TUBAN, BANGSAONLINE.com - Rais Syuriah PCNU Tuban, KH Ahmad Mundzir, kembali menulis dan menerbitkan sebuah buku tentang Sunan Bonang. Kali ini buku lansirannya yang merupakan edisi kedua itu berjudul "Sunan Bonang Wali Sufi, Guru Sejati". Edisi sebelumnya, buku yang ditulis Kiai Mundzir juga masih serumpun, yakni berjudul "Menapak Jejak Sultanul Auliya Sunan Bonang".
“Buku Sunan Bonang Wali Sufi, Guru Sejati ini hasil karya kedua tentang keberadaan Sunan Bonang di Nusantara,” kata KH Ahmad Mundzir saat dikunjungi BANGSAONLINE.com di sekretariat Yayasan Mabarrot Sunan Bonan, Selasa (25/4).
Baca Juga: Berikut Pesan Gubernur Khofifah saat Hadiri Peringatan Maulid Nabi dan Golkar Bersholawat di Tuban
Ia menjelaskan, buku terbaru ciptaannya berisi tentang kisah Sunan Bonang di saat mengajarkan ma'rifat terhadap santri dan masyarakat yang ikut menimba ilmu. Selain itu, mengajarkan kepada masyarakat agar bisa hidup harmoni yang disimbolkan dalam bentuk pohon Kalpataru.
“Kalau buku pertama mengupas sejarah dan silsilah dan ajaran Sunan Bonang secara umum. Sedangkan, buku kedua mengupas sejarah dakwah sunan bonang secara ma’rifat,” tutur mantan Ketua PCNU Tuban itu.
Kiai Mundzir menyampaikan, dalam buku ini dijelaskan pula terkait Kalpataru yang dibuat oleh Sunan Bonang Tuban. Kalpataru termasuk karya momental sunan bonang di saat hidup. Adanya Kalpataru disebut sebagai penyemangat dan simbol kebersamaan dalam keberagaman.
Baca Juga: Syekh Siti Jenar, Cacing Asal Manusia, Nguping Ilmu Makrifat di Tengah Laut
"Kalpataru terbuat dari kayu jati bercabang 4 dan bagian bawah batang terdapat sebuah ukiran bergambar masjid dan gamelan yang menandakan islam nusantara semakin kuat," urainya.
"Cabang pertama bergambar pure tempat ibadah agama hindhu, cabang dua bergambar wihara tempat ibadah budha, cabang ketiga berisi klenteng dan naga, menadakan sebagai tempat agama konghuchu dan cabang keempat bergambar simbol gunungan yang menandakan pentas wayang kulit untuk pembuka dan penutup lakon kehidupan. Sementara batang lurus ke atas terdapat simbol Surya sengkala majapahit. Itu diartikan kehadiran Islam tanpa merusak umat beragama dan tidak mengusik sistem sosial," paparnya.
"Buku ini ada 342 halaman dan proses pembuatan selama 7 bulan, termasuk mencari referensi autentik," tutup Kiai Mundzir. (wan/rev)
Baca Juga: Sambut Ramadan, Pelukis Keturunan Arab ini Bikin Buku Ziarah Sejarah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News