JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Saat jutaan umat Islam meggelar aksi unjukrasa menunut penegakan hukum atas kasus penistaan agama yang dilakukan Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pihak kepolisian menangkapi orang-orang yang dituduh makar. 10 ditangkap sejak Jumat (2/12) dinihari hingga Jumat (2/12) pagi. Dari jumlah tersebut, 8 di antaranya dikenai pasal makar sementara dua lainya dinilai melanggar UU ITE.
Kepolisian telah menetapkan delapan pelaku yang diduga akan melakukan penggulingan pemerintah yang sah atau makar. Penetapan tersangka tersebut usai menjalankan pemeriksaan di Mako Brimob Kelapa Dua.
Baca Juga: Prabowo ke China Bawa Tommy Winata dan Prayogo Pangestu, Siapa Dua Taipan Itu
"Status mereka kita naikkan menjadi tersangka," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto, di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jumat (2/12).
Tak hanya dijerat soal aksi makar, lanjut Rikwanto, dua dari 10 orang dijerat undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) sebagai tersangka. "Iya semua itu, 10 orang tersangka," sambungnya.
Namun, kata Rikwanto, polisi belum memutuskan para tersangka ditahan atau tidak. "Itu keputusannya nanti usai diperiksa 1x24 jam, ditahan atau tidak," ujarnya.
Baca Juga: China Bakal Bantu Pendanaan Program Makan Bergizi Gratis Prabowo
Mereka ditangkapi lantaran diduga memanfaatkan aksi damai 2 Desember untuk melakukan makar. "Telah ditangkap 10 orang tadi pagi antara jam 3 sampai 6 pagi. Tak ada perlawanan," kata Rikwanto.
Kesepuluh orang tersebut adalah Ahmad Dani, Eko, Adityawarman, Kivlan Zein, Racmawati Soekarnoputri (putri Presiden pertama RI Soekarno), Firza Huzen, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas. Sementara dua lainnya Jamran dan Rizal Kobar ditangkap terkait UU ITE.
Sementara Kapolri Jenderal Tito Karnavian enggan menjawab ketika ditanya wartawan soal penahanan delapan aktivis dan tokoh nasional berkaitan dengan tuduhan makar.
Baca Juga: Desak Presiden Prabowo Adili Jokowi, Massa Aksi 411 Serukan Ganyang Fufufafa
"Tanya Kadiv Humas," kata Tito di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Jumat, (2/12). Tito lebih memilih berkomentar soal aksi damai Islam jilid III.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli menjelaskan 10 aktivis ditahan karena polisi menemukan bukti adanya rencana menguasai Gedung MPR/DPR di aksi 212 hari ini. Ia menyebut kelompok ini ingin memanfaatkan aksi damai hari ini untuk agenda yang berbeda.
"Agenda tak sejalan, provokasi, ingin menguasai gedung MPR/DPR. Memanfaatkan ibadah dengan tujuan-tujuan lain," lanjut Boy.
Baca Juga: Gubernur, Bupati dan Walikota juga Bakal Gunakan Mobil Dinas Maung, Berapa Harganya
Pimpinan Komisi III DPR mengkritisi penangkapan sejumlah tokoh dengan tuduhan makar. Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PAN, Mulfahri Harahap mempertanyakan waktu penangkapan sejumlah tokoh itu.
"Publik lucu melihat penangkapan tersebut. Kenapa mereka ditangkap tadi pagi. Bukan dari kemarin," tegas Wakil Ketua Umum PAN ini seperti dilansir RMOL.
Di sisi lain, pihaknya mempertanyakan beberapa hal terkait penangkapan tersebut. Pertama, apakah Rachmawati dan tokoh lainnya tersebut representasi dari massa umat Islam yang menggelar demo.
Baca Juga: Presiden BEM Unair Dapat Intimidasi, Dekan Bagong Suyanto Cabut Pembekuan BEM
"Menurut saya justru mereka tidak merepresentasikan massa umat Islam yang berdemo hari ini," katanya.
