JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Koordinator KontraS Haris Azhar kembali membeberkan puzzle-puzzle pembuktian curahan hati terpidana mati Freddy Budiman yang mengatakan adanya keterlibatan institusi Polri, TNI dan BNN. Kali ini Haris membongkar peta penangkapan jaringan narkoba pada Mei 2012.
BNN mengamankan 1,4 juta pil ekstasi dari China. Barang haram itu diketahui milik Freddy Budiman. Oleh pengadilan Freddy dinyatakan bersalah dan divonis hukuman mati.
Baca Juga: Polsek Prajurit Kulon Ikuti Peluncuran Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan
Pada berkas perkara atas nama M. Muhtar tertulis dia adalah aktor yang mendapat tugas dari Freddy Budiman untuk mengurus persiapan pengiriman paket sampai tempat tujuan yakni Gudang 1 di Kamal Raya, Cengkareng, Jakarta Barat. Barang belum sampai di lokasi tujuan, lantaran Muhtar terjaring operasi di tengah jalan di pintu keluar tol Kamal.
"Padahal sebelum paket itu keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok telah ditetapkan operasi controlled delivery yang melibatkan BNN dan Bea Cukai pada 15 Mei 2012," kata Haris di Sekretariat KontraS, Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (12/8).
"Seharusnya, dalam operasi itu tidak dilakukan penangkapan sebelum barang sampai di tempat tujuan," tambah Haris.
Baca Juga: Kapolri dan Panglima TNI Luncurkan Gugus Tugas Polri Mendukung Program Ketahanan Pangan di Sidoarjo
Haris melanjutkan penangkapan Muhtar itu tampak tidak memenuhi standar operasional controlled delivery. Sehingga dalam kasus ini tidak bisa menjelaskan siapa yang menyerahkan barang dan siapa yang diserahkan atau diberikan barang.
Pada peristiwa itu, baik BNN dan Bea Cukai, kata Haris, keduanya tidak memiliki landasan hukum yang jelas dalam melakukan controlled delivery. BNN hanya bersandar pada UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
"Sebagaimana pasal 75 huruf j UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni 'melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan'. Namun dalam aturan hukum itu tidak dijelaskan secara spesifik terkait controlled delivery," papar Haris.
Baca Juga: Instruksi Kapolri, Kapolres Mojokerto Kota Periksa HP Anggota
Di sisi lain, Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar mengatakan operasi controlled delivery yang dilakukan BNN pada Mei 2012 perlu dikaji ulang. Kala itu Muhtar yang masuk jaringan Freddy Budiman berperan sebagai penunjuk arah dari Pelabuhan Tanjung Priok.
Menurut Bambang, dalam sistem operasi controlled delivery seharusnya penyergapan atau penangkapan dilakukan di tempat tujuan barang dikirim. Tetapi ini BNN menangkapnya truk yang membawa 1,4 juta ekstasi di tengah jalan.
"Controlled delivery itu prinsipnya untuk mengetahui dari mana barang asalnya sampai diterima oleh penerima dengan jelas. Si penerima akan membuka jaringan-jaringannya," kata Bambang di Kantor KontraS, Jumat.
Baca Juga: Cegah Peredaran Narkoba dan Barang Terlarang, Petugas Gabungan Geledah Kamar WBP Lapas Tuban
Faktanya, lanjut Bambang, Muhtar dicegah di exit Tol Kamal saat barang hendak dikirim ke Gudang I di Jalan Kamal Raya Blok 1.7 No. 12A Cengkareng, Jakarta Barat. Namun dalam berkas putusan M. Muhtar, barang tersebut diganti alamatnya menjadi Jalan Kayu Besar dalam gang portal No. 22 (belakang Pertamina Elpiji), Cengkareng, Jakarta Barat.
"Ada kejanggalan, Muhtar dicegat di tengah jalan, ditangkap, sama siapa dan perintah dari siapa itu yang belum jelas. Harusnya bisa dipertimbangkan, diikuti dulu sampai barang sampai di tempat tujuan," terang Bambang.
Kejanggalan lainnya yakni ada 3 truk yang menjadi incaran petugas saat di pelabuhan Tanjung Priok. Satu truk yang berisi 1,4 juta pil MDMA itu dibiarkan lolos dari penjagaan lantaran adanya operasi controlled delivery. Tapi belum sampai di lokasi tujuan, sudah dilakukan penangkapan.
Baca Juga: BNN RI Tinjau Rumah Rehabilitasi Merah Putih di Sidoarjo
"Ini kan harusnya ada koordinasi antara petugas di pelabuhan dan yang eksekusi. Ya kalau begitu kan jadi tidak terungkap barang itu ditujukan untuk siapa," ujar Bambang. (kcm/mer/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News