SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Sosok anak kecil, diperkirakan usianya di bawah 10 tahun, dengan keranjang merah, tampak duduk di undakan Kantor Kecamatan Bulak.
Pemandangan ini rutin setiap hari. Dialah sosok penjual telur ayam kampung mentah. Sosok anak ini tuli dan bisu. Jadi, tak ada yang bisa dilakukan untuk menjalin komunikasi dengan dia.
Baca Juga: Kampung Narkoba di Jalan Kunti Surabaya Kembali Digerebek: 23 Pecandu Direhab, 2 Pengedar Ditangkap
“Biasanya, dia jualan, bersama kembarannya. Dan kembarannya itu bisa berbicara. Jadi untuk membeli telur ini, ya yang ngomong kembarannya. Mungkin saat jam segini, kembarannya masih sekolah,” kata Hartuti, Kasi Perekonomian di Kantor Kecamatan Bulak, seakan memberikan ‘jalan tengah’ ketika hendak mengajak omong anak ini.
Hartuti tidak mengetahui, di mana rumah anak ini. Hanya saja, dia yakin, rumahnya tak jauh-jauh dari Kantor kecamatan, karena setiap hari dia pulang jalan kaki saja.
Ketika dilongok isi dari keranjang yang dibawa, terlihat seragam pramuka.
Baca Juga: Polisi Bongkar Motif Janda Dibunuh Kekasih di Surabaya, Dipicu Surat Gadai Emas
Si anak tuli bisu hanya menuliskan angka 2000 dan pooo. foto: luckman hakim
Karena tak ada saudara kembarnya, sangat sulit mengajak berbicara dengan anak ini. Ketika bangsaonline mengajak berbicara, dia tak mengerti apapun. Dicoba untuk menawar telur yang dijualnya, dengan menyodorkan secarik kertas, dia menulis 2000 dan tulisan pooo.
Baca Juga: PT Umroh Kilat Indonesia, Prioritaskan Beri Edukasi ke Para Jemaah
Bahkan, ketika ditanya tentang namanya, yang ditulis hanyalah 2000 dan pooo.
Agaknya, sang bapak atau saudara kembarnya hanya mengajarkan menulis harga telur saja.
Menurut cerita Hartuti, telur ayam kampung itu, didapat bapaknya yang bekerja sebagai petugas kebersihan di vihara Dewi Kwan-Im Kenjeran. Diduga, telur-telur itu kelebihan dari kegiatan keseharian di vihara itu.
Baca Juga: Korban Tewas, Begal Perempuan di Surabaya Hanya Dikenakan Pasal Curat, Pengacara Beberkan Alasannya
Si penderita tuna rungu dan bisu ini, tak patah arang, meski dia kesulitan dalam menawarkan telur dagangannya.
Yanti (23) ditawari telur, saat dia mengurus E-KTP di Kecamatan Bulak tadi pagi. Dia pergi bersama anaknya yang masih berumur tiga belas bulan. Namun, Yanti menolak, karena ia tak butuh telur. (luckman hakim/UTM)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News