Bahkan dia menambahkan, Rachmawati dan sejumlah tokoh itu sama sekali tidak memiliki benang merah dengan aksi. "Jadi saya meragukan kapasitas mereka melakukan makar," tegas Mulfahri.
Kecaman juga dilontarakan jejaring mantan aktivis mahasiswa gerakan reformasi 1998 yang berhimpun dalam Jaringan '98. Mereka meminta aparat kepolisian untuk segera membebaskan kesepuluh tokoh nasional yang ditangkap karena diduga menggalang upaya makar.
Baca Juga: Prabowo-Gibran Resmi Dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029
"Sebaiknya Polri segera membebaskan para tokoh senior tersebut," terang Juru Bicara Jaringan '98, Ricky Tamba.
Dia menegaskan, penangkapan Rachmawati Soekarnoputri dkk hanya akan menimbulkan kegaduhan baru dan tanda tanya di masyarakat.
"Kenapa Ahok tak ditangkap dan ditahan walau sudah jadi tersangka pidana penistaan agama Islam, justru para tokoh yang berseberangan dengan Ahok yang ditangkap dituduh makar," tekan Ricky.
Baca Juga: Ulama NU Asal Sulsel Ini Terkejut Ditunjuk Prabowo Jadi Menteri Agama
Jaringan 98, kata Ricky juga menuntut Polri untuk segera menangkap dan mengadili Ahok. Hal itu penting agar membuktikan Polri tidak diintervensi kekuasaan.
"Bila berlarut-larut, krisis politik dapat terjadi dan akan berimbas negatif ke dunia perekonomian karena dunia internasional juga mengamati tensi politik terkini di Indonesia. Tangkap Ahok, stop tuduh makar para tokoh bangsa!" tandasnya.
Sementara Ketua Qomando Amanat Rakyat (Qomat) Martimus Amin menilai, ada kesan polisi memperangkap aksi 212 dalam bentuk shalat Jumat dan doa bersama saja lewat kesempatan itu.
Baca Juga: Samakan dengan Pusat, Cabup Dhito Usung Program Makan Bergizi Bagi 30.000 Siswa PAUD di Kediri
Tak hanya itu menurut dia, polisi juga sepertinya memancing kegaduhan ekskalasi lebih luas dengan menangkap Rachmawati Soekarnoputri dan sejumlah tokoh aktivis lainnya.
"Jangan disalahkan jika gerakan damai rakyat yang sudah dianggap lagi ini akan berubah menjadi gerakan hukum ekstra parlementer di antaranya mengepung dan menangkap para politisi dan pimpinan parpol pengkhianat rakyat, di antaranya Megawati," tukasnya.
Prabowo Beri Jaminan
Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto tak percaya bila 10 tokoh aktivis yang ditangkap polisi akan melakukan makar atau upaya menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Prabowo bahkan berani menjamin bila 10 aktivis tersebut merupakan figur yang sangat cinta tanah air.
"Kita percaya pada sistem. Ada pembela, advokat. Kalau enggak terbukti, harus dilepas. Kalau saya sih harus dilepas, enggak berbahaya. Saya jamin beliau cinta tanah air," kata dia di Kantor DPP Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (2/12).
Di mata Prabowo, khususnya Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet sangat tak mungkin berani melakukan makar.
"Ibu Ratna, kalau saya sih kalau menyebut makar, saya belum yakin. Mungkin ingin perubahan cepat. Saya berkali-kali ajak berjuang dalam sistem. Apalagi si Dhani, orang Jatim itu bahasanya menarik," kata Prabowo.
Dia pun mengatakan, dia alam demokrasi sangat wajar bila ada sejumlah pihak yang menyatakan pendapat hingga mengkritik pemerintahan.
"Selama demokrasi itu artinya menjunjung tinggi menyatakan pendapat. Terlalu tinggi disebut makar," jelasnya. (mer/det/rmol/tic/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News