JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Ketua DPRD Jombang, Joko Triono akhirnya angkat bicara atas dugaan reses fiktif di lembaga yang dipimpinnya. Menurut politisi PDI Perjuangan ini, pihaknya mempersilakan aparat penegak hukum untuk melaksanakan tugas jika ditemukan indikasi penyelewengan.
"Kami persilakan KPK untuk turun jika memang ada indikasi penyelewengan dalam reses yang dilakukan anggota DPRD Jombang," tegas Joko Triono saat menghubungi bangsaonline.com, Senin (11/4) via telepon selular.
Baca Juga: Perdalam Raperda RIPK Bapemperda, DPRD Jombang Gelar Rapat
Ditambahkan, selaku pimpinan, ia sudah mewanti-wanti seluruh anggota DPRD Jombang agar tidak 'bermain' dalam penggunaan uang rakyat. Namun jika hal tersebut masih saja terjadi maka, itu sudah menjadi tanggung jawab pribadi oknum anggota yang nakal.
Menurut dia, dalam aturan reses, satu anggota dewan dijatah setahun 3 kali masa reses. Sekali reses ada 6 kali untuk serap aspirasi.
"Aturan mewajibkan untuk mengumpulkan massa minimal 60 orang untuk satu kali serap aspirasi. Jaman sekarang kalau mengumpulkan orang tanpa uang saku sulit terjadi," rinci Joko.
Baca Juga: Rapat Paripurna, DPRD Jombang Sahkan Empat Raperda Jadi Perda
Belum lagi biaya konsumsi dan lain-lainnya. Menurutnya, uang reses Rp 15 juta tidaklah cukup untuk melakukan serap aspirasi dengan konstituen. Hal ini ditambah proses pelaporan reses yang cukup rumit. Yakni dengan tanda tangan, dokumen foto dan lain-lain.
"Saya saja, setiap reses selalu mengeluarkan uang Rp 10 juta untuk menambah kekurangan jatah reses yang cuma Rp 15 juta," ulas dia.
Hal tersebut diyakini menjadi penyebab oknum dewan memanipulasi data sehingga muncul reses fiktif. Tapi ditegaskannya kembali itu menjadi tanggung jawab masing-masing anggota. Karena selaku Ketua DPRD Jombang ia telah menekankan kepada seluruh anggota dewan agar tidak sekali kali bermain dengan anggaran yang dibiayai dari uang rakyat tersebut.
Baca Juga: 4 Komisi di DPRD Jombang Kunker ke Jawa Tengah
Disinggung tentang, pelaporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) berdasarkan keterangan KPK kepada direktur LInK (Lingkar Indonesia untuk Keadilan) Aan Anshori, diakui memang dirinya hanya melaporkan pad tahun 2003 silam. Alasan Joko, DPRD bukan pejabat negara melainkan pejabat publik sehingga tidak wajib melakukan LHKPN.
"Kita juga mau konsultasikan itu, kalau memang DPRD wajib membuat LHKPN, kita akan buat, yang penting ada PP-nya. Karena kita bukan pejabat negara," pungkas Joko.
Sebagaimana diketahui, DPRD Jombang diterpa isu tak sedap. Banyak penyelewengan yang disinyalir terjadi di tubuh lembaga yang diketuai Joko Triono. Mulai dari dugaan reses fiktif, penyelewengan kunjungan kerja hingga sejumlah gratifikasi dalam setiap pembahasan anggaran, raperda, hearing hingga uang saku jelang lebaran.
Baca Juga: Ketua DPRD Jombang: SK Bupati Habis, Pj Masih Belum Jelas
Sejumlah anggota dewan sendiri mengakui adanya reses fiktif tersebut. Motifnya dengan titip tanda tangan, manipulasi data peserta serap aspirasi hingga mark up anggaran. Hal ini diakui lantaran dana reses yang sangat minim dan berbanding terbalik dengan kondisi dilapangan. (dio/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News