GRESIK, BANGSAONLINE.com - Kegagalan Pemkab Gresik meraih penghargaan Adipura 2 tahun berturut-tutut, yakni pada tahun 2015 dan tahun 2016, terus mendapatkan tanggapan masyarakat.
Mereka terus mempertanyakan kegagalan pemerintahan SQ meraih Adipura selama 2 tahun berturut-turut. Padahal, SQ selama ini selalu mengklaim bahwa pemerintahannya mengalami kemajuan sangat pesat.
Baca Juga: Hadiri Haul Bungah, Plt Bupati Gresik Ingatkan Agar Tak Ada Perebutan Kekuasaan
Pembangunan proyek mercusuar tumbuh di mana-mana. Misalnya, stadion Gelora Joko Samudro (GJS), wahana ekspresi posponegoro (WEP) tahap I dan II, pelabuhan, bendung gerak sembayat (BGS), penataaan kawasan perkotan dan project lain.
Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Pemerintahan di era Bupati, KH Ronbach Ma'sum misalnya. Meski pemerintahan era kepemimpinan kiai terkenal di Gresik ini tidak banyak menelorkan proyek mercusuar, tapi setiap tahunnya selama 2 periode tidak pernah absen mendapatkan penghargaan Adipura di bidang tata kelola kota bersih yang menjadi rebutan kabupaten/kota se Indonesia.
Menurut anggota FPDIP DPRD Gresik, Noto Utomo, gagalnya Pemkab Gresik meraih Adipura sehingga kalah dengan kabupaten tetangga seperti Lamongan, Tuban dan Sidoarjo, karena beberapa faktor. Faktor utamanya adalah buruknya tata kelola persampahan di bawah komando Badan Lingkungan Hidup (BLH).
Baca Juga: Banggar DPRD Gresik Pastikan Target PAD 2024 Senilai Rp1,597 Triliun Tak Tercapai
"Tidak bisa dipungkiri. Saya kira semua masyarakat Kabupaten Gresik mengetahui, kalau penataan persampahan di Kabupaten Gresik, khususnya sampah di perkotaan jorok," ujar Noto, Minggu (31/7).
Sebab, lanjut Noto, penataan tempat sampah tidak melihat estetika kota. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya tempat sampah seperti tempat pembuangan sementara (TPS) yang bertebaran di wilayah perkotaan.
Joroknya lagi, tegas Noto, TPS itu dibangun di tempat-tempat yang setiap hari dipadati oleh masyarakat. Seperti di pojok timur Alun-Alun Gresik, di Kelurahan Sidokumpul, tepatnya di depan SMPN 1 Gresik dan tempat lain. "Baru di Gresik di kawasan Alun-Alun ada TPS," cetus politisi muda PDIP asal Kecamatan Bungah ini.
Baca Juga: Di Ponpes Tanbihul Ghofilin, Plt Bupati Gresik Sosialisasikan Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak
Seharusnya, kata Noto, Kabupaten Gresik yang telah bertahun-tahun menggembar-gemborkan program penataan kota bisa mewujudkan TPS yang layak yang keberadaannya tidak mengganggu kepentingan umum. "Sehingga, penataan kota Gresik yang sudah digelontor APBD ratusan miliar bisa terlihat asri dan sejuk," jelasnya.
Selain buruknya tata kelola sampah perkotaan, Kabupaten Gresik, juga dinilainya gagal dalam melakukan penataan dan pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Kelurahan Ngipik Kecamatan Kebomas.
"TPA Ngipik itu juga penyebab gagalnya Adipura. TPA sebesar itu kok di tengah kota. Wong Surabaya aja TPA jauh dari perkotaan. Gresik sudah seharusnya bisa mencontoh Surabaya," katanya.
Baca Juga: Pendukung Kotak Kosong di Gresik Soroti Rendahnya PAD 2024
Noto mempertanyakan anggaran ratusan hingga miliaran rupiah setiap tahun yang dikelola BLH untuk penanganan sampah. Dana sebesar itu dimanfaatkan untuk apa saja, sehingga tata kelola sampah di perkotaan masih buruk.
Kemudian, soal penataan taman kota yang tidak sebanding dengan anggaran yang telah digelontorkan. Untuk diketahui, setiap tahunnya di BLH ada alokasi anggaran miliaran untuk taman dan perawatannya. Contohnya, pada APBD tahun 2016 di BLH ada alokasi anggaran Rp 5,5 miliar untuk taman dan perawatannya. Namun, uang sebesar itu tidak sebanding dengan keberadaan taman di perkotaan.
"Bisa dilihat sendiri, taman sering dilakukan bongkar tanam karena mati. Bahkan, banyak taman-taman kota terlihat tidak terurus," terangnya.
Baca Juga: Plt Bupati Gresik Teken Serah Terima Pengelolaan Sementara Stadion Gelora Joko Samudro
Ditambahkan Noto, jika mindset BLH tetap seperti itu dalam pengelolaan kawasan kota, jangan harap Kabupaten Gresik akan kembali mendapatkan Adipura.
Penilaian Adipura sendiri dititik beratkan terhadap beberapa variabel. Di antaranya, tata kelola persampahan. Beberapa kabupaten/kota saat ada penilaian Adipura memfokuskan penataan tempat sampah. Sebab, tempat sampah bobot penilainnya sangat tinggi, mencapai 60 persen. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News