LAMONGAN, BANGSAONLINE.com - Keberadaan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di area Pasar Tradisional Produk Peternakan Terpadu tepatnya sebelah barat Pasar Sidoharjo Lamongan masih belum menjadi daya tarik bagi tukang potong hewan. Padahal, RPH tersebut sempat digadang-gadang akan menjadi salah satu contoh RPH modern. Juga tempat para peternak, pedagang maupun tukang potong hewan untuk memotong ternaknya di lokasi yang sudah disediakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan.
“Banyak yang gak minat potong hewan di sini. Mereka lebih milih memotong dengan cara tradisional sama di rumah masing-masing,” ungkap Imam Mukhtar, Kepala UPT Pasar Unggas Lamongan kepada BANGSAONLINE belum lama ini.
Baca Juga: Tak Ingin Warganya Terjebak Pinjol dan Investasi Bodong, Anggota DPR RI Jiddan Gelar Sosialisasi
Padahal RPH tersebut dibangun sejak 2014 dan menelan anggaran APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Lamongan senilai miliaran rupiah. “Sepi, tidak ada yang tertarik. Kalau pun ada hanya satu dua, itu pun yang manual," ujarnya.
Dijelaskan Imam, Pemkab Lamongan sebenarnya sudah berusaha supaya RPH bisa berjalan sesuai rencana. Pemkab sudah mengeluarkan Perda yang intinya akan memberi sanksi berupa denda Rp 5 juta dan kurungan tiga bulan bagi penjagal yang tidak potong hewan disini. “Tetap saja tidak ada efeknya,” keluhnya.
Terkait mangkraknya RPH ini, anggota Komisi B DPRD Lamongan belum lama ini memanggil pihak Dinas Perternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Lamongan. Komisi B menilai Disnakeswan kurang sosialisasi kepada para penjagal.
Baca Juga: Lantik Direktur Utama BDL, Bupati Yuhronur Tekankan Dua Peran Perusahaan Daerah
“Program RPH yang dijalankan Disnakeswan kurang maksimal dan diharapkan pada tahun ini 2016, bisa meningkatkan sosialisasi tersebut,” Jelas anggota komisi B, Okta Rosadinata, Minggu (28/2).
"Buat apa membangun hingga miliaran rupiah, kalau tidak dimanfaatkan. juga tidak ada sumbangsih pada PAD," ujarnya. (qom/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News