Inilah Tiga Rekomendasi TPF Kasus Kematian Munir

Inilah Tiga Rekomendasi TPF Kasus Kematian Munir Presiden RI ke-6 SBY saat jumpa pers soal hilangnya dokumen kemaritan Munir di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/11/2016). foto: kompas.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kasus hilangnya dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kematian aktivis HAM Said Thalib menyeret Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (). Ia disebut-sebut sengaja menghilangkan dokumen tersebut.

Karuan saja gerah. Ia pun menggelar jumpa pers di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10/2016). Jumpa pers ini dihadiri mantan Ka BIN Syamsir Siregar, mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Djoko Suyanto, mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Bambang Hendarso Danuri.

Baca Juga: Awali Sambutan di Sertjiab Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ajak Doa Bersama untuk Ibunda AHY

Melalui mantan Menteri Sekretaris Negara era pemerintahan , Sudi Silalahi pun menjelaskan 3 poin laporan terakhir rekomendasi TPF . Pertama, TPF merekomendasikan kepada Presiden RI untuk meneruskan komitmen Presiden dalam pengungkapan kasus pembunuhan secara tuntas hingga mencapai keadilan hukum.

"Untuk itu perlu dibentuk sebuah tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat untuk menindaklanjuti dan mengembangkan temuan-temuan TPF. Serta mengawal seluruh proses hukum dalam kasus ini. Termasuk dan terutama yang dapat secara efektif menindaklanjuti proses pencarian fakta di lingkungan BIN," kata Sudi di kediaman , Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10).

Kedua, TPF merekomendasikan Presiden untuk memerintahkan Kapolri melakukan audit atas keseluruhan kinerja Tim Penyidik kasus meninggalnya Muni.

Baca Juga: Resmi Bergelar Doktor, Ada SBY hingga Khofifah di Sidang Terbuka AHY

"Dan mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kapasitas penyidik Polri secara profesional dalam mengusut tuntas permufakatan jahat dalam jangka waktu yang wajar," sambung Sudi.

Rekomendasi terakhir TPF menyebutkan beberapa nama yang diduga melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pembunuhan terhadap . Seperti, Indra Setiawan, Ramelga Anwar, AM Hendropriyono, Muchdi PR dan Bambang Irawan.

"Terakhir TPF merekomendasikan kepada Presiden untuk memerintahkan Kapolri agar melakukan penyidikan yang lebih mendalam terhadap kemungkinan peran Indra Setiawan, Ramelga Anwar, AM Hendropriyono, Muchdi PR dan Bambang Irawan dalam permufakatan jahat melakukan pembunuhan berencana terhadap ," kata Sudi.

Baca Juga: Minta Dukung Prabowo, SBY: Negara Kacau Jika Banyak Matahari

Sudi juga menjelaskan kenapa pada era dokumen tersebut tak dibuka ke publik. "Jika dulu pemerintahan Presiden belum membuka ke publik karena masih diberlakukan sebagai pro justicia guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Kepentingan tersebut kini sudah tidak ada lagi," ujar mantan Mensesneg Sudi Silalahi dalam jumpa pers di Cikeas, Jawa Barat, Selasa (25/10/2016).

Sudi mengatakan, temuan TPF telah ditindaklanjuti selama tim itu bekerja atau pun setelah menyelesaikan tugasnya. Bareskrim Polri mendapatkan ruang dan wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada siapapun di dalam atau di luar negeri.

Pemerintahan , lanjut Sudi, juga tidak pernah menghentikan proses penegakan hukum kasus . Setelah TPF tugasnya rampung, proses penegakan hukum tetap berlangsung.

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Nobar Final Four Proliga 2024 Bareng SBY dan AHY di GBT

"Sampai keputusan terhadap terdakwa memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht," ucap dia.

Sebelumnya, Sudi mengatakan dokumen asli TPF yang diserahkan ke hilang. Namun salinan dokumen tersebut masih ada dan tidak beda dengan aslinya. Dokumen salinan itu akan diserahkan ke Presiden Jokowi.

Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM , Brigjen Purn Marsudhi Hanafi mengatakan, dokumen TPF yang asli sudah diserahkan ke Presiden dan beberapa lembaga terkait. Semua dokumen itu asli.

Baca Juga: Hadiri Silaturahmi Kebangsaan di Rumah Prabowo, Khofifah: Jatim Jantung Kemenangan

"Yang jelas itu dibagikan. Kenapa saya tahu? Karena di Polri itu ada, jadi kami bertindak selanjutnya itu berdasarkan itu," kata Marsudhi saat ditemui usai jumpa pers Presiden di kediamannya, Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10/2016).

"Itu asli, enggak ada enggak asli, emangnya aspal," tambahnya.

Marsudhi mengatakan, ada 6 eksemplar yang dibagikan TPF pada akhir Juni 2005 kepada pemerintah. Ditegaskan Marsudhi, semua lembaga terkait mendapatkan dokumen asli tersebut.

Baca Juga: [HOAKS] Munir Sebut Prabowo Tidak Bersalah dalam Kasus Penculikan Aktivis 98

"Semua kompartemen ada. Jadi Jaksa Agung punya, polisi punya, terus Menkum HAM punya, pokoknya yang itu semua punya," katanya.

Namun Marsudhi tak bisa menjelaskan di mana dokumen asli itu saat ini berada. Marshudi juga mengaku tak tahu alasan kenapa dokumen itu tidak disimpan di dokumen negara. "Itu saya kurang paham. Saya waktu itu kan pembantu Presiden. Kami bekerja hasilnya diserahkan ke Presiden dan terserah Presiden mau diapakan," katanya.

"Yang jelas Presiden kembalikan lagi ke masing-masing kompartemen atau lembaga terkait. Yang saya tahu polisi itu ada, makanya saya lanjut sebagai penyidik dan lakukan penyelidikan. Saya startnya dari hasil rekomen saya sendiri," tambahnya.

Baca Juga: SBY Ikut Kritisi Presiden Jokowi: Rakyat Alami Tekanan dan Kesulitan

Jadi, semua dokumen yang diserahkan, termasuk kepada asli?

"Asli," jawab Marsudhi. (tim)

Sumber: detik.com/kompas.co/cnn

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO