Instruksi Wali Kota Tak Digubris, Penarikan Bea Sekolah Merajalela

Instruksi Wali Kota Tak Digubris, Penarikan Bea Sekolah Merajalela ?Anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto Hardyah Santi menunjukkan bukti kwitansi pungutan SMPN 2. foto:yudi eko purnomo/BANGSAONLINE


MOJOKERTO (bangsaonline) - Instruksi Wali Kota Masud Yunus yang melarang penarikan biaya pendidikan dengan dalih apapun sama sekali tak digubris sejumlah oknum kepala sekolah. Beberapa sekolah mulai SMP Negeri hingga SMA Negeri justru menggencarkan praktik 'haram' ini.

Anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto, Hardyah Santi mengaku menerima keluhan wali murid SMPN 2. Sekolah diduga membebani siswanya dengan beragam pungutan yang nilainya mencapai Rp 795.000 per siswa. Pengenaan pungutan itu dikenakan bertepatan dengan daftar ulang.

Baca Juga: 8 SD Negeri Belum Dapat Siswa Baru, Disdik Blitar: Orang Tua Ingin Anaknya dapat Pendidikan Agama

"Jadi, beberapa wali murid SMPN 2 mengeluh kepada saya karena diminta membayar berbagai kegiatan saat daftar ulang. Ini sudah nggak bener, tidak ada faktanya pendidikan gratis yang digembar-gemborkan wali kota selama ini," kecam politisi Partai Golkar ini, Minggu (13/7).

Santi menduga, kenekatan pihak sekolah telah melemahkan kredibilitas kepala daerah. "Di satu sisi Pak Wali bilang gratis, tapi pihak sekolah ngotot narik. Ini kan sudah nggak bener karena imbasnya bisa ke kredibilitas wali kota," katanya.

Politisi wanita ini menunjukkan bukti penarikan berupa lembaran kwitansi kecil-kecil semacam kupon berukuran sekitar 7 x 3 cm dari SMP yang terletak di Jalan A Yani. "Ini buktinya, silahkan dilihat. Ada biaya seragam Rp 522.000, seragam olah raga Rp 90.000, sepatu, Rp 100.000, tes IQ Rp 35.000, kartu pelajar Rp 20.000, face man Rp 30.000 dan zakat yang nilainya tidak dicantumkan disini. Ternyata sekolah tidak gratis," sindirnya.

Baca Juga: PPDB 2024, SMKN 2 Magetan Buka Pengambilan PIN

Sebelumnya, kasus yang sama juga diduga terjadi di sejumlah SMA Negeri. SMA Negeri 1 mengenakan biaya daftar ulang Rp 355.000, SMA Negeri 2 sebesar Rp 350.000 dan SMA Negeri 3 Rp 370.000.

Seorang wali murid mengatakan, biaya tersebut digunakan untuk kegiatan siswa sebesar Rp 130.000 dan biaya study observasi Rp 120.000. "Ada juga kalender akademik, asuransi kecelakaan dan pondok ramadan. Nilai totalnya Rp 370.000. Ini tidak wajar," katanya.

Ketua DPRD Kota Mojokerto Mulyadi menyayangkan adanya pungutan ini. Ini karena wali kota sejak awal memimpin sudah menegaskan tidak ada pungutan apapun di sekolah karena program pendidikan gratis yang diusung. "Dewan setuju dengan pendidikan gratis, tapi kenapa aplikasinya demikian. Masih ada saja bermacam-macam pungutan," kata Mulyadi.

Baca Juga: Dinas Pendidikan Jawa Timur Sebut Ada Sedikit Perbedaan pada Jalur Zonasi PPDB 2024

Karenanya ia meminta walikota dan Dinas Pendidikan mengevaluasi program ini. Dinas harusnya memberikan pengawasan yang melekat agar tidak terjadi sekolah menarik pungutan kepada siswa. "Pungutan itu harus dikembalikan kepada siswa," katanya.

Wali Kota Masud Yunus baru mengetahui adanya pungutan itu dari media. Menurutnya sejak awal dirinya belum menerima kabar ini. "Saya akan meminta Dinas P dan K untuk melangkah dan meminta pungutan itu dikembalikan," tegasnya.

Masud menegaskan pihaknya melarang pungutan apapun kecuali untuk zakat dan OSIS. "Tak boleh ada pungutan, zakat saja harus dengan beras bukan dengan uang,'' pungkasnya.

Baca Juga: Ngaku Bisa Masukkan ke SMP Negeri, Pegawai Kontrak Dispendik Kota Surabaya Ditangkap Polisi

Kepala SMPN 2 belum berhasil dikonfirmasi. Namun kepala SMA Negeri 3 Umar membantah adanya pungutan. Dihubungi melalui telpon ia mengatakan tidak ada pungutan apapun di sekolahnya. "Itu tidak benar. Kami tidak menarik pungutan apapun kepada siswa," timpalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO