TOKYO, BANGSAONLINE.com - Intelektual muda NU KH Cholil Nafis sudah beberapa hari ini tinggal di negeri Sakura Jepang. Ia diundang menjadi nara sumber kajian Islam tematik sekaligus jadi imam dan khotib Salat Idul Fitri 1437 H atau 2016. Mantan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU ini punya pengalaman menarik terutama tentang perbedaan kultural antara masyarakat Jepang dan umat Islam Indonesia. Pada sisi lain gairah keagamaan warga Indonesia di Jepang sangat tinggi sampai tempat untuk salat id tak muat. Lalu bagaimana solusinya? Inilah lanjutan tulisan KH Cholil Nafis seri keempat dari Jepang yang dikirim khusus untuk pembaca bangsaonline.com. Selamat mengikuti.
Bangun tidur pada dini hari jam 03:00 untuk salat Subuh sekaligus menyambut ldul Fitri 1437 H di Tokyo, Jepang tak terdengar adzan, apalagi takbir. Bahkan suasana lebaran pun tak tampak. Masyarakat Jepang tetap beraktifitas sebagaimana hari kerja biasa karena memang tidak ada libur nasional. Namun setelah sampai di dekat Balai Indonesia baru terasa kalau hari ini adalah lebaran karena penuh semarak oleh kerumunan warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Jepang untuk menunaikan salat Ied.
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
Maklum, di seluruh kota Tokyo hanya ada dua tempat yang menyelenggarakan salat Id. Sebab Masjid Tokyo Camii yang dapat menampung jamaah lebih banyak telah berlebaran dan menyelenggarakan salat Ied pada hari sebelumnya, yaitu selasa, 5 Juli 2016. Masjid Tokyo Camii yang dibangun berasitektur Turki adalah masjid yang takmirnya mengikuti jadwal puasa dan lebaran umat Islam di Turki.
Akibatnya Aula Balai Indonesia dan area lapangan yang luasnya sekitar dua ribu meter tak dapat menampung masyarakat yang hendak melaksanakan salat Idul Fitri. Terpaksa salat Ied dilakukan dengan dua gelombang. Gelombang pertama, salat Id dilakukan pada jam 07:00 dan gelombang kedua dilaksanakan pada jam 08:30. Suasana ramai sangat terasa karena banyak masyarakat Indonesia yang mengambil cuti untuk merayakan Idul Fitri secara bersama-sama di Balai Indonesia.
Sebagai Khotib, saya berpesan kepada jamaah agar tradisi ibadah dan kebaikan saat di bulan Ramadan dapat dilanjutkan pada bulan-bulan berikutnya. Pada hari kemenangan nan fitri ini hendaklah menjadi titik awal untuk menjadi manusia sejati karena kita bagai terlahir kembali dengan watak asli manusia sejati. Menjaga keserasian hubungan vertikal dan horizontal adalah kunci keberhasilan hidup dimana berada, termasuk masyarakat diaspora yang berada di Jepang. Fitrah yang sejati manakala manusia mampu menyayangi sesama dengan tulus seraya bertauhid kepada Allah SWT.
Baca Juga: Yakini Kebenaran Islam, Dua Pemuda Resmi Mualaf dengan Bersyahadat di Masjid Al-Akbar Surabaya
Seusai salat dan khutbah gelombang pertama dilanjutkan dengan acara open house dan silaturahim antar Keluarga Masyarakat Indonesia Indonesia (KMII) dan para diplomat yang sedang bertugas di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo. Masyarakat yang berdatangan dari sekitar Tokyo dan beberapa provinsi di Jepang membuat suasana ramai dan penuh keakraban. Sekitar tiga ribuan masyarakat memadati wisma KBRI. Semuanya disambut oleh para diplomat yang sedang bertugas di Tokyo. Mereka bersenda gurau bagaikan orang yang sedang pulang kampung halamannya. Bahkan menu masakannya pun semua khas Indonesia. Seperti masakan opor, rendang, ketupat dan masakan khas lebaran di Indonesia lainnya semua disediakan.
Masyarakat yang datang untuk bersilaturahim di KBRI bagaikan orang yang sedang menyapa saudara-saudaranya dan orang tuanya. Mereka kompak dan akrab. Semua masakan dilakukan secara swadaya. Bahkan untuk bersih-bersih sisa makananpun pun dilakukan secara bersama-sama.
Saya dapat merasakan betapa erat hubungan sesama warga negara yang hidup di Tokyo dan sekitarnya. Merasa menemukan saudara saat mereka bertemu sesama anak bangsa di wisma Indonesia. Ya, kita merasakan pulang kampung saat berkunjung di KBRI bertemu teman-teman dan kawan meskipun kadangkala antara mereka baru kenal saat berada di Wisma.
Baca Juga: Sarat Nilai Keimanan, Khofifah Ajak Teladani Sifat Zuhud Abu Wahb Bahlul bin An as Shairofi Al Kufi
Bagi masyarakat Jepang yang kadang tak mengerti tentang tradisi lebaran ala nusantara terheran-heran sekaligus kadang merasa terganggu dengan membludaknya orang-orang di sekitar rumahnya. Namun akhirnya mereka paham bahwa umat Islam sedang merayakan kemenangan dalam proses kehidupan beragama. Bagi masyarakat diaspora di Jepang, momentum lebaran sebagai ajang pelepas kangen ke kampung halaman sekaligus merayakan kemengan melawan hawa nafsu melalui ibadah puasa sebulan penuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News