JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam kepemimpinan KH Said Aqil Siroj tampaknya sudah tak sakral lagi. Dalam beberapa bulan ini tercatat sudah tiga kali kantor PBNU yang terletak di Jl Kramat Raya 164 Jakarta Pusat itu disatroni pengunjuk rasa. Terakhir, Senin, 19 April 2016.
Tuntutannya tetap seperti demo-demo sebelumnya. Yaitu agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap menangkap Helmy Faishal Zaini, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kini menjabat Sekjen PBNU. Para pendemo itu membentangkan poster menuntut agar KPK menangkap Helmy Faishal Zaini. Berbarengan dengan maraknya demo di PBNU di media sosial juga beredar foto aksi demo yang disertai keterangan sinis.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
”Kantor PBNU sudah berkali-kali atas sebab kasus korupsi, pendemo meminta KPK menangkap sekjen PBNU karena terlibat korupsi….sekitar jam 14.30, 19/2016 kantor PBNU didemo lagi dalam isu yang sama….Sebagai warga NU malu sebab dulu PBNU memfatwakan haram MENSOLATI Koruptor sekarang PBNU jadi pelindung koruptor,” demikian meme yang beredar di grup-grup WA dan media sosial.
Banyak tanggapan terhadap kasus Helmy Faishal Zaini tersbeut di grup WA. ”Seharusnya dinonaktifkan dulu agar menyelesaikan kasus hukumnya. Nanti kalau sudah selesai, kalau tak salah, dikembalikan ke posisinya sebagai sekjen,” tulis seorang gus.
Sebelumnya diberitakan, dalam sepekan ini dua kali kantor PBNU di Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat didatangi para pendemo. Pertama, pada Selasa (16/2/2015). Para pendemo yang mengatasnamakan GARANSI (Gerakan Anti Korupsi) dan Tour Anti Korupsi itu membeber tuntutan lewat kertas karton sambil berteriak meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Helmy Faishal Zaini dan A Muhaimin Iskandar karena dianggap terlibat kasus korupsi.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Namun dari press release yang mereka sebar kepada wartawan tampaknya yang menjadi sasaran utama adalah Helmy Faishal Zaini yang kini menjadi Sekjen PBNU. Buktinya, mereka mengungkap dugaan keterlibatan Helmy Faishal Zaini dalam kasus kementerian PDT yang kini telah menyebabkan Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk dan pengusaha Teddy Renyut dipenjara.
Namun para pendemo itu oleh satgas PBNU kemudian diarahkan ke kantor DPP PKB di Jalan Raden Saleh Jakarta Pusat. Jarak antara kantor PBNU dan kantor DPP PKB memang dekat.
Pada Rabu (17/2/2016) para pendemo datang lagi ke kantor PBNU. Namun belum sempat muncul nyali mereka langsung ciut karena di kantor PBNU sudah berjaga-jaga satgas dan aparat keamanan. Meski demikian di lingkungan pengurus PBNU demo ini terus menjadi rasan-rasan.
Baca Juga: Ba'alawi dan Habib Luthfi Jangan Dijadikan Pengurus NU, Ini Alasan Prof Kiai Imam Ghazali
”Ini akibatnya kalau pengurus parpol jadi pengurus PBNU. Nama NU jadi tercoreng. Kalau orang bersih karuan,” kata seorang pengurus PBNU bersungu-sungut.
Dalam press release itu para pendemo menyebut Teddy Renyut, direktur PT Papua Indah Perkasa yang sudah divonis 3.5 tahun penjara.
Ketika membacakan pleidoi Teddy Renyut merasa menjadi korban sistem ijon proyek di Kementerian PDT. Teddy merasa diperdaya oknum-oknum yang mengaku sebagai staf ahli menteri PDT dan pihak terkait lainnya yang mengatasnamakan Kementerian PDT dan meminta uang kepada Teddy.
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
Menurut Effendi Saman, pengacara Teddy, oknum tersebut meminta uang dengan janji akan memberikan proyek di Kementerian PDT kepada PT Papua Indah Perkasa yang dipimpin Teddy. Effendi juga menyebutkan bahwa kliennya telah mengalami kerugian karena telah menggelontorkan dana ke oknum-oknum Kementerian PDT tersebut.
Uang tersebut meliputi Rp 3,2 miliar yang diberikan atas permintaan staf ahli Menteri bernama Sabilillah Ardie serta uang Rp 6 miliar yang diminta Aditya melalui rekomendasi Muamir Muin Syam. Adapun Muamir merupakan salah satu ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang sama dengan partai Helmy Faishal.
"Sudah diberikan oleh terdakwa dan sudah dikembalikan oleh dan melalui Adit Rp 1,2 miliar," kata Effendi.
Baca Juga: Respons Hotib Marzuki soal Polemik PKB-PBNU
Teddy pernah memberikan uang Rp 290 juta atas permintaan Sabilillah Ardie untuk kepentingan perjalanan dinas Menteri PDT Helmy Faishal dan keluarga. Menurut Effendi, uang ini telah dikembalikan Sabillah.
Dalam BAP Teddy juga menyebut ada pemberian uang kepada Ardi sebesar Rp 290 juta. Uang itu disebut untuk membayar tiket perjalanan rombongan menteri PDT ke luar negeri.
"Saat itu Ardi minta ke saya secara lisan. Beliau sempat mengacam kalau saya gak bantu beliau, beliau lepas tangan untuk urus yang punya saya yang udah saya keluarkan Rp 3,2 miliar termasuk untuk biak itu," kata Teddy.
Baca Juga: Prof Kiai Imam Ghazali: Klaim Habib Luthfi tentang Kakeknya Pendiri NU Menyesatkan
Teddy mengklaim awalnya tidak tahu tiket itu atas nama siapa. "Saya baru mengetahui setelah di proses penyidikan atas nama menteri dan istri," ujarnya.
Jaksa kemudian memastikan menteri yang dia maksud itu. "Pak Helmy Faishal Zaini ya. Itu saya baru tahu di penyidikan," jawab Teddy.
Selain Rp 3,2 miliar, Teddy juga memberikan uang sebesar Rp 6 miliar kepada seorang yang bernama Adit untuk mendapatkan proyek APBN-P 2014 di Kementerian PDT. Teddy menyebut bahwa Adit adalah calo di Kementerian PDT.
Baca Juga: PBNU Lantik 669 Pengurus Anak Ranting PCNU Situbondo Berbasis Masjid
Namun Helmy yang pernah diperiksa penyidik KPK membantah bahwa di kementeriannya ada proyek pengadaan tanggul laut di Biak Numfor, Papua. Dia mengatakan, kementeriannya tidak pernah memasukkan proyek tersebut ke dalam anggaran kegiatan Kementerian PDT. Bahkan, kata Helmy, alokasi dana kementeriannya di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 berkurang dari Rp 2,8 triliun menjadi Rp 2,4 triliun. Dia pun mengaku tak kenal dengan Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News