Ada yang Janggal, KY bakal Analisis Putusan Praperadilan La Nyalla

Ada yang Janggal, KY bakal Analisis Putusan Praperadilan La Nyalla La Nyalla Mattalitti

SEMARANG, BANGSAONLINE.com - Komisi Yudisial masih mengkaji dan menganalisis hasil sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya yang mengabulkan gugatan Ketua kadin Jatim yang juga Ketua Umum PSSI .

Gugatan dikabulkan itu terkait atas status tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dialokasikan untuk Kadin setempat.

Baca Juga: Tembus 2 Juta Lebih, Suara Calon DPD La Nyalla Tak Terkejar

"Masih dikaji dan dianalisis, masih butuh waktu panjang," kata juru bicara KY Farid Wajdi, Kamis (14/4).

Menurut dia, KY sudah melakukan pemantauan sidang praperadilan tersebut sejak awal. Secara prosedural, kata dia, tidak ada yang dilanggar dalam pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Surabaya tersebut.

Namun, lanjut dia, jika nantinya ditemukan bukti permulaan yang cukup, KY akan membentuk tim untuk penanganan lanjutan kasus tersebut. Ia menjelaskan KY tidak memiliki kewenangan untuk mengubah putusan perkara tersebut.

Baca Juga: Calon DPD Bersaing Ketat, La Nyalla, Kusumaningsih, Lia, dan Agus Rahardjo Unggul Sementara

"KY tidak masuk wilayah itu. Tetapi kalau ada pelanggaran kode etik, itu masuk ranah kami," tegasnya.

Sebelumnya, PN Surabaya mengabulkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka Ketua kadin Jatim , atas kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dialokasikan untuk Kadin Jatim.

Hakim tunggal Ferdinandus menyatakan penetapan status tersangka terhada La Nyalla tidak sah dan tidak berdasar hukum, serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Baca Juga: Ratusan Pemuda di Gresik Deklarasi LaNyalla Capres 2024

Sebelumnya, Farid mengatakan, pihaknya memang menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan. "Beberapa hal memang ditemukan (kejanggalan), tetapi kami belum bisa memublikasi detailnya," ujar Farid.

Farid mengakui bahwa proses persidangan tidak sepenuhnya bebas intervensi. Tak tertutup kemungkinan dalam sidang La Nyalla juga ada tekanan terhadap pihak tertentu.

"Di mana pun tahapannya intervensi sangat mungkin datang dari mana pun," kata Farid.

Baca Juga: Relawan Malang Raya Deklarasikan Dukungan kepada La Nyalla Sebagai The Next President RI 2024

Sementara Kajati Jatim Maruli Hutagalung menduga ada permainan antara pihak La Nyalla dan hakim Ferdinandus.

Pasalnya, banyak kejanggalan selama sidang praperadilan berlangsung hingga akhirnya gugatan La Nyalla dikabulkan oleh Ferdinandus.

"Memang dari awal kita lihat (sidang prapradilan) sudah 'miring' kok. Setiap kali persidangan hakimnya selalu memihak pada pemohon (pihak La Nyalla). Pemohon sudah selesai bertanya, dia tambahkan lagi," ujar Maruli.

Baca Juga: Sejumlah Kepala Daerah Masuk Kepengurusan Demokrat Jatim, Ada Putra Khofifah dan Putra La Nyalla

Di sisi lain, Lembaga kajian hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak pemerintah agar menerbitkan aturan transisi berupa peraturan pemerintah (PP) yang mengatur hukum acara praperadilan yang lebih lengkap (komprehensif).

"ICJR mengusulkan agar dalam peraturan itu dimasukkan ketentuan larangan seseorang yang dinyatakan sebagai daftar pencarian orang (DPO) untuk mengajukan praperadilan," ujar Ketua Badan Pengurus ICJR Anggara dalam keterangan tertulis, Rabu (13/4) malam.

Anggara mengatakan keinginan lembaganya itu didasarkan pada fakta banyaknya kejanggalan yang terjadi terkait masih diberikannya hak kepada buronan atau DPO untuk mengajukan praperadilan.

Baca Juga: Gubernur Khofifah Serahkan Hibah Tanah untuk Pembangunan Kantor DPD RI di Jatim

Padahal dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1988 dan SEMA No. 1 Tahun 2012, MA dengan tegas menyatakan DPO atau buronan tidak diberikan hak untuk mengajukan upaya hukum.

ICJR mencontohkan kasus La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang telah berstatus DPO tetapi bisa mengajukan praperadilan dan usahanya itu dikabulkan oleh PN Surabaya.

Sementara Wakil Ketua DPR Fadli meminta agar Komisi III memanggil Jaksa Agung dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP). Pasalnya, keduanya dianggap telah melakukan penegakan hukum sesuai selera.

Baca Juga: Investasi UMKM Jatim Capai Rp430 Triliun, LaNyalla Berharap Bisa Buka Lapangan Kerja

"Komisi III (harus lakukan) RDP pangggil Jaksa Agung, Kajati (Jatim). Tugas DPR untuk mengawasi pemerintah. Perlakuan hukum kita ini jauh dari harapan. Penegakan sesuai selera," ujar Fadli Zon, Kamis (14/4). (rmol/mer/tic/lan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO