SUMENEP, BANGSAONLINE.com – Petani padi di Kabupaten Sumenep selalu was-was saat puncak musim hujan. Sebab, kerap kali tanaman padi miliknya selalu terendam banjir. Akibatnya, padi yang terendam itu membusuk sehingga gagal panen.
Parahnya, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Disperta) setempat tidak banyak ambil pusing soal keresahan para petani itu. Mereka terkesan cuek. Padahal sebagai instansi pemerintah yang secara khusus membidangi pertanian, mestinya Dispertan mencarikan solusi yang tepat agar petani tidak selalu rugi tiap tahun musim.
Baca Juga: Pesan Dandim 0827 Sumenep Usai Hadiri Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2024 di Kantor Bupati
Kepala Disperta Sumenep, Bambang Heriyanto, hanya mengimbau agar petani menggunakan bibit varietas unggul, karena bibit itu diyakini memiliki kelebihan tahan terhadap air, kekeringan dan cepat panen.
“Jadi sejak awal masa tanam, petani harus memilih bibit dari varietas unggul yang tahan terhadap kekeringan, air dan cepat panen,” kata Bambang enteng, Rabu (24/2).
Melihat kondisi ini, anggota Komisi II DPRD Sumenep, Nurus Salam, mengaku pesimis terjadi perkembangan di sektor pertanian. Dia menilai pimpinan instansi terkait tidak kreatif dan tidak tanggap menjawab persoalan yang dihadapi para petani.
Baca Juga: Dinsos Sumenep Bersama USAID ERAT Gelar Workshop untuk Susun RAD Pemenuhan Hak Disabilitas
"Ketika tanaman padi terancam gagal panen seperti saat ini, harus ada upaya yang cukup tepat, setidaknya dengan memberikan bantuan bibit," tegasnya.
“Bantuan bibit itu hanya bersifat sementara. Dinas terkait juga harus memikirkan solusi jangka panjang, sehingga ancaman puso tidak selalu terjadi di tiap musim,” imbuhnya.
Menurut poltisi Partai Gerindra Sumenep itu, saat ini di Disperta tidak ada sinkronisasi program, sehingga genangan banjir terus terulang dalam tiap musim hujan.
Baca Juga: Ciptakan Udara Bersih dan Berkualitas, DLH Sumenep dan Medco Energi Tanam Ribuan Pohon
Pria yang akrab dipanggil Oyuk itu meyakini bahwa genangan banjir itu terjadi karena saluran air tersier dan sekunder tidak berfungsi maksimal. Dengan curah hujan yang tinggi dan dalam waktu yang relatif lama, dua saluran itu tidak bisa menampung debit air, sehingga air yang mestinya diteruskan ke laut, meluber memenuhi persawahan warga.
“Jadi bikin program itu harus berorientasi pada kepentingan masyarakat bawah. Jangan bikin program yang sekiranya terkesan mubadzir,” tandas Oyuk. (smn/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News