Generasi Muda Partai Golkar mengalami keresahan dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Pasalnya, dalam dakwaan terhadap dua terdakwa, Irman dan Sugiharto, terdapat sejumlah nama politisi Golkar, termasuk Ketua Umum Golkar Setya Novanto.
Namun, Setya Novanto enggan menanggapi hal itu. Saat ditanya awak media, Novanto hanya menjawab singkat.
Baca Juga: Siapkan Atribut, Anis Galang Dukungan Jadi Calon Ketua DPD Golkar Gresik
"Enggak ada masalah itu, enggak ada masalah," kata Novanto saat menghadiri perayaan ulang tahun Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono ke-68 di Jalan Cipinang Cempedak II, Jakarta Timur, Minggu (26/3).
Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, politisi muda Golkar Ahmad Doli Kurniawan mengatakan, suasana yang berkembang di masyarakat terkait kasus e-KTP tidak menguntungkan Golkar terhadap agenda politik terdekat, yakni verifikasi partai dan Pilkada 2018.
"Suasana yang berkembang di masyarakat tidak menguntungkan Golkar. Golkar seperti jadi bulan-bulanan identik dengan Golkar dan ketum, tidak kondusif menghadapi event politik," kata Ahmad Doli.
Baca Juga: Jadi Kandidat Ketua DPD Golkar Gresik, Anha: Regenerasi Saya Sudah 4 Periode
Doli meminta internal Golkar menyadari situasi yang berkembang di masyarakat. Beberapa pertemuan digelar untuk mencari solusi agar Golkar keluar dari kasus e-KTP.
Sebab, menurut Doli, kasus tersebut tidak melibatkan Golkar sebagai institusi.
"Kami terus melakukan pertemuan, kemudian berkomunikasi dengan Dewan Kehormatan, pakar dan pertimbangan, serta senior Golkar seperti Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla juga ke Setya Novanto," kata Doli.
Baca Juga: Anggota DPRD Sidoarjo Terima Beragam Keluhan saat Reses di Kebonsari
Sementara dilansir Merdeka.com, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menilai munculnya wacana Munaslub yang diusulkan Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) untuk melengserkan Setya Novanto dari jabatan Ketua Umum partai, keliru dan blunder. Permintaan Munaslub jika Novanto ditetapkan tersangka dalam korupsi e-KTP hanya akan menimbulkan perpecahan di internal partai.
"Itu keliru, jangan melakukan langkah-langkah yang blunder. Yang bisa kontraproduktif dan bisa menimbulkan perpecahan dengan isu-isu munaslub itu," kata Agung, Minggu (26/3).
Wacana Munaslub dinilai terlalu jauh dan tidak sesuai dengan AD/ART partai berlambang pohon beringin itu. Partai Golkar tetap berpegang pada azas praduga tak bersalah sebelum pengadilan membuktikan Setya Novanto terlibat.
Baca Juga: Pilkada 2024 di Kabupaten Pasuruan, Golkar Kenalkan Calon Wakil Bupati ke Masyarakat
"Ah itu terlalu dini dia berpendapat seperti itu, dan tidak punya dasar apapun, baik secara AD/ART maupun secara hukum," terangnya.
Mantan Ketua DPR ini mengimbau para kader muda menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah itu. Sebab, wacana Munaslub terkesan memvonis Novanto bersalah sementara proses hukum korupsi e-KTP masih berjalan di pengadilan.
"Saya kira generasi muda ini juga tentu harus berada di paling depan dalam menganut dan meningkatkan semangat, patuh kepada hukum dengan menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah," tandasnya.
Baca Juga: 3 Anggota Dewan Ditetapkan Sebagai Pimpinan DPRD Trenggalek
"Saya kira pandangan munaslub sekarang ini keliru, karena ini belum apa-apa sudah memvonis, sudah memvonis bersalah. Beliau kan belum ada keputusan apapun, ini proses peradilan sedang berjalan, berikan waktu lah kepada waktunya," ucap Agung.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan bahwa pernyataan sikap kader muda yang meminta untuk diadakan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) tidak perlu ditanggapi. Menurutnya Munaslub hanya langkah politik pecah belah Golkar.
"Enggak perlu dipertanyakan, jadi langkah-langkah yang diambil itu adalah langkah untuk mengembangkan politik belah bambu (pecah belah) Golkar," kata Idrus.
Baca Juga: Wardah Nafisah Pimpin Doa Deklarasi Pasangan MUDAH
Sedangkan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Mahyudin, mengusulkan DPP memberikan sanksi kepada kader muda yang mengusulkan Munaslub. Permintaan munaslub dinilainya sebagai upaya memecah belah internal Partai Golkar.
"Ada tindakan pecah belah partai itu, harusnya DPP tegas, harus berikan sanksi, jangan dibiarkan," kata Mahyudin.
Wakil Ketua MPR ini menyarankan DPP menjatuhkan sanksi berupa teguran hingga pemecatan bagi kader yang terus mendorong agar munaslub digelar.
Baca Juga: Bambang-Bayu Daftar ke KPU Kota Blitar Diantar Kesenian Bantengan
"Saya sih lebih setuju itu diberi sanksi, sanksi itu kan bisa berupa teguran, berupa pemberhentian," katanya. (kompas.com/merdeka.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News