa diperdaya oknum-oknum yang mengaku sebagai staf ahli menteri PDT dan pihak terkait lainnya yang mengatasnamakan Kementerian PDT dan meminta uang kepada Teddy.
Menurut Effendi Saman, pengacara Teddy, oknum tersebut meminta uang dengan janji akan memberikan proyek di Kementerian PDT kepada PT Papua Indah Perkasa yang dipimpin Teddy. Effendi juga menyebutkan bahwa kliennya telah mengalami kerugian karena telah menggelontorkan dana ke oknum-oknum Kementerian PDT tersebut. Uang tersebut meliputi Rp 3,2 miliar yang diberikan atas permintaan staf ahli Menteri bernama Sabilillah Ardie serta uang Rp 6 miliar yang diminta Aditya melalui rekomendasi Muamir Muin Syam. Adapun Muamir merupakan salah satu ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang sama dengan partai Helmy Faishal.
"Sudah diberikan oleh terdakwa dan sudah dikembalikan oleh dan melalui Adit Rp 1,2 miliar," kata Effendi.
Baca Juga: Gamblang, Surat Justice Collaborator Musa Zainuddin Sebut Sekjen, Bendum dan Ketum PKB
Teddy pernah memberikan uang Rp 290 juta atas permintaan Sabilillah Ardie untuk kepentingan perjalanan dinas Menteri PDT Helmy Faishal dan keluarga. Menurut Effendi, uang ini telah dikembalikan Sabillah.
Dalam BAP Teddy juga menyebut ada pemberian uang kepada Ardi sebesar Rp 290 juta. Uang itu disebut untuk membayar tiket perjalanan rombongan menteri PDT ke luar negeri.
"Saat itu Ardi minta ke saya secara lisan. Beliau sempat mengacam kalau saya gak bantu beliau, beliau lepas tangan untuk urus yang punya saya yang udah saya keluarkan Rp 3,2 miliar termasuk untuk biak itu," kata Teddy.
Baca Juga: Kaget, Kiai Muchlis Muhsin Akui Helmy Faishal Ada di Pondoknya Saat Dipanggil KPK
Teddy mengklaim awalnya tidak tahu tiket itu atas nama siapa. "Saya baru mengetahui setelah di proses penyidikan atas nama menteri dan istri," ujarnya.
Jaksa kemudian memastikan menteri yang dia maksud itu. "Pak Helmy Faishal Zaini ya. Itu saya baru tahu di penyidikan," jawab Teddy.
Selain Rp 3,2 miliar, Teddy juga memberikan uang sebesar Rp 6 miliar kepada seorang yang bernama Adit untuk mendapatkan proyek APBN-P 2014 di Kementerian PDT. Teddy menyebut bahwa Adit adalah calo di Kementerian PDT.
Baca Juga: KPK Panggil Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini Ngaku Ada di Bangkalan
Namun Helmy yang pernah diperiksa penyidik KPK membantah bahwa di kementeriannya ada proyek pengadaan tanggul laut di Biak Numfor, Papua. Dia mengatakan, kementeriannya tidak pernah memasukkan proyek tersebut ke dalam anggaran kegiatan Kementerian PDT. Bahkan, kata Helmy, alokasi dana kementeriannya di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 berkurang dari Rp 2,8 triliun menjadi Rp 2,4 triliun. Dia pun mengaku tak kenal dengan Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News