BLITAR, BANGSAONLINE.com - Para petani penggarap lahan eks perkebunan Retorejo Kruwuk, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar, melakukan aksi unjuk rasa secara maraton. Mereka menggelar aksi di depan Mapolres Blitar, kantor DPRD, serta kantor sekretariat Pemkab Blitar, Rabu (18/5). Tuntutannya, aksi kriminalisasi warga yang dilakukan aparat, harus dihentikan. Kedua, DPRD maupun Pemkab Blitar harus berani memberikan rekomendasi redistribusi tanah eks perkebunan Retorejo Kruwuk, kepada masyarakat setempat. Karena secara prinsip, mereka sudah mendapatkan izin menggarap dari kementerian agraria dan tata ruang.
Pitoyo, salah satu warga penggarap lahan eks perkebunan Kruwuk, menyayangkan kriminalisasi yang dilakukan aparat kepada dua warga penggarap lahan, Sulistiyono dan Heri Widodo. Kedua orang tersebut, saat ini harus berurusan dengan hukum dengan alasan mereka menyerobot tanaman perkebunan. Padahal kedua warga itu, selama ini menggarap lahan 125 hektar yang memang diperbolehkan dikelola warga.
Baca Juga: Tak Kunjung Tuntas, FMPN Blitar Unjuk Rasa Desak APH Usut Surat Palsu KPK
Dengan dasar mediasi oleh pihak Kantor Pertanahan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 lalu yang menghasilan status quo atas tanah tersebut. Sehingga perkebunan diperbolehkan menanam, dan warga juga boleh menanam dengan batas yang sudah disepakati.
Sedangkan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan terhadap tanah seluas 557 hektar tersebut, juga sudah habis pada 31 desember 2009 lalu. "Sulistiyono saat ini divonis 4 bulan penjara. Sedangkan Heri Widodo masih berstatus saksi," ungkap Pitoyo.
Ia menjelaskan, selama ini negara melalui alat kekuasaan seperti polisi dan kejaksaan, lebih bersikap menjaga kondusifitas, tanpa pernah menyelesaikan akar permasalahan.
Baca Juga: KPU Kota Blitar Didemo Jelang Pemilu 2024
"Kami berharap agar pemerintah memperhatikan kami. Warga sudah susah payah mengelola lahan. Tapi saat masa panen justru ditangkap. Di mana letak keadilan," keluhnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar Wasis Kunto Atmojo yang ikut menemui perwakilan massa, mengaku prihatin dengan kondisi para petani. Sehingga Dewan menyarankan mereka untuk berkoordinasi dengan pihak perkebunan untuk menyelesaikan masalah itu secara objektif dan transparan. Jika tidak ada titik temu, dewan siap memfasilitasinya agar permasalahan cepat selesai.
Baca Juga: Buntut Pembatasan Wawancara pada Bupati Blitar, Puluhan Wartawan Demo di Depan Pendopo
Selain itu, lanjut Wasis, meskipun HGU sudah habis masa berlakunya, tidak serta merta menjadi tanah negara. Dalam arti, pemegang HGU masih punya tanggung jawab secara perdata untuk mengurus perpanjangan HGU-nya. Hanya saja, mereka tidak bisa berbuat seenaknya.
"Semua pihak harus duduk bersama agar masalah cepat selesai. Selain warga dan pihak perkebunan para tokoh yang ada di sana juga harus membantu terselesaikannya masalah ini," ungkap Wasis.
Selain itu dewan meminta agar aparat kepolisian, tidak langsung melakukan penindakan.Tetapi kepolisian juga harus bisa melakukan langkah pencegahan. Termasuk melakukan mediasi . Karena hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
Baca Juga: Ribuan Warga Blitar Selatan Tuntut Pemekaran Wilayah, Gara-Gara Hal ini
"Hukum memang harus ditegakkan tapi seharusnya ada toleransi agar tidak ada yang dirugikan. Seharusnya sebelum adanya penangkapan, pihak - pihak terkait melakukan mediasi, dan kompromi. Karena masyarakat yang menanam tentu saja mereka yang berhak memanen sehingga harus ada toleransi", pungkasnya. (tri/rus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News