JOMBANG, BANGSONLINE.com – Rapat Akbar Resolusi Jihad digelar di Aula Yusuf Hasyim Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng Jombang, Sabtu (5/11) siang. Rapat yang digagas Forum Peduli Bangsa (FBP) bersama Ponpes Tebuireng ini dihadiri Mayjend TNI Wiyanto, Aster Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo serta ratusan kiai dari berbagai daerah di Indonesia.
Di antara para kiai yang hadir dalam forum tersebut adalah KH. Anwar Mansur, Habib Sholeh Al Jufri, KH. Tuan Guru Turmudzi, KH. Mahfudz Syaubari, KH. Abuya Ali Akbar Marbun, Habib Nabil Al Musyawa, dan Habib Ahmad Zaen Al Kaff. Para kiai ini juga menandatangi piagam aktualisasi resolusi jihad Tebuireng.
Baca Juga: Polemik Nasab Tak Penting dan Tak Ada Manfaatnya, Gus Fahmi: Pesantren Tebuireng Tak Terlibat
Rapat akbar ini dilaksanakan untuk membahas kedaulatan bangsa secara utuh. Terutama dari sektor ketahanan, pendidikan, ekonomi, dan digital. Sehingga dirasa perlu mencari formula untuk mengaktualisasikan resolusi jihad yang dikeluarkan KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945 silam.
“Mengapa diaktualisasikan, karena kita dalam beberapa hal belum berdaulat. Kita belum sepenuhnya berdaulat,” kata KH Solahudin Wahid (Gus Solah), Pengasuh Ponpes tebuireng Jombang saat konferensi pers usai Rapat Akbar Aktualisasi Resolusi Jihad.
Baca Juga: Peringati Hari Santri, PWNU Jatim Road Show Seminar Kebangsaan di 16 Kampus
Menurut Gus Solah, seharusnya sistem pendidikan pesantren yang merupakan produk Indonesia diambil sebagai khasanah kedaulatan bangsa. “Jadi, kita tidak berdaulat di negara kita sendiri. Makanya bagaimana caranya, menurut kami paling awal melalui pendidikan. Meliputi banyak aspek, tidak hanya ilmu tapi juga pembentukan akhlak, karakter bangsa. Dan ini sebenarnya menjadi tanggungjawab pemerintah sesuai amanah UUD,” jelas adik kandung Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut.
Disamping itu, lanjut Gus Solah, kedaulatan digital juga perlu diperhatikan dalam rangka mewaspadai perkembangan zaman yang bisa saja mengancam kedaulatan negara. “Perang kita sekarang data cyber yang harus diwaspadai. Harus kita perhatikan supaya kita tidak menjadi bulan-bulanan atau sasaran keuntungan negara lain. Kita pasar yang besar sekaligus sumber daya yang besar. Sumberdaya itu diolah oleh orang lain kemudian dijual kepada negara lain,” terang Gus Solah.
KH Mahfud Syaubari, penggagas FPB dalam kesempatan tersebut mengatakan, pihaknya menggagas rapat akbar tersebut karena kepedulian terhadap bangsa. Sehingga harus kembali mengambil pesan penting dalam resolusi jihad. “Setelah rapat akbar ini kami akan berupaya mem-follow-up dari apa yang sudah disepakati tadi. Dan akan disampaikan kepada presiden,” katanya.
Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya
Sementara Mayjend Wiyarto, menerangkan, melalui rapat akbar aktualisasi resolusi jihad ini masyarakat diharapkan mengetahui jihad yang benar, jihad yang fisabilillah. Menurutnya, resolusi jihad mempunyai nilai sejarah, namun selama ini tidak digali.
“Resolusi jihad ini sangat erat hubungannya dengan tanggal 10 November. Mungkin tidak pernah merdeka kalau tidak ada resolusi jihad. Sayangnya, sejarah ini putus, hilang, tidak pernah dibaca, tidak pernah dipelajari. Makanya hari ini kami hadir bersama para kiai, guna disampaikan kepada masyarakat umum,” ulasnya.
Baca Juga: Disambut Antusias Warga Blitar, Khofifah: Pekik Allahu Akbar Bung Tomo Dawuh Hadratussyaikh
Sejarah masa lalu, lanjutnya, TNI selalu bergandengan dengan ulama (NU) dan santri dalam menjaga keutuhan NKRI. Termasuk keterlibatan santri saat melawan PKI. “Kekuatan-keuatan ini merupakan kekuatan kebangsaan yang kedepan tantangannya tidak lebih ringan. Kesantunan, kesopanan yang menjadi ciri islam Indonesia harus dijaga, jangan sampai nanti kita dirusak, diadu domba kepentingan asing,” pungkas Wiyanto. (rom/ony/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News