JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Menteri Sosial (Mensos) Republik Indonesia, Khofifah Indar Parawansa menyebut konten pornografi menjadi penyebab tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Untuk itu, saat ini pemerintah sudah memblokir ribuan konten berbau pronografi. Hal itu dilakukan untuk mencegah semakin meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak.
Pernyataan tersebut disampaikan Khofifah usai menghadiri Satu Abad Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas di GOR Said Chasbulloh Jombang, Jawa Timur, Minggu (15/5). ”Ternyata ketika anak-anak mengakses konten video porno, maka 67-75 persen itu potensial addict (kecanduan). Kalau sudah begitu, maka dia akan sering nonton. Yang sebelumnya dianggap tabu kemudian berubah menjadi dianggap biasa,” kata Khofifah.
Baca Juga: Direksi dan Karyawan Sekar Laut Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah, Disebut Cagub Paling Ngayomi
Sementara sisanya, sekitar 39-49 persen, lanjut Khofifah, potensial acting out alias menirukan apa yang ditampilkan dalam video porno tersebut. ”Jadi, tinggi sekali pengaruh antara akses konten video porno dengan adiksi (kecanduan) menonton yang kemudian kemungkinan dia acting out (menirukan-red),” lanjutnya.
Khofifah lantas menjelaskan pengalaman dirinya saat menindaklanjuti kasus kekerasan yang dialami Yuyun (12), warga Rejang Lebong, Bengkulu beberapa waktu lalu. Diungkapkan Khofifah, dalam kasus Yuyun ternyata pelaku mengakui menonton video porno sebelum melakukan perbuatannya. Tidak hanya itu, pelaku juga mengakui mengkonsumsi minuman keras (miras) jenis tuak.
”Kemudian saya tanya kepada pelaku, mengapa melakukan perbuatannya, dia menjawab, karena diajak oleh yang lebih dewasa. Dari sisi ini, dalam kasus YY, signifikasi pengaruh video porno itu Nampak sekali. Karena saya bertanya sendiri,” paparnya.
Baca Juga: Cara Unik UMKM Es Teh di Wiyung untuk Dukung Khofifah, Beri Bonus di Dagangannya
Atas tingginya kasus kekerasan terhadap anak, ia menyatakan Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informasi) sudah memblokir sekitar 750 ribu konten video porno.
Mantan Ketua Korp PMII Putri (Kopri) itu juga mengungkapkan, terapi psikologi sosial kepada korban maupun pelaku perlu dilakukan. ”Karena kemungkinan ada trauma pada keluarga korban. Tapi, pada korban sodomi, terapi psikologi sosial belum tentu berhasil. Karena pernah ada pengalaman adiksinya (kecanduannya), tidak bisa sembuh meski sudah dilakukan terapi psikologi sosial selama dua minggu,” ulasnya.
Untuk itu, Khofifah juga mengajak orang tua untuk lebih memaksimalkan pengawasan terhadap pergaulan anak. ”Makanya peran orangtua juga perlu untuk memberikan perlindungan, pendidikan, dan pembinaan,” tandas Ketua PP Muslimat NU ini.
Baca Juga: Ratusan Laskar Khofifah-Emil Siap Berjuang di Pilgub Jatim 2024
Sementara terkait Peraturan Pemerintah Perubahan (Perpu) tentang hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap anak, Khofifah mengatakan drafnya sudah di Kemenkumham.
”Legal draftingnya ada di sana (Kemenkumham), Biasanya akan ada harmonisasi masing-masing menteri untuk memberikan pandangan atas legal drafting yang sudah dibuat tersebut,” tuturnya.
Adapun dalam konten Perppu tersebut di antara isinya hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual. ”Ada dari hulu ke hilir. Maksudnya, hilirnya pemberatan hukuman, yakni hukuman tambahan. Hulunya mendekatkan layanan pengaduan kepada masyarakat,” pungkas Khofifah. (jbg1/dio/rev)
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
Ketua Majelis Pengasuh Ponpes Bahrul Ulum KH Hasib Wahab (kiri) menyerahkan lukisan kepada Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa (dua kanan) saat peringatan satu abad madrasah, 191 tahun pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur, Minggu (15/5). Dalam kesempatan itu Mensos menyerahkan santunan untuk anak yatim Ponpes Bahrul Ulum sebesar Rp 60 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News