PARTAI Demokrat resmi melaporkan mantan ketua KPK Antasari Azhar ke Bareskrim Polri. Pelaporan tersebut dilakukan karena Antasari dinilai telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang disebut-sebut telah melakukan kriminalisasi terhadapnya.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Didi Irawadi menyatakan kedatangannya ke Bareskrim kali ini adalah untuk menyerahkan barang bukti yang telah mereka kumpulkan.
Baca Juga: Awali Sambutan di Sertjiab Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ajak Doa Bersama untuk Ibunda AHY
Didi bersama rekannya tiba di Bareskrim sekitar pukul 09.30 WIB, dan keluar pukul 11.37 WIB.
"Sudah berbagai barang bukti ya, berbagai apa namanya itu fotokopi-fotokopi statement dia yang sudah jadi viral di berbagai media massa, dan juga kami siapkan rekaman-rekaman pernyataan saudara Antasari," kata Didi di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, dikutip dari Merdeka.com, Rabu (15/2).
Didi merasa yakin apa yang dilakukan oleh Antasari Azhar mengandung unsur pidana dan harus segera diproses.
Baca Juga: Resmi Bergelar Doktor, Ada SBY hingga Khofifah di Sidang Terbuka AHY
"Memastikan bahwa dugaan unsur pidana itu ada, sehingga laporan kami berlanjut. Mungkin itu aja bisa kami sampaikan, selanjutnya kita menunggu proses lebih jauh dan kami berharap Kepolisian segera menindaklanjuti dan memproses saudara Antasari Azhar," tekannya.
Di sisi lain, Istana Kepresidenan mengatakan grasi yang diberikan kepada Antasari Azhar tidak bernuansa politis. Seperti yang disampaikan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui akun Twiter bahwa pemberian grasi kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, bermuatan politik.
Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, mekanisme pemberian grasi sudah mengikuti ketentuan yang ada. Salah satu yang menjadi pertimbangan ialah pertimbangan Mahkamah Agung.
Baca Juga: Minta Dukung Prabowo, SBY: Negara Kacau Jika Banyak Matahari
"Presiden dalam memberikan grasi harus mempertimbangkan dari Mahkamah Agung," kata Pratikno di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/2).
Pertimbangan MA, ucap Pratikno, sudah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 14. Menurut dia, pertimbangan dari MA menunjukkan Antasari pantas diberikan grasi.
Lanjut Pratikno, Presiden Joko Widodo tidak hanya menerima pertimbangan dari MA semata. Kata dia, Jaksa Agung, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pun ikut memberikan pertimbangan. Maka, Menteri Pratikno menegaskan pemberian grasi tidak berkaitan dengan agenda apa pun. "Kami sudah merujuk ke proses yang berlaku. Itu saja," kata Pratikno.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Nobar Final Four Proliga 2024 Bareng SBY dan AHY di GBT
Sebelumnya, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuding pemberian grasi kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar, bermuatan politik. Dalam akun Twitter, SBY sudah menduga kalau grasi itu bertujuan menyerang dirinya.
"Yang saya perkirakan terjadi. Nampaknya grasi kepada Antasari punya motif politik dan ada misi untuk serang dan diskreditkan saya (SBY)," tulis SBY dalam akunnya, @SBYudhoyono, Selasa, 14 Februari 2017.
Sementara itu, CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan pernyataan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar yang menyeret namanya dalam perkara Aulia Pohan adalah fitnah. Antasari sebelumnya menyebut Hary Tanoe sebagai pembawa pesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Aulia tidak ditahan.
Baca Juga: Hadiri Silaturahmi Kebangsaan di Rumah Prabowo, Khofifah: Jatim Jantung Kemenangan
Saat itu, KPK sedang menangani kasus aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang melibatkan Aulia Pohan selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia. Hary membantah tudingan Antasari tersebut. “Ah, orang fitnah kok ditanggapi,” ucapnya kepada Tempo di Jakarta Selatan, Rabu, 15 Februari 2017.
Dalam pernyataannya, Antasari juga menyatakan Hary telah melobi SBY agar tidak menahan Aulia Pohan. Lagi-lagi Hary membantah pernyataan Antasari tersebut. Ia enggan berkomentar panjang. “Fitnah kok ditanggepin. Jawaban saya itu saja sudah cukup menjelaskan semuanya,” ujar Ketua Umum Partai Perindo tersebut.
Sekretaris Perusahaan MNC Group Syafril Nasution kemarin menuturkan SBY, yang saat itu menjadi presiden, tidak mungkin meminta pihak ketiga menyampaikan pesan kepada stafnya sendiri. Apalagi orang ketiga tersebut bersifat swasta. Ia menilai akan lebih masuk akal apabila SBY meminta bantuan menteri.
Baca Juga: SBY Ikut Kritisi Presiden Jokowi: Rakyat Alami Tekanan dan Kesulitan
Syafril mengatakan, dari pernyataan Antasari tersebut, pihaknya tidak akan mengambil langkah apa pun. Sebab, Hary meyakini tudingan itu adalah fitnah.
Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyarankan kedua belah pihak menyerahkan pada proses hukum sebab baik SBY maupun Antasari sudah melapor ke polisi.
"Kan dua-duanya, Pak Antasari dan Pak SBY sudah masukkan (laporan) ke polisi, kita tunggu aja, dua-duanya masukkan ke polisi," ujar JK usai mencoblos di TPS 03 Jalan Brawijaya, Kelurahan Pulo, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/2).
Baca Juga: Kampanye Akbar di Malang, Prabowo dan SBY Joget Bareng
JK menampik tudingan SBY yang merasa dizalimi pemerintahan saat ini. Justru, kata JK, pemerintah saat ini berjalan sesuai aturan yang ada.
"Saya kira tidak, jadi pemerintah sekarang ikut aturan aja, melapor ke polisi kan Pak Antasari dibalas Pak SBY baguslah, berarti kita sadar hukum," katanya.
"Hukum, nanti di kepolisian, nanti juga di kejaksaan, ya kan dua-duanya minta kan, bukan satu, ya kita tunggu aja," sambungnya.
Baca Juga: Demokrat Kampanye Akbar di Tapal Kuda, SBY Motivasi Pengurus dan Kader untuk Perbanyak Kursi
JK mulanya hanya tersenyum saat ditanya hubungannya dengan SBY saat ini. Namun dia memastikan, SBY juga teman baiknya. Namun dia belum berkomunikasi dengan SBY setelah Antasari mengungkap ada dugaan kriminalisasi karena tengah sibuk.
"Saya kan bagaimana pun teman baik dengan beliau (SBY)," jelas dia. (rmol.co/merdeka.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News