BLITAR, BANGSAONLINE.com - Puluhan warga Desa Rejoso kecamatan Binangun kabupaten Blitar Senin (20/2) pagi melakukan aksi demo di lokasi pendirian pabrik gula PT Rejoso Manis Indo yang ada di desa setempat. Aksi demo tersebut bukan untuk menghalangi pendirian pabrik, namun untuk mempertanyakan status akses jalan desa yang kini berubah menjadi lahan area pendirian pabrik.
Menurut warga sekitar pabrik, ada jalan desa sepanjang 300 meter atau seluas 840 meter persegi yang kini rata dan beralih fungsi menjadi area pendirian pabrik gula oleh PT Rejoso Manis Indo.
Baca Juga: Tak Kunjung Tuntas, FMPN Blitar Unjuk Rasa Desak APH Usut Surat Palsu KPK
Selain di lokasi pendirian pabrik gula, warga juga menggelar aksi demo di Kantor Desa Rejoso. Mereka meminta kejelasan status tanah yang sebelumnya berupa jalan kini menjadi lahan pendirian pabrik.
"Kami hanya ingin tahu dan meminta kejelasan dari pihak desa, apakah status tanah ini sudah jelas," kata Erik, salah satu warga desa setempat, Senin (20/2).
Baca Juga: Tradisi Manten Tebu Tandai Musim Giling Pabrik Gula di Blitar
Selain akses jalan desa yang hilang, warga juga mempertanyakan sungai desa sebagai tempat saluran irigasi sepanjang 270 meter yang kini kering karena digunakan untuk pendirian pabrik. Warga juga meminta agar pembangunan pabrik dilakukan secara transparan dan tidak merugikan warga sekitar pabrik.
“Kami gak pernah diajak rembukan, tiba-tiba sudah ada aktivitas pembangunan pabrik dan jalannya ke sungai hilang. Kami dukung, tapi jangan diam-diam kita gak diajak ngomong. Asal jelas tidak ada yang dirugikan sebenarnya warga sangat mendukungnya," tuturnya.
(BACA JUGA: Izinkan Pendirian Pabrik Gula Binangun, Asal Sesuai Prosedur)
Baca Juga: KPU Kota Blitar Didemo Jelang Pemilu 2024
Kepala Desa Rejoso, Wawan Aprilianto dikonfirmasi usai menemui warganya mengaku tak tahu menahu soal penyerobotan lahan oleh pihak pabrik, lantaran baru dilantik minggu kemarin. Sementara selama dua tahun, yakni 2015 hingga 2017, jabatan kepala desa diisi oleh pejabat sementara (Pj).
"Waktu mulai perizinan 2011 saya memang masih menjabat, tapi masa jabatan saya habis tahun 2014. Setelah itu gimana kelanjutannya saya tidak tahu ," dalih Wawan.
Sedangkan Sekretaris Desa yang saat itu menjadi Pj, Sukarwan, membenarkan adanya pemakaian akses jalan desa dan saluran irigasi kering oleh pabrik untuk proses pembangunan. Hingga saat ini, ia belum tahu kejelasan status tanah akses jalan dan sungai yang diuruk untuk pendirian pabrik .
Baca Juga: Pabrik Gula RMI Blitar Targetkan Produksi 1,1 Juta Ton pada 2024
"Jadi sampai saat ini memang belum ada kejelasan apakah tanah sudah dibeli atau ditukar guling, karena saya hanya Pj. Saya tidak berani ngurusi soal tanah. Meski begitu namun kita juga tidak berani menolak pembangunan pabrik karena takut dikira menghalangi investor yang masuk," kata Sukarwan.
Bersamaan dengan aksi demo di lahan bakal pabrik, Komisi I DPRD kabupaten Blitar yang tengah melaksanakan sidak di desa tersebut, langsung menemui warga. Berbagai fakta yang ditemukan anggota dewan saat sidak ini yakni, kondisi jalan banyak yang rusak akibat proses pembangunan pabrik gula itu. Selain itu dewan juga menemukan unsur pidana karena pengalihan fungsi dan merubah bentuk areal lahan yang bukan miliknya. Sementara izin pendirian pabrik itu masih belum lengkap, namun pendirian pabrik sudah dilaksanakan.
Ketua Komisi I DPRD Kab Blitar, Endar Suparno membenarkan adanya penyalah-gunaan akses desa oleh pihak pabrik tersebut. "Kedatangan kami untuk menindak-lanjuti laporan masyarakat terkait masalah ini. Ya memang benar laporannya warga itu, selanjutnya kami akan panggil semua pihak yang terkait untuk mendapatkan solusinya," tegas Endar.
Baca Juga: Buntut Pembatasan Wawancara pada Bupati Blitar, Puluhan Wartawan Demo di Depan Pendopo
Pihaknya mengatakan akan segera memanggil pihak pabrik, pihak desa, dan warga masyarakat untuk menjelaskan terkait adanya penyerobotan jalan dan sungai kering ini untuk pabrik gula.
“Kami akan panggil, pihak-pihak yang terkait untuk meluruskan duduk permasalahan aset desa bisa digunakan untuk pabrik tanpa ada mekanisme jual bli atau tukar guling. Sebab kalau tukar guling harus sepengetahuan bupati,” tambah Wasis kunto Atmojo, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar. (blt1/tri/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News