BIN, Polri, dan Menkominfo Kompak Nyatakan tidak Ada Penyadapan

BIN, Polri, dan Menkominfo Kompak Nyatakan tidak Ada Penyadapan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan, dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhaksmana saat mendatangi kediaman Ketua Umum MUI Maruf Amin di Koja, Jakarta Utara, Rabu (1/2) malam.

TENSI politik dalam negeri semakin memanas usai sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Kegaduhan muncul setelah dalam sidang Ahok menyebut memiliki rekaman pembicaraan telepon antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono () dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) .

Tak terima disadap, langsung merespons. Dia menyebut penyadapan teleponnya sebagai kejahatan luar biasa. Bahkan meminta Presiden Jokowi memberi penjelasan soal penyadapan. Sebab, hanya alat negara seperti kepolisian, BIN, yang bisa menyadap pembicaraan seseorang. Lagi-lagi bola panas mengarah ke istana negara.

Baca Juga: Awali Sambutan di Sertjiab Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ajak Doa Bersama untuk Ibunda AHY

Dilansir Republika Online, Presiden Jokowi kembali keheranan lantaran bola panas itu kembali diarahkan ke pemerintahannya. Padahal, kasus yang melibatkan Ahok tidak ada hubungannya dengan pemerintahannya.

"Gini lho saya hanya ingin menyampaikan yang kemarin ya. itu kan isu pengadilan itu isunya di pengadilan lho ya. Dan yang bicara itu kan pengacara, pengacaranya pak Pak Ahok dan pak Ahok, iya ndak? iya kan. Lah kok barangnya dikirim ke saya. Iya? Iya nggak ada hubungannya," kata Jokowi sembari tertawa usai membuka Konferensi Forum Rektor Indonesia 2017 di JCC, Kamis (2/2).

Jokowi kembali mengulang pernyataannya ketika ditanya soal dugaan penyadapan yang diyakini telah dilakukan terhadap . "Itu juga isu pengadilan tanyakan ke sana. Tanyakan, yang berbicara tanyakan, jangan barangnya dibawa ke saya. Yang bicara itu isu pengadilan kok," ujarnya.

Baca Juga: Resmi Bergelar Doktor, Ada SBY hingga Khofifah di Sidang Terbuka AHY

Sebelumnya, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono menggelar jumpa pers menanggapi persidangan Ahok yang menyeret namanya. Kubu Ahok mengaku punya bukti pembicaraan dengan Ketua MUI untuk mengeluarkan fatwa soal penodaan agama. mengaku heran darimana kubu Ahok punya transkrip percakapan itu. Menurutnya, ini pelanggaran hukum pada mantan presiden.

"Penyadapan ilegal ini kejahatan serius di negara mana pun juga. Saya ingin mencari keadilan," kata saat menggelar jumpa pers di Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu (1/2) kemarin.

mempertanyakan dari mana kubu Ahok punya transkrip percakapan tersebut. Apakah kubu Ahok melakukan penyadapan? Jika bukan kubu Ahok yang menyadap secara ilegal, berarti ada lembaga negara terlibat melakukan penyadapan ilegal.

Baca Juga: Minta Dukung Prabowo, SBY: Negara Kacau Jika Banyak Matahari

"Saya mohon kepada negara mengusut siapa yang menyadap. Ada KPK, Polri, BIN dan BAIS TNI. Itu institusi negara yang punya kemampuan untuk menyadap," kata yang mengenakan kemeja batik berwarna biru.

"Kita mohon betul Pak Jokowi tolong berikan penjelasan. Dari siapa transkrip Ahok itu. Siapa yang menyadap?," lanjut .

Sementara persoalan penyadapan rekaman percakapan telepon atas tudingan Ahok kepada mantan Presiden ke Ketua MUI Ma'ruf Amin membuat pakar telekomunikasi dari ICT Institute Heru Sutadi turut bersuara. Jika hal itu benar, maka tanggung jawab ini ada di pemerintah.

Baca Juga: Termasuk Pj Wali Kota Mojokerto, Wapres Berikan Penghargaan UHC Awards pada 493 Kepala Daerah

Pasalnya, merujuk pada pasal 40 UU Telekomunikasi No.36 tahun 1999, menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.

"Nah, UU Telekomunikasi pada pasal 56 menegaskan bahwa pelanggaran terkait soal penyadapan ini diancam hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun. Saya pakai UU telekomunikasi karena ini lebih tepat dibanding UU ITE yang menyangkut penyadapan terkait misal email, aplikasi instant messaging dan lain-lain," terang Heru dikutip dari Merdeka.com, Kamis (2/2).

Maka dari itu, dia menginginkan pihak terkait, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) segera mengusut dugaan kasus penyadapan ini.

