
KOTA PROBOLINGGO, BANGSAONLINE.com - Wisata mangrove di kawasan pesisir dekat dengan pelabuhan pelelangan ikan Kota Probolinggo, secara umum menjadi kebanggaan Kota Probolinggo. Selain itu, wisata tersebut menjadi satu-satunya destinasi wisata pantai yang pengelolaannya diserahkan ke pihak swasta.
Namun, kontribusi kepada pemerintah setempat dan masyarakat sekitar tak jelas. Hal tersebeut terungkap dalam hearing atau rapat dengar pendapat Komisi B DPRD Kota Probolinggo dengan Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA) Pemkot Probolinggo.
Anggota dewan dari Fraksi PDIP, Titin Indriyani menyoal kontribusi pengelola Bejaay Bakau Resort (BJBR) ke kas daerah.
Berdasarkan pengamatannya, pengunjung BJBR cukup ramai, dan umumnya dari strata ekonomi kelas menengah ke atas. Asumsinya, dengan karcis masuk per orang Rp 20 ribu (hari libur), hanya orang yang 'berduit' yang mau masuk.
"Kalau masyarakat bawah yang kebanyakan masyarakat sekitar, akan berpikir seribu kali. Sehingga tidak bisa dinikmati semua orang. Padahal keberadaan tempat wisata itu juga harus memperhatikan masyarakat lain yang juga ingin menikmatinya. Menurut saya terlalu mahal, dan kurang terjangkau," jelas Titin dalam hearing, Selasa (23/2).
Politisi asal Mayangan ini menyadari bahwa pengelolaan wisata tersebut bergantung kepada pengusaha yang diberi hak mengelola. Kendati demikian, Titin berharap ada pertimbangan lain supaya masyarakat sekitar bisa ikut menikmatinya.
Ternyata, Kadis DPPKA Agus Hartadi tak mampu menjawab pertanyaan terkait kontribusi ke kas daerah tersebut. Alasannya, dia tak membawa data lengkap berapa angka-angka kontribusinya. "Mohon maaf. Kami minta ijin untuk menyerahkannya nanti," ujar Agus.
Namun, Agus Hartadi tetap mengatakan bahwa BJBR memberikan kontribusi bagi kas daerah melalui pajak hotel, resto, wisata, dan hiburan. Dan soal komitmen lahannya yang merupakan kawasan hutan mangrove, telah dilakukan dengan Pemprov dan Pemkot.
"Kami bangga punya ikon wisata begitu. Tapi tetap harus imbang dengan kontribusi yang kita terima. Kita bukan ingin mempersulit pengusaha. Tapi kita punya aturan, yang mesti dilihat sejauh mana kontribusinya," tandas Titin.
Sorotan juga dilontarkan politisi dari PPP Yusuf Susanto yang mempertanyakan memorandum of understanding (MoU) BJBR dengan Pemkot. Menurut anggota Komisi B ini, Pemkot Probolinggo tidak memperoleh apa-apa kalau MoU-nya tidak jelas. (ndi/sho).