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Nobar Final Four Proliga 2024 Bareng SBY dan AHY di GBT

"Terkait dengan hal itu, karena menyangkut soal wilayah pribadi yang dijamin UU telekomunikasi, perlu Menkominfo serta BRTI menelusuri dan membuktikan apakah benar penyadapan terjadi, kalau benar bagaimana terjadi dan membawa kasus ini ke jalur hukum," jelas dia.

Karena, lanjut dia, hal ini bukan soal penyadapan mantan Presiden dengan Ketua MUI, namun lebih dari itu. "Berarti ada pelanggaran terhadap hak perlindungan informasi sesuai UU yang berlaku," kata dia.

Sementara itu, Badan Intelijen Negara (BIN) memberikan klarifikasi atas polemik dugaan penyadapan terhadap Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (). Isu itu terungkap dari proses persidangan terdakwa dugaan penistaan agama, Basuki Purnama alias Ahok, pada 31 Januari 2017.

Baca Juga: Dampingi Wapres RI, Pj Gubernur Jatim: Wujudkan Ekonomi Biru di Sektor Keluatan dan Perikanan

Lewat keterangan tertulis seperti dilansir teropongsenayan.com, Deputi VI BIN meluruskan bahwa pernyataan Basuki Purnama alias Ahok dan penasihat hukumnya pada persidangan terkait informasi tentang komunikasi antara K.H dengan tidak menyebut secara tegas apakah dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung ataukah percakapan telepon yang diperoleh melalui penyadapan.

"Informasi tersebut menjadi tanggung jawab Basuki Tjahaja Purnama dan penasihat hukum yang telah disampaikan kepada majelis hakim dalam proses persidangan tersebut," tulis Deputi VI BIN.

Dalam menjalankan tugas, peran dan fungsinya, BIN diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Namun, penyadapan yang dilakukan hanya untuk kepentingan penyelenggaraan fungsi intelijen dalam rangka menjaga keselamatan, keutuhan, dan kedaulatan NKRI yang hasilnya tidak untuk dipublikasikan apalagi diberikan kepada pihak tertentu.

Baca Juga: Wapres Ma’ruf Amin Berharap Hak Angket Tidak Berujung Pemakzulan Jokowi

"Melalui klarifikasi resmi ini, terkait informasi tentang komunikasi antara Ketum MUI dan yang disampaikan kuasa hukum Ahok dalam persidangan, maka BIN menegaskan bahwa informasi tersebut bukan berasal dari BIN," tegas Deputi VI BIN.

Selain BIN, Wakapolri Komjen Pol Syafruddin menegaskan kepolisian tidak mengetahui adanya penyadapan seperti yang dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat . Syafruddin menegaskan tak ada satu pun anggota kepolisian yang melakukan penyadapan terhadap Presiden keenam Indonesia tersebut.

"Saya enggak ngerti itu penyadapan. Polri tidak ada itu," kata Syafruddin dikutip dari Merdeka.com.

Baca Juga: Hadiri Silaturahmi Kebangsaan di Rumah Prabowo, Khofifah: Jatim Jantung Kemenangan

Syafruddin menambahkan, kepolisian hanya melakukan penyadapan terhadap terduga pelaku terorisme dan gembong narkoba karena diatur dalam undang-undang. Maka dari itu, dia menegaskan penyadapan ke tak mungkin dilakukan.

"(Penyadapan) tidak bisa sembarangan. Polri hanya menyadap apa itu? Teroris sama gembong narkoba. Gembong narkoba yang kita sadap karena itu ada hukumnya. Kalau enggak ada hukumnya enggak boleh," ujarnya.

Hal serupa dilontarkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara. Dia menyatakan, telah mengecek kembali mengenai dugaan penyadapan mantan Presiden yang dituding Ahok. Kabar yang dia ketahui, pihak lembaga negaralah yang menginstruksikan untuk melakukan penyadapan. Namun menurutnya, hal itu tidak benar.

"Saya cek setelah itu tidak ada lembaga negara yang melakukan itu, seperti kurang kerjaan aja," terangnya kepada sejumlah media saat di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (2/2).

Dikatakannya pula, sesuai aturan tidak diperbolehkan melakukan penyadapan kecuali pihak-pihak yang diperbolehkan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Intelijen Negara (BIN).

"Selain itu juga, penyadapan atas perintah penyidik aparatur penegakkan hukum untuk satu kasus hukum itu boleh. Artinya bukti itu bisa digunakan sebagai bukti hukum di pengadilan," kata dia.

Terkait penyadapan ini, dilanjutkannya, operator selular pun tak akan pernah tahu jika seumpamanya itu sedang disadap oleh penegak hukum. Operator selular akan tahu jika diberitahu oleh penegak hukum. Bahkan, potensi untuk diberitahukan kepada operator selular minim. (republika.co.id/merdeka.com/teropongsenayan.com)

Sumber: republika.co.id/merdeka.com/teropongsenayan.